Serikat Pekerja PLN ajukan uji materi UU Ketenagalistrikan ke MK
UU Ketenagalistrikan mengakibatkan negara tidak memiliki kekuasaan atas tenaga listrik.
Serikat pekerja PLN yang diwakili Adri dan Eko Sumantri selaku Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal DPP Serikat Pekerja PT. PLN (Persero), mengajukan uji materiil Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 Tentang Ketenagalistrikan (UU Ketenagalistrikan) di Mahkamah Konstitusi. Ada pun pasal yang diuji adalah Pasal 10 ayat (2), Pasal 16 ayat (1), Pasal 33 ayat (1), Pasal 34 ayat (5), Pasal 56 ayat (2) UU Ketenagalistrikan.
Dalam dalilnya, pemohon menyebutkan jika ketentuan yang diuji membuat korporasi swasta nasional, multinasional, dan perorangan menguasai hajat hidup orang banyak. UU tersebut mengakibatkan negara tidak memiliki kekuasaan atas tenaga listrik.
"Langkah ini (uji materi) merupakan sikap nyata penolakan SP PLN terhadap privatisasi PLN dan liberalisasi sektor ketenagalistrikan,' kata Ketua Umum Serikat Pekerja PLN Adri, sesaat sebelum memasuki ruang sidang, Selasa (29/9).
Pemohon juga menyebut jika UU Ketenagalistrikan pengulangan dari Pasal 8 ayat (2), Pasal 16, Pasal 17 ayat (3), serta Pasal 68 Undang-Undang No. 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan yang sebelumnya telah dibatalkan oleh MK dalam Putusan Perkara No. 001-021-022/PUU-I/2003. Pemohon juga menganggap ada variabel yang memengaruhi harga jual tenaga listrik, yakni nilai keuntungan bagi badan usaha dan adanya potensi terjadinya kartelisasi.
Menanggapi dalil yang disebutkan pemohon, Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna mengatakan permohonan Pemohon masih kabur. Palguna kemudian mempertanyakan posisi pemohon saat mengajukan uji materi.
"Masalah kedudukan hukum Anda, apakah ingin mengajukan sebagai perorangan warga negara Indonesia atau Serikat Pekerja," kata Palguna, Selasa (29/9).
Palguna kemudian meminta pemohon untuk memperbaiki sistematika permohoan. Ia kemudian menyarankan pemohon untuk mempelajari contoh yang sudah ada di situs MK.
Smenetara itu, pemimpin sidang, Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati menganggap permohonan pemohon lebih ke persoalan implementasi, bukan pertentangan norma. Ia meminta pemohon untuk merumuskan lebih mendalam pasal yang diuji dianggap bertentangan dengan UUD 1945.
"Rumusan dalam permohonan ini memang panjang lebar, tapi tidak menjelaskan pertentangannya di mana,” ujar Maria Farida.