Sihir Yngwie Malmsteen Membius Hammersonic 2024
Yngwie juga sempat memainkan komposisi musik klasik "Paganini's 4th”, yang bisa dibilang merupakan roots-nya.
Yngwie juga sempat memainkan komposisi musik klasik "Paganini's 4th”, yang bisa dibilang merupakan roots-nya.
- Sisi Lain Taufik Nur Cahyanto Komandan Upacara Penurunan Bendera di IKN, Ternyata Jago Main Gitar dan Menyanyi
- Sisi Lain Penyanyi Legendaris Gombloh, Tak Betah Kuliah di Jurusan Arsitektur hingga Pernah Berbagi BH ke PSK
- Mengenang Sosok Galang Rambu Anarki, Putra Sulung Iwan Fals yang Wafat di Usia 15 Tahun
- Meninggal Dunia, Ini Sosok Yudhistira ANM Massardi Sastrawan Legendaris Indonesia
Sihir Yngwie Malmsteen Membius Hammersonic 2024
Tumpukan amplifier itu tampak begitu kokoh ibarat tembok, di atas pangung Empire Hammersonic Festival 2024. Tak kurang dari 40 head dan cabinet Marshall begitu menyita perhatian di stage tempat virtuoso gitar asal Swedia, Yngwie Malmsteen, bakal tampil, Sabtu (4/5) malam.
Tapi, dari kotak-kotak berwarna hitam itu pula keluar suara menggelar. Dan, Ketika gun smoke dan flame machine di sisi-sisi panggung dinyalakan, dimulailah "Yngwie Show".
Rambut panjangnya dibiarkan berkibar tertiup semburan angin dari gun smoke ataupun flame machine. Dengan sedikit riasan wajah dan cambangnya, tongkrongan Yngwie terlihat gahar.
Yngwie langsung menggebrak dengan "Rising Force" sebagai lagu pembuka. Lagu yang dirilis di album dengan judul sama di tahun 1984 itu lantas saja disambut meriah audiens Hammersonic. Suasana pun langsung panas. Apalagi, sejak awal Yngwie sudah tampil begitu atraktif, liar.
Didukung Nick Marino (kibor/vocal), Emilio Martinez (bass), dan Kevin Klingenschmid (drum), Yngwie melanjutkannya dengan nomor instrumental "Top Down, Foot Down" dari album "World on Fire" rilisan tahun 2016.
Setelah itu, di lagu ketiga, Yngwie dan kawan-kawan memainkan "Soldier". Di lagu ini, gitaris beraliran neoklasikal metal ini ikut bernyanyi, berduet dengan Nick Marino di awal lagu.
Dari sini, di lagu ini, keliaran Yngwie menjadi. Aksinya, tidak hanya maju mundur ke depan dan belakang panggung, dia juga sesekali mengitari panggung.
Saat memamerkan kecepatan jari-jarinya di atas fred-fred gitar, Yngwie kerap menengadahkan kepala, memejamkan mata, mengangkat tangan ke atas, atau memutar-mutar gitarnya. Dia juga sempat menggesekkan gitarnya ke speaker sebelah kiri pangung.
Yang paling ekstrem, Yngwie juga beberapa kali beratraksi melemparkan gitarnya ke arah kru yang memang sepanjang konser berjaga di sekitar panggung. Gokil.
Sementara beraksi di bibir panggung, berkali-kali dia melempar pick ke arah penonton.
Setelah lagu ketiga ini pula, Yngwie mulai menggonta-ganti gitarnya. Tak kurang dari lima kali dia berganti gitar Fender Stratocaster berwarna putih vintage-nya.
Yngwie memang tak banyak berkomunikasi menggunakan bahasa lisan dengan penonton. Namun, lewat atraksi kecepatan jari-jarinya, rasanya penonton sudah terpuaskan.
Malam itu, gitaris yang sudah melahirkan lebih dari 20 album studio ini juga lebih banyak memainkan komposisi-komposisi instrumentalnya, ketimbang memainkan hits-hits dengan vokal, seperti "Save Our Love", "Dreaming (Tell Me)", atau "I'm My Own Enemy".
Alhasil, minim sekali tercipta koor dari penonton. Padahal, bisa dijamin, jika Yngwie memainkan hits-hits di atas, karaoke massal akan terjadi.
Yang ada, penonton terus dibuat tercengang, seperti terbius menyaksikan kelihaian dan kecepatan jari-jemari gitaris yang sebelumnya pernah tiga kali tampil di Indonesia ini. Dua kali konser tunggal, sekali bersama Generation Axe.
Teknik-Teknik gitar yang memang sudah lama menjadi trade-mark-nya, seperti sweep picking arpeggio, diperlihatkan Yngwie dengan ciamiknya lewat nomor-nomor instrumental terus mendominasi konser. Mulai "Into Valhalla", "Far Beyong the Sun", "Trilogy" dan lainnya.
Tak pelak, semua adegan di panggung menunjukkan dan menjustifikasikan pria yang Juni tahun ini genap berusia 60 itu sebagai salah satu guitar shredder nomor wahid dunia.
Yngwie juga sempat memainkan komposisi musik klasik "Paganini's 4th". Musik klasik memang bisa dibilang merupakan roots Yngwie sebagai gitaris.
Penonton baru diberi kesempatan bernyanyi bersama lagi saat Yngwie membawakan lagu "Seventh Sign" yang diambil dari album dengan judul sama (1994), di ujung konser. Yngwie akhirnya menutup konser dengan atraksi solonya, tanpa diingiri kibor, bass, atau drum.
"Keren, atraktif," ujar Agus Mudhouse, seorang penikmat musik asal Jakarta, yang mengaku sebenarnya tak terlalu suka nomor-nomor instrumental yang mengedepankan solo gitar. "Seolah-olah jari-jarinya tidak ada capeknya gitu."
Agus, yang juga seorang vokalis band tribute to Def Leppard, Rocket Dive, mengaku awalnya, dia menunggu hits-hits balada milik Yngwie, seperti "Brothers", "I'm My Own Enemy", atau "Like an Angel". Maklum, sebagai vokalis dia sudah siap untuk ikut bernyanyi bersama.
Sayang, lagu-lagu tersebut tidak dibawakan. "Untung, 'Seventh Sign' masih dibawakan. Jadi tetap enjoy. Intinya sih terhibur," ujarnya.
Wisnu Heretix, gitaris band Crossover thrash asal Jakarta, Divine, punya pandangan tersendiri soal penampilan Yngwie. Menurut dia, konsep penampilan Yngwie kini memang lebih mengedepankan dirinya sebagai gitaris.
"Konsepnya sekarang, Yngwie yang jadi sorotan utama banget. Seperti proyek egonya dia. Jadi, formatnya sepertinya udah bukan band lagi," ujarnya.