Sosok Aipda Wibowo Hasyim, Polisi Laporkan Guru Honorer Supriyani Atas Tuduhan Menganiaya Anaknya
Aipda Wibowo ternyata memiliki jabatan penting di Kepolisian Sektor Baito.
Nama Aipda Wibowo Hasyim menjadi sorotan publik usai melaporkan seorang guru honorer Sekolah Dasar Negeri (SDN) 4 Baito bernama Supriyani. Aipda Wibowo ternyata memiliki jabatan penting di Kepolisian Sektor Baito.
Netizen banyak bertanya sosok Aipda Wibowo Hasyim yang dianggap tega memidanakan seorang guru honorer Supriyani atas tuduhan penganiayaan. Aipda Wibowo Hasyim saat ini menjabat sebagai Kepala Unit Intelejen dan Keamanan (Intelkam) Polsek Baito.
- Tertekan, Guru Honorer Supriyani Cabut Surat Perdamaian dengan Keluarga Polisi
- Eksepsi Guru Supriyani Ditolak, Sidang Dugaan Penganiayaan Siswa Anak Polisi Tetap Lanjut
- Terungkap, Ini Alasan Polisi Tak Tahan Guru Honorer Supriyani
- Deretan Kejanggalan Kasus Guru Honorer Dituduh Aniaya Anak Polisi, Berujung Supriyani Dibui
Aipda Wibowo angkat bicara terkait laporannya terhadap Supriyani. Kepada wartawan, Aipda Wibowo mengaku sudah beberapa kali dilakukan mediasi, namun selalu tidak menemui titik temu.
"Dari awal sudah dilakukan beberapa kali mediasi. Akan tetapi yang bersangkutan dia (Supriyani) tidak mengakui melakukan (penganiayaan terhadap anaknya). Sehingga kami bersepakat dengan istri untuk mencari keadilan," tuturnya.
Wibowo mengaku melaporkan Supriyani dengan kasus penganiayaan. Terkait narasi dirinya meminta uang damai sebesar Rp50 juta, Wibowo membantahnya.
"Kalau terkait permintaan uang besarannya seperti itu (Rp50 juta) tidak pernah kami meminta. Sekali lagi saya menyampaikan tidak pernah meminta," tegasnya.
Ia menjelaskan kronologi upaya mediasi antara dirinya dengan Supriyani. Mediasi pertama, saat Supriyani datang bersama Kepala SDN 4 Baito ke rumah.
"Pertama kali tersangka ini datang bersama kepala sekolah mengakui akan perbuatannya. Kami sampaikan bahwa beri kami waktu untuk mendiskusikan ini bersama istri saya," tuturnya.
Selanjutnya, kembali dilakukan mediasi. Tapi kali ini difasilitasi oleh kepala desa.
"Saat mediasi kedua yang didampingi kepala desa, jawaban masih sama. Mediasi kedua itu dilakukan di rumah," kata dia.
Selanjutnya, Supriyani dan suaminya datang sendiri ke rumahnya. Tapi kembali, tidak menemui titik temu penyelesaian masalah tersebut.
"Mereka datang sendiri itu kurang lebih dua kali. Selepas itu kami ketemu di Polsek," ungkapnya.
Sebelumnya diberitakan, Kuasa hukum Supriyani dari LBH Himpunan Advokat Muda Indonesia (HAMI) Andre Darmawan melihat banyak kejanggalan dari dakwaan JPU Kejari Konawe Selatan. Andre memaparkan kejanggalan yang ditemukan diantaranya bekas luka pada korban.
"Dia mengatakan dipukul pakai sapu satu kali. Ini bukan kami yang bilang, tapi ini ada didakwaan jaksa," ujarnya kepada wartawan.
Hanya saja, saat dicocokan ternyata ada kejanggalan atas luka yang dialami korban. Andre mengungkapkan keterangan dari Siti Nuraiyah yang mengaku melihat luka tersebut bukan akibat dipukul.
"Dia katanya melihat langsung luka itu secara spontan. Dia mengatakan bahwa bukan anu (luka) tapi melepuh, bukan dipukul," sebutnya.
Kejanggalan lainnya, yakni korban merupakan murid kelas I A. Sementara, Supriyani merupakan guru yang mengajar di kelas I B.
"Kalau dakwaaan jaksa mengatakan bahwa ini Ibu Supriyani ini masuk memukul jam 10.00 di ruangan Ibu Lilis. Ibu Lilis kan mengajar di kelas 1 A, sementara Ibu supriani ini 1 B," tuturnya.
Berdasarkan dari keterangan Lilis tersebut, pada pukul 10.00 Wita, seluruh kegiatan belajar mengajar di kelas I A sudah selesai. Ia memastikan seluruh siswa kelas I A sudah tidak ada di dalam kelas.
"Keterangan dari ibu Lilis bahwa jam 10.00 Wita itu anak-anak sudah tidak tidak ada di ruangan, sudah pulang semua, karena memang selama ini jadwal pulangnya jam 10.00 Wita dan posisinya ibu Supriyani juga begitu anak-anak kelasnya juga sudah pulang," ungkapnya.
"Seperti biasa kegiatan guru setiap jam 10.00 itu seperti Ibu Lilis dan Supriyani membersihkan ruangan dan mengatur meja. Jadi ini tidak sesuai dan tidak sinkron ceritanya," imbuhnya.
Dengan fakta tersebut, Andre menilai pemukulan dilakukan Supriyani terhadap korban bertentangan.
"Kalau dikatakan Ibu Supriyani ini masuk jam 10.00 Wita melakukan pemukulan, yang dipukul siapa. Ini kan bertentangan dengan keterangan dari wali kelasnya, sementara anak-anak (pada pukul 10.00 Wita) sudah tidak ada di dalam kelas," tuturnya.
Selain itu, keterangan saksi yang masih di bawah umur. Andre menyebut ada dua saksi yang masih di bawah umur.
"Makanya ini kita harus hati-hati, karena keterangan anak itu diberikan di bawah sumpah. Keterangan itu tidak bisa dianggap sebagai keterangan saksi, walaupun itu hanya sebagai bentuk informasi saja," tuturnya.
Andre menegaskan akan memaparkan kejanggalan dakwaan terhadap Supriyani saat sidang di Pengadilan Negeri (PN) Andoolo pada Kamis (24/10) besok.
"Makanya saya bilang, kita harus lihat alat bukti lain seperti hasil visumnya seperti apa, keterangannya saksi yang lain seperti apa, apakah mendukung daripada dakwaan JPU. Kami melihat ini banyak kejanggalan dan ini nanti di persidangan akan kita buktikan," tegasnya.
Terkait Restorative Justice, Andre mengaku hal itu seharusnya dilakukan sejak awal. Meski sempat ada mediasi, tetapi adanya permintaan uang Rp50 juta memberatkan Supriyani yang hanya seorang guru honorer dan bergaji Rp300 ribu per bulan.
"Damai kan seharusnya dari awal perkara. Ini seharusnya tidak perlu lanjut sampai sekarang dan heboh seperti ini karena harusnya bisa didamaikan di awal," tuturnya.
Sementara Supriyani mengaku bersyukur penangguhan penahannya disetujui. Ia menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang membantu dan mendukungnya menghadapi kasus dihadapi.
"Alhamdulillah senang, karena sudah banyak yang membantu sehingga bisa bebas ini," sebutnya.
Supriyani pun membantah telah melakukan penganiayaan terhadap anak Aipda Wibowo Hasyim. Ia pun menjelaskan terkait permintaan uang damai sebesar Rp50 juta.
"Itu tidak benar (menganiaya siswa). Yang bilang itu (permintaan uang damai Rp50 juta) bukan dari orang tua korban, tapi Pak (Kepala) desa," bebernya.
Supriyani juga mengaku tidak mengajar di kelas korban, sehingga tidak pernah bertemu dengan korban. Ia menyebut mengajar di kelas I B.
"Saya mengajar di kelas 1 B, sedangkan korban ada di kelas 1 A. Enggak pernah ketemu dan tidak pernah melakukan penganiayaan," kata dia.
Ia juga membantah mengakui telah melakukan pemukulan terhadap korban. Ia menyebut, datang kepada orang tua korban karena ingin meminta maaf selama mengajar.
"Dua kali disuruh mengaku. Pak Jefri (penyidik Polsek Baito) yang suruh mengaku," tuturnya.
"Iya (ditetapkan tersangka setelah dipaksa mengaku). Saya sebenarnya bukan mengaku kesalahan, tapi meminta maaf siapa tahu ada kekurangan selama mengajar di SDN 4 Baito," imbuhnya.
Reporter: Ihwan Fajar