Setelah MUI, Dewan Masjid kecam PDIP soal inteli khotbah Jumat
Kalau provokasi untuk melakukan kebaikan, itu memang ada, karena tujuan khotbah adalah mengajak umat Islam.
Setelah dikecam Majelis Ulama Indonesia (MUI), instruksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ( PDIP ) mengawasi khotbah jumat di masjid-masjid juga dikritisi Dewan Masjid Indonesia (DMI) Surabaya, Jawa Timur.
Ketua DMI Surabaya, Arif Afandi tegas menyatakan, tindakan mengawasi khotbah Jumat itu tidak patut. Meski begitu, kata dia, para khotib perlu menjaga agar jangan menggunakan mimbar jumat untuk agitasi, provokasi dan propaganda, yang bisa mengganggu kerukunan antar umat Islam.
"Tindakan (mengawasi masjid) itu tidak patut. Tapi, para khotib juga harus menggunakan Masjid untuk menciptakan kedamaian mengajarkan Islam untuk mengayomi umat," terang Arif Afandi, Senin (2/6).
Negara, masih kata dia, menjamin kebebasan warganya beribadah tanpa ada pembatasan dan pengawasan. "Khotbah jumat adalah bagian dari ibadah umat Islam. Jadi tidak perlu dibatasi atau diawasi. Negara saja menjamin kebebasan beribadah," tegas dia.
Menurut mantan wakil wali kota Surabaya era Bambang Dwi Hartono ini, khotbah jumat oleh khotib atau imam masjid, adalah untuk memberikan pencerahan iman kepada jamaahnya. Jadi tidak ada materi khotbah yang mengarah pada provokasi atau kepentingan politik.
"Kalau provokasi untuk melakukan kebaikan, itu memang ada, karena tujuan khotbah adalah mengajak umat Islam untuk berbuat baik dan meningkatkan ketaqwaan kepada Tuhan," papar dia.
Arif begitu yakin, dalam menyampaikan ceramah agama, para khotib paham betul batas-batas antara materi agama dan kampanye politik. Sehingga, dia tidak setuju jika, pihak tertentu ( PDIP ) menganggap khotbah jumat bagian dari provokasi politik.
Keluarnya instruksi mengawasi masjid-masjid, khususnya saat khotbah jumat, berimbas kepada ketidaknyamanan umat Islam saat menjalankan ibadah. "Ini sama ketika umat lain (Kristen, Katolik, Hindu, Buddha) juga mendapat perlakuan sama. Apakah agama lain juga nyaman, ketika tempat ibadahnya diawasi karena penceramahnya dianggap memprovokasi jamaah? Tentu tidak, sama dengan umat Islam yang rumah-rumah ibadahnya diintimidasi pihak lain," ucapnya serius.
Arif juga tidak menampik, dalam khotbahnya, khotib juga memberi bumbu politik. Misalkan, kata dia mencontohkan, dalam khotbah jumat, si khotib menyampaikan agar jamaahnya memilih pemimpin yang amanah di Pilpres, maupun dalam Pilkada.
"Ceramah agama seperti ini kan bukan provokatif. Justru mengajak umat Islam menjadi warga negara yang baik dengan tidak golput dan memilih pemimpin yang amanah sesuai dengan hati nurani mereka. Dan saya tidak setuju jika khotbah seperti ini dianggap provokasi mendukung salah satu calon," tegasnya.
Diberitakan sebelumnya, MUI juga mengecam tindakan PDIP yang menginstruksikan para kadernya yang beragama Islam untuk mengawasi dan merekam kegiatan Solat Jumat. MUI menilai tindakan itu berlebihan dan over produktif.
Kecaman berkaitan dengan informasi akun twitter milik PDIP . Pada akun twitter @news_pdip, memposting info terkait pengawasan masjid-masjid: Para pendukung #JKWJK diharapkan membawa alat perekam saat ceramah sholat jumat, jika ada kampanye hitam bisa dilaporkan dan jadi alat bukti.
Kemudian informasi pada 29 Mei, @news_pdip kembali memposting instruksi: Ketua DPC PDIP Jaktim instruksikan khusus kpd kader dan pendukung #JKWJK yg muslim utk sholat jumat besok dan memantau penceramah jumat-an.
Instruksi yang ditulis PDIP melalui akun twitter ini, juga dibenarkan oleh salah satu tim pemenangan Jokowi - JK , Eva Kusuma Sundari . Alasan dilakukan pengawasan terhadap masjid-masjid itu, karena dikhawatirkan menjadi tempat kampanye hitam.
Eva membeber, salah satu yang sudah menjalankan instruksi itu adalah DPC PDIP Jakarta Timur, yang dikomandoi William Yani. "Hal ini dilakukan karena serangan kepada Jokowi - JK banyak dilakukan di masjid-masjid," kata Eva Jumat lalu di Jakarta.