Sejarah Polisi Cepek yang Sekarang Makin Menjamur di Indonesia
Dalam getaran megapolitan, keyakinan tersebar bahwa uang bukan barang langka, begitulah bukti adanya para polisi cepek di Ibu Kota. Simak selengkapnya disini!
Di tengah hiruk-pikuk kesibukan Ibu Kota, Jakarta terdapat satu jargon yang melekat erat dalam keseharian warganya yakni ‘Di Jakarta itu apa saja jadi duit dan bisa diduitin.’ Simak Selengkapnya!
Sejarah Polisi Cepek yang Sekarang Makin Menjamur di Indonesia
Awal mula adanya Polisi Cepek
Ditelusuri hingga era 1980-an dan 1990-an di Indonesia. Istilah ‘cepek’ sendiri merujuk pada pecahan uang senilai Rp100.
-
Bagaimana pempek berkembang? Pempek pun semakin berkembang dan dikenal secara luas oleh masyarakat.
-
Kapan engklek muncul di Indonesia? Permainan engklek diperkirakan sudah ada di Indonesia sejak zaman kolonial, dan memiliki akar budaya yang panjang.
-
Apa yang dilakukan Cecep di Sukabumi? Cecep Abdullah berasal dari Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Pemuda 26 tahun ini sempat viral di media sosial lantaran berkeliling kampung untuk membersihkan masjid.
-
Kapan seblak mulai populer? Kepopuleran seblak mulai meningkat sekitar tahun 2000-an dan semakin meluas pada dekade berikutnya.
-
Kapan seblak mulai terkenal? Seblak adalah makanan khas Jawa Barat yang belakangan ini menjadi sangat populer di Indonesia.
Fenomena ini menjadi lebih menonjol melalui popularitas Pak Ogah, seorang tokoh fiktif dalam serial televisi Si Unyil yang tayang pada periode tersebut. Pak Ogah menjadi ikon yang mengatur lalu lintas dan meminta bayaran sejumlah cepek dari pengendara.
Meski hanya fiksi, karakter ini memberikan gambaran humoris namun cukup mencerminkan realitas lalu lintas di Jakarta, di mana para petugas informal, yang kemudian dikenal sebagai polisi cepek, mulai muncul di perempatan dan jalan-jalan sibuk.
Mereka menjalankan peran serupa dengan meminta imbalan finansial dari pengendara sebagai bentuk pengaturan lalu lintas alternatif.
Munculnya polisi cepek sejalan dengan perkembangan wilayah perkotaan di Indonesia, terutama di Jakarta, yang kini dikenal sebagai salah satu kota metropolitan dengan tingkat kemacetan tertinggi dan durasi kemacetan terlama di Indonesia.
Seiring waktu, ‘profesi’ unik ini menjadi bagian dari urban Jakarta
Membuktikan bahwa tantangan perkotaan yang kompleks memunculkan solusi-solusi kreatif yang mungkin tidak dapat dicapai oleh institusi resmi.
Polisi Cepek ini dapat ditemui baik dalam bentuk individu maupun kelompok, dan tidak hanya laki-laki yang terlibat tetapi juga perempuan.
Mereka tersebar di berbagai titik strategis, terutama di titik rawan kemacetan seperti putaran jalan, pertigaan, dan perempatan.
‘Pekerjaan’ ini terbukti cukup menguntungkan, setiap Pak Ogah atau Polisi Cepek dapat menghasilkan puluhan hingga ratusan ribu rupiah dalam beberapa jam beroperasi.
Tidak mengherankan di beberapa lokasi, menerapkan sistem shift dari pagi hingga malam hari.
Cara Kerja Para Polisi Cepek
Meskipun tidak memaksa, banyak dari mereka yang terlihat cemberut jika pengguna jalan enggan memberikan uang. Pertanyaan apakah mereka benar-benar membantu mengatur lalu lintas?
Keistimewaan bagi mereka yang memiliki uang terasa seperti potret nyata dari dinamika sosial di negeri ini. Tidak jarang, para pengatur lalu lintas ini bahkan membuka arus di lokasi-lokasi yang sebenarnya terlarang untuk memutar.
Di beberapa tempat kehadiran mereka malah dapat memperparah kemacetan, menciptakan keadaan lalu lintas yang semakin rumit.
Situasi ini membuat mereka merasa semakin diperlukan, dan sebagai upaya untuk mendapatkan prioritas saat lalu lintas macet.
Kabar terbaru mencatat bahwa Polda Metro Jaya sedang melakukan pendataan terhadap jumlah dan lokasi sukarelawan pengatur lalu lintas (supeltas)
Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Halim Pagarra mengklarifikasi bahwa para sukarelawan pengatur lalu lintas, yang dikenal sebagai supeltas, bukanlah Pak Ogah.
Perubahan Menjadi Supeltas
Dengan perkiraan ribuan orang akan dilatih secara khusus oleh pihak kepolisian dalam cara mengatur lalu lintas, para supeltas akan mengenakan rompi dan beroperasi dengan sistem giliran.
Mengenai honor dan pendanaan, akan diatur berdasarkan kesepakatan bersama antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, donatur tetap, dan Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya.
Keputusan untuk melibatkan supeltas sebagai bagian dari solusi mengatasi kemacetan di Jakarta menunjukkan upaya nyata pihak berwenang untuk memperbaiki dan meningkatkan regulasi lalu lintas di kota tersebut.