Sahroni Minta Kejagung Transparan soal Kasus Tom Lembong: Supaya Publik Tidak Bertanya-tanya Ada Apa Sebenarnya?
Sahroni mengingatkan, jangan sampai ada seseorang yang sudah ditetapkan sebagai tersangka, tetapi dugaan-dugaannya tidak terbukti.
Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni meminta Kejaksaan Agung (Kejagung) menangani kasus dugaan korupsi impor gula periode 2015-2016 yang menyeret mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong.
Sahroni mengingatkan, jangan sampai ada seseorang yang sudah ditetapkan sebagai tersangka, tetapi dugaan-dugaannya tidak terbukti.
- Praperadilan Tom Lembong Ditolak, Kejagung: Dari Awal Kami Sudah Yakin Ditolak
- Kubu Tom Lembong Yakin Menang Praperadilan Lawan Kejagung
- Sahroni Minta Kejagung Ungkap Dalang di Balik Penyuapan Hakim yang Vonis Bebas Ronald Tannur
- Kelakar Sahroni soal Maju Pilgub DKI: Kalau RK Doang Mah Gampang Lawannya
"Nah kita berharap ini menjadi penjernihan di ruang publik, dan publik tidak bertanya-tanya ada apa sebenarnya," kata Sahroni di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (6/11).
Sahroni berharap kasus tersebut menjadi terang-benderang di hadapan publik dan terlihat tidak ada intervensi apapun. Sebab publik pada umumnya belum mengerti kasus yang menjerat Tom Lembong.
"Kasihan nanti pemerintah dianggapnya wah ini ada main-main misalnya gitu. Kan kita nggak berharap begitu. Kasihan kalau pemerintah dituduh-tuduh yang belum pasti dengan kepastiannya," kata Sahroni, dikutip dari Antara.
Pada 29 Oktober 2024, Kejagung menetapkan Tom Lembong sebagai tersangka perkara dugaan tindak pidana korupsi kegiatan importasi gula di Kementerian Perdagangan (Kemendag) periode 2015 - 2016.
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qodar menjelaskan, keterlibatan Tom Lembong dalam kasus tersebut bermula ketika pada tahun 2015, dalam rapat koordinasi antarkementerian disimpulkan bahwa Indonesia mengalami surplus gula, sehingga tidak perlu impor gula.
Namun, pada tahun yang sama, Tom Lembong selaku Mendag memberikan izin persetujuan impor gula kristal mentah kepada PT AP. Tak terima ditetapkan sebagai tersangka, Tom Lembong mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
Kuasa hukum Tom Lembong, Ari Yusuf Amir mendaftarkan gugatan tersebut pada Selasa (5/11). Ari menyebut poin penting yang diajukan dalam gugatan praperadilan ini ialah ditetapkannya Tom Lembong sebagai tersangka.
Menurutnya, penetapan Tom Lembong sebagai tersangka tidak memiliki bukti yang cukup.
"Sampai saat ini kita tidak mengetahui alat bukti apa yang dimiliki oleh pihak kejaksaan sehingga menetapkan Pak Thomas Lembong sebagai tersangka. Seharusnya itu bisa di-share ke publik dan secara transparan bisa diketahui. Selama ini hanya diberitahukan bahwa masalah importir gula," ujarnya.
Selanjutnya poin yang dipermasalahkan dalam gugatan ini disebut Ari adalah mengenai kerugian negara. Dia menyebut hingga kini Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tidak merinci kerugian negara yang dihasilkan dalam kasus tersebut.
"Selanjutnya kaitan tentang kerugian negara. Selalu dikatakan bahwa ini sudah ada temuan BPK, kerugian negara. Sampai saat ini, temuan BPK yang kami baca tidak menunjukkan adanya kerugian negara dalam kebijakan yang diambil tersebut. Ada beberapa hal yang salah dan diminta diperbaiki untuk menegur Dirjen Perdagangan Luar Negeri dan Direktur Impor. Hanya sebatas itu. Jadi kalau dikatakan kerugian negara, kerugian negara dari mana?" tegas Ari.
Ari mengatakan bahwa dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Korupsi telah merinci bahwa delik material yang betul-betul harus dijelaskan secara limitatif. Mereka juga mempermasalahkan terkait penahanan Tom Lembong yang dinilai tidak berdasar.
"Lalu selanjutnya kami mempermasalahkan juga masalah penahanan. Penahanan Tom Lembong dimulai ketika beliau dipanggil sebagai saksi. Dipanggil sebagai saksi, beliau hadir, lalu pada saat habis pemeriksaan beliau langsung ditetapkan sebagai tersangka dan dilakukan penahanan," ucapnya.
Menurut Ari terdapat banyak permasalahan dalam penahanan tersebut, di antaranya ditunjuknya kuasa hukum oleh kejaksaan.
"Ini melanggar perundang-undangan KUHAP. Karena dalam pasal 55, setiap terdakwa, tersangka, berhak memiliki penasihat hukum yang ditunjuk sendiri. Ini penegasannya. Ada kalimat ditunjuk sendiri. Bukan ditunjuk oleh kejaksaan, kecuali kalau dia merasakan tidak mampu, lalu kejaksaan menunjuknya," kata Ari.
Ari menyebut Tom Lembong mampu untuk menunjuk penasihat hukum, tetapi tidak diberikan kesempatan untuk memiliki penasihat hukum, dan langsung dilakukan penahanan, kemudian ditunjuk penasihat hukum oleh pihak kejaksaan.
Dia mengatakan nantinya dalam persidangan lanjutan pihaknya akan menghadirkan beberapa ahli, diantaranya ahli keuangan, ahli administrasi negara, serta ahli hukum. Namun terkait nama ahli belum disebutkan secara rinci.