Saat Jokowi Minta Polri Berbenah Muncul Kasus Penyiksaan Saksi
Reformasi di tubuh polri dipertanyakan menyusul penganiayaan diduga dilakukan anggotanya di Polsek Percut Sei Tuan.
Air mata Sarpan (49) terus berurai saat menceritakan penganiayaan dialaminya pada Kamis (2/7) pekan lalu. Kuli bangunan ini diduga dianiaya anggota Polsek Percut Sei Tuan, Deli Serdang, Sumatera Utara.
Pengalaman pahit Sarpan itu dialaminya selama lima hari di Polsek Percut Sei Tuan. Sarpan mengaku penganiayaan dialaminya sepanjang malam.
-
Kapan Polri mengatur pangkat polisi? Hal itu sesuai dengan peraturan Kapolri Nomor 3 Tahun 2016 tentang Administrasi Kepangkatan Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.
-
Apa yang dimaksud dengan pangkat polisi? Mengutip dari laman polisi.com, tanda kepangkatan Polri adalah daftar tanda pangkat yang dipakai oleh Kepolisian Negara Indonesia.
-
Bagaimana polisi tersebut disekap? Saat aksi percobaan pembunuhan itu dilakukan, korban memberontak sehingga pisau badik yang dipegang pelaku N mengenai jari korban dan mengeluarkan darah. "Selanjutnya tersangka N melakban kedua kaki agar korban tidak berontak.
-
Apa itu polisi cepek? Istilah ‘cepek’ sendiri merujuk pada pecahan uang senilai Rp100. Fenomena ini menjadi lebih menonjol melalui popularitas Pak Ogah, seorang tokoh fiktif dalam serial televisi Si Unyil yang tayang pada periode tersebut. Pak Ogah menjadi ikon yang mengatur lalu lintas dan meminta bayaran sejumlah cepek dari pengendara.
-
Kenapa pangkat polisi penting? Selain itu pangkat juga merupakan syarat mutlak yang perlu dimiliki oleh anggota Polri jika hendak mendapatkan amanat untuk mengemban jabatan tertentu.
-
Di mana polisi tersebut disekap? Kasat Reskrim Polrestro Tangerang, Kompol Rio Mikael Tobing, menjelaskan percobaan pembunuhan terhadap korban anggota Polri terjadi di Jalan Tol Tanah Tinggi, Batu Ceper, Kota Tangerang, terjadi pada Rabu (18/10) silam.
Insiden itu membuat wajah Sarpan babak belur. Bahkan, mata sebelah kiri hampir tak bisa dibuka karena bengkak.
Hingga kini dia tak pernah tak penyebab penganiayaan itu dialamatkan kepadanya. Namun kenang Sarpan, kejadian ini bermula saat dia sedang memperbaiki rumah orang tua Anzar alias A (27) di Jalan Sidomulio, Gang Gelatik, Pasar 9 Sei Rotan, Percut Sei Tuan, Deli Serdang, Kamis (2/7).
Sarpan bekerja dengan kernetnya, Dodi Sumanto alias Dika. Awalnya mereka bekerja seperti layaknya kuli bangunan. Dika, mengantar beberapa adukan semen ke Sarpan. Namun, aneh, ember semen sudah habis, Dika tak kunjung lagi datang.
Lantaran curiga, Sarman mencari Dodi. Namun langkah kakinya terhenti setelah melihat rekannya bersimbah darah dihabisi Anzar.
Singkat cerita pelaku Anzar dibawa anggota dibawa ke Polsek Percut Sei Tuan. Sementara Sarpan dibawa untuk dijadikan saksi.
Sempat dibawa ke Tempat Kejadian Perkara (TKP) pembunuhan, Sarpan kembali dibawa ke Polsek Percut sei Tuan. Dari sinilah pengalaman pahit dialami Sarpan itu didapatnya.
Dengan mata di tutup lakban, Sarpan dibawa ke salah satu ruangan untuk dimintai keterangan. Namun acap kali menjawab, dia malah diberi bogem mentah, tendangan hingga disetrum. Penganiayaan itu dialaminya selama lima hari berturut-turut. Padahal saat itu Sarpan masih berstatus saksi.
Derita dialami Sarpan berhenti setelah warga melakukan aksi demonstrasi di depan Mapolsek Percut Sei Tuan, Senin (6/7). Warga sebelumnya mendapat kabar Sarpan tak kunjung dipulangkan.
Sementara dari kasus kematian Dodi, polisi menetapkan Anzar sebagai tersangka. Motif peristiwa berdarah itu sakit hati karena tersangka kerap diejek korban.
Kapolsek Percut Sei Tuan Dicopot
Sarpan kemudian melaporkan kejadian dialaminya ke polisi dengan bukti lapor Nomor STTP/1643/VII/Yan 2.5/2020/SPKT Polrestabes Medan tertanggal 6 Juli 2020. Sehari kemudian atau Selasa (7/7), pihak LBH Medan menemui Sarpan.
Dia memaparkan penganiayaan yang dialaminya. LBH Medan menduga ada keterlibatan oknum dalam melakukan penyiksaan terhadap Sarpan. Tindakan tersebut tentu melanggar Hak Asasi Manusia.
Polrestabes Medan menindaklanjuti laporan dugaan penganiayaan yang dialami Sarpan. Setelah melakukan pendalaman, akhirnya Kompol Otniel Siahaan dicopot dari posisi Kapolsek Percut Sei Tuan dan 8 personel lainnya ditarik ke Mapolrestabes Medan.
"Kapolsek (Percut Sei Tuan) sudah diserahterimakan dan 8 (personel) ditarik ke Polrestabes menunggu sidang disiplin," kata Kabid Humas Polda Sumut, Kombes Pol Tatan Dirsan Atmaja, Kamis (9/7) malam.
Posisi Kapolsek Percut Sei Tuan diisi pejabat sementara, AKP Ricky (Paripurna Atmaja) Kanit Pidum Sat Reskrim Polrestabes Medan.
Otniel dan 8 personel Polsek Percut Sei Tuan Polrestabes Medan telah dimintai keterangan di Subbidprovos Bidang Propam Polda Sumut. Tim masih menyelidiki ada tidaknya dugaan pelanggaran disiplin yang mereka lakukan.
Sedangkan kesembilan orang personel Polsek Percut Sei Tuan yang diperiksa terdiri dari 4 orang berpangkat perwira, termasuk Otniel. Lima lainnya berpangkat brigadir.
Tatan menjelaskan, apabila ditemukan pelanggaran hukum, maka sanksi yang diberikan dengan Pasal 9 PP RI Nomor 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Sanksi itu dapat berupa teguran tertulis, penundaan mengikuti pendidikan paling lama 1 tahun, penundaan kenaikan gaji berkala, penundaan kenaikan pangkat untuk paling lama 1 tahun, mutasi yang bersifat demosi, pembebasan dari jabatan, dan penempatan dalam tempat khusus paling lama 21 hari.
Jokowi Minta Polri Berbenah
©2020 Merdeka.com/Nur Habibie
Dugaan penganiayaan saksi dilakukan anggota Polsek Percut Sei Tuan itu sangatlah miris. Terlebih, aksi semena-mena aparat berbaju cokelat itu terjadi sebulan setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta Polri berbenah.
Jokowi meminta Polri terus mereformasi diri secara total menjadi profesional dan modern. Selain itu, Jokowi berharap saat ini Polri fokus dalam membantu mengendalikan pandemi Covid-19. Namun pelbagai agenda strategis Polri tidak boleh dilupakan.
“Jajaran Polri harus terus mereformasi diri secara total, selalu berupaya memperbaiki diri untuk lebih profesional dan modern. Ubah semua kelemahan menjadi sebuah kekuatan," kata Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat pidato hari Bhayangkara ke-74 di Istana Negara, Rabu (1/6).
Upacara peringatan Hut Polri itu berbeda seiring pandemi Covi-19. Jokowi yang menjadi inspektur upacara kali ini harus berbicara secara virtual di Istana Negara dan disiarkan langsung dari Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan.
Kepala negara juga mengingatkan, Polri akan menghadapi tantangan yang semakin berat dan kompleks. Mulai dari kejahatan konvensional hingga kejahatan lintas negara.
Serta mewaspadai potensi ancaman stabilitas keamanan dalam negeri terutama menjelang pelaksanaan Pilkada serentak di akhir tahun 2020 juga menjadi pesan tambahan mantan wali kota Solo tersebut. Tak lupa, Jokowi meminta Polri di bawah komando Jenderal Idham Azis menjaga perkuat sinergi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Agung (Kejagung).
Usut Semua Anggota Terlibat Penganiayaan
Tak hanya mencoreng imbauan Presiden Jokowi, anggota polisi yang diduga menganiaya saksi itu dinilai Indonesia Police Watch (IPW), menunjukkan Polri belum bersikap profesional, modern dan terpercaya atau Promoter. Propam Polri pun diminta benar-benar mengusut kasus ini sampai tuntas.
Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) ikut menyoroti kasus penganiayaan saksi kasus pembunuhan yang dilakukan di Mapolsek Percut Sei Tuan. Anggota Kompolnas, Poengky Indarti, meminta siapapun yang terlibat agar diproses sesuai dengan pelanggarannya.
Sementara anggota Komisi III DPR, M Nasir Djamil mengatakan, insiden yang dialami Sarpan menjadi bukti bahwa reformasi di kepolisian belum berjalan dengan baik, sebagaimana yang diinstruksikan Presiden Joko Widodo.
Kasus ini, sambung Nasir, seharusnya tamparan keras bagi institusi kepolisian agar segera membenahi sistem. Di samping, penerapan sanksi tegas kepada oknum yang menyimpang.
Anggaran Polri Disorot
©2015 merdeka.com/muhammad luthfi rahman
Hal senada dikatakan anggota DPR Komisi III DPR Taufik Basari. Menurut dia, kasus penganiayaan itu seharusnya tak perlu terjadi.
Dia menilai budaya penyiksaan dalam dapatkan keterangan seharusnya ditinggalkan. Tobas sapaan akrabnya menilai, cara-cara penyiksaan seperti itu wajib ditinggalkan para aparat penegak hukum. Karena tidak mencerminkan sikap profesional serta bertentangan dengan Hak Asasi Manusia (HAM).
Menurutnya, baik tersangka maupun saksi jangan sampai mengalami penyiksaan sebagaimana kejadian yang menimpa Sarpan. Maka sudah saatnya Institusi Polri mengubah budaya penyiksaan yang kerap terjadi oleh oknum polisi.
Padahal, lanjut dia, negara telah mengeluarkan dukungan yang luar biasa dalam mendukung kinerja kepolisian supaya lebih baik. Termasuk mengubah pola-pola lama dalam menjalankan tugas kenegaraan, termasuk penyiksaan untuk dapati keterangan.
Diketahui, pemerintah mengalokasikan Rp96 triliun dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2020. Anggaran itu sebelumnya dipangkas dari Rp104 triliun, untuk menangani pandemi Covid-19.
Keputusan itu sesuai Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2020 ditanda tangani Jokowi. Selain Polri, sejumlah anggaran Kementerian dan lembaga pun dipangkas untuk dialihkan dalam rangka penanganan Covid-19.
Oleh sebab itu, Tobas menegaskan kepada institusi Polri seharusnya menghilangkan budaya penyiksaan. Terlebih dukungan dari berbagai pihak sudah sangat banyak.
Kemudian, tambahnya bahwa praktek seperti ini sepertinya telah menjadi budaya yang harus ditinggalkan. Dimulai dari penindakan dan pemahaman polisi yang sudah harus kedepankan sains dari pada penyiksaan dalam mengumpulkan bukti.
"Jangan sampai kasus seperti ini hanya diselesaikan dengan bentuk-bentuk intruksi tetapi harus ad tindakan-tindakan tegas serta pelatihan pemahaman kepada setiap polisi. Jadi sudah harus dibuang jauh-jauh penyiksaan seperti ini walaupun membutuhkan waktu," katanya.
(mdk/gil)