Soeriadi Suryadarma, Gatotkaca Indonesia yang terlupakan
Soeriadi Suryadarma, sang gatotkaca dimakamkan di Pemakaman Umum Karet, bukan di Taman Makam Pahlawan kalibata.
Kemarin TNI Angkatan Udara merayakan hari ulang tahunnya. Berbagai atraksi kemahiran para pasukan udara itu pun digelar di bandara Halim Perdana Kusuma, Jakarta Timur. TNI AU kini genap berusia 67 tahun.
Namun mungkin banyak yang lupa siapa Bapak Dirgantara dan KSAU Pertama di republik ini. Dialah Soeriadi Suryadarma yang 16 tahun membangun angkatan udara dan penerbangan sipil mulai dari nol.
Lahir di Banyuwangi, Jawa Timur, 6 Desember 1912, Suryadarma memulai karir militernya dari bawah hingga menjadi KSAU pertama di republik ini. Sebelumnya, pada 1 September 1945, dia ditugaskan Soekarno membentuk Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI), dan diangkat sebagai KSAU pada 9 April 1946. Pada 18 Februari 1960, semua kepala staf angkatan bersenjata disejajarkan pangkat dan jabatannya dengan menteri dalam kabinet, termasuk Suryadarma.
Sebagai bapak AURI, Suryadarma tak cuma mengembangkan dunia kedirgantaraan dalam bidang militer, dia juga menjadi pelopor penerbangan sipil-komersial. Karena itu, tidak berlebihan jika dikatakan bahwa dirgantara menjadi bagian integral dari kehidupannya.
Namun perjalanan kariernya tidak selalu mulus, dia pernah dituduh sebagai agen Nederlandsch Indie Civil Administratie (NICA), tentara sekutu dalam pemerintahan sipil Hindia Belanda setelah Jepang menyerah pada Sekutu pada Perang Dunia (PD) II. Rupanya, tuduhan itu muncul karena dia selalu tahu gerak-gerik musuh sehingga sangat disegani.
Suryadarma adalah satu dari enam pemuda bumi putera yang diterima di akademi militer KMA di Breda, Belanda. Dia kemudian memilih jurusan navigator. Namun karena pribumi, ia tidak diizinkan menjadi penerbang. Kendati begitu, ia punya segudang pengalaman karena ikut terlibat dalam sejumlah operasi udara AU Belanda. Terutama saat Belanda terdesak invasi Jepang pada awal 1940-an. Ia terkenal berani sebagai navigator atau letnan penerbang intai dengan tiga pesawat bomber Glenn Martin B-10, yang mengebom armada Jepang di Tarakan tanpa disertai fighter escort pada 13 Februari 1942.
Ketika menjadi KSAU, Suryadharma mengembangkan dirgantara dengan mendirikan Aeroclub, wahana pendidikan dan latihan dasar penerbangan militer di Maguwo, Maospati, dan Malang (teknik radio, radio operator, pilot, pasukan para, pembekalan udara, kode morse). Bahkan, dia menjadi figur pertama yang menyadari pentingnya pasukan payung (paratroops), mengingat kondisi geografis Indonesia dengan ribuan pulau. Itulah cikal bakal lahirnya Pasukan Gerak Tjepat (PGT) yang kemudian menjadi pasukan payung pertama, dan kini berubah nama menjadi Pasukan Khas TNI-AU.
Pada 1950, Suryadarma berperan dalam negosiasi pengambilalihan KNILM/KLM dan mengubahnya menjadi Garuda Indonesia Airways (GIA). Ia lalu menugaskan beberapa murid lulusan Sekolah Perwira Penerbang AURI angkatan pertama sebagai pilot Garuda. Selain itu, dia menjadikan para penerbang dan kru penerbangan sipil sebagai perwira dan bintara cadangan AURI. Masyarakat awam yang terlibat penerbangan sipil juga diangkat sebagai perwira berpangkat tituler.
Pada tanggal 9 Maret 1960, Suryadi Suryadarma sempat meminta mengundurkan diri sebagai bentuk pertanggungjawaban atas ulah Letnan II (Pnb) Daniel Maukar yang pada pagi harinya menembaki Istana Negara Jakarta dengan pesawat tempur MiG-17F Fresco asal Skadron Udara 11, namun permintaan tersebut ditolak oleh Presiden Soekarno.
Namun akhirnya pada tanggal 19 Januari 1962, Suryadarma 'dipaksa' mengundurkan diri dari jabatannya sebagai KSAU sebagai ekses dari peristiwa pertempuran Laut Aru yang menewaskan Komodor (L) Yos Sudarso. Hal ini pula yang mengakhiri karier gemilangnya selama kurang lebih 16 tahun memimpin AURI. Pengorbanan batin KSAU Suryadarma di masa itu adalah wujud nyata sikap tertinggi dalam disiplin prajurit, yaitu loyalitas bagi bangsa dan negara.
Sebagai bentuk penghargaan, Soekarno kemudian menunjuknya sebagai Menteri Penasehat Presiden, dan pada 1965 menjadi Menpostel. Untuk menghormati jasa-jasanya, TNI-AU mengabadikan namanya untuk landasan udara AURI di Kalijati, Subang, Jawa Barat. Sebuah perguruan tinggi milik TNI-AU di kawasan Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, juga menggunakan namanya (Universitas Suryadarma). Sayang, pahlawan dirgantara itu seolah dilupakan jasa-jasanya oleh pemerintahan RI yang ikut didirikannya.
Menginjak usia 63 tahun, kesehatannya mulai menurun karena terkena komplikasi liver. Setelah sempat dirawat selama satu minggu di RS Husada, Jakarta, Suryadharma akhirnya mengembuskan napas terakhir pada Sabtu, 16 Agustus pukul 05.45 WIB. Jenazahnya disemayamkan di rumah duka, lalu di Markas Besar TNI AU. Dimakamkan secara militer, ia dikebumikan pada 17 Agustus pukul 13.00 WIB di Pemakaman Umum Karet, bukan di Taman Makam Pahlawan kalibata.
Banyak pihak yang menyayangkan hal ini. Suryadharma dinilai banyak memberikan jasa untuk bangsa ini terutama di dunia kedirgantaraan, namun jasanya dan jasadnya seolah dilupakan. Meski demikian, julukan 'Gatotkaca Indonesia' hingga kini sering disematkan kepada dirinya.