Setelah Australia, KontraS juga kecam eksekusi mati
KontraS menganggap eksekusi mati merupakan bentuk kemunduran Indonesia.
Komisi Untuk Orang Hilang dan Tindak kekerasan (KontraS) secara tegas menolak adanya eksekusi mati di Indonesia. Setelah adanya protes dari berbagai negara di belahan dunia, kini keputusan dari Presiden Joko Widodo tersebut juga ditentang LSM yang pernah dipimpin oleh aktivis HAM Munir tersebut.
KontraS menganggap eksekusi mati merupakan bentuk kemunduran Indonesia. Apalagi setelah Indonesia terpilih menjadi dewan Hak Asasi Manusia (HAM) oleh Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB), seakan eksekusi mati tidak mencerminkan adanya kebebasan HAM tersebut.
"Indonesia terpilih jadi dewan HAM di PBB tetapi justru masih menerapkan hukuman mati. Saya mengaku kecewa dengan adanya situasi seperti ini," ungkap Koordinator Badan Pekerja KontraS, Haris Azhar, dalam diskusi di Anomali Coffe, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (7/3).
Haris mengatakan Indonesia seperti tidak memiliki effort untuk menunjukkan kemajuan sebagai dewan HAM atas rekomendasi-rekomendasi yang diberikan oleh PBB. Seharusnya Presiden bisa lebih memilih hukuman mana yang pantas untuk para terpidana eksekusi mati.
KontraS meyakini bahwa hukuman mati pada dasarnya tidak menjamin adanya efek jera bagi para pelaku kejahatan. Perubahan sikap hanya bisa dilakukan dengan upaya keras untuk membentuk masyarakat yang lebih sehat secara mental, berbelas kasihan, dan manusiawi.
Dengan adanya diskusi pernyataan bersama dari berbagai kalangan masyarakat, diharapkan Presiden Jokowi bisa memperbaiki keadaan dan mencegah kemunduran Indonesia. Sebagai langkah pertama, yaitu dengan dihentikannya eksekusi mati.