Sri Sultan tertibkan warga di pesisir pantai selatan
Penertiban itu untuk dilakukan lantaran aktivitas warga di pesisir pantai banyak yang taat aturan.
Sri Sultan Hamengkubuwono X melalui Pemkab Gunung Kidul menertibkan areal sempadan atau batas di pantai selatan, yang masuk dalam tanah milik keraton. Hal ini tertuang dalam kerja sama antara pihak keraton yang diwakili KGBH Hadiwinoto dengan Pemkab Gunung Kidul, dan disaksikan Sultan sendiri, Selasa (21/6).
"Penertiban yang dimaksud adalah baik berupa fisik maupun administratif," ujar Sultan dalam pidato saat pembukaan acara di alun-alun kabupaten.
Penertiban yang bersifat administratif mencakup mendata tanah kasultanan (Sultan Ground), memverifikasi kekancingan (izin tanah), memproses serta mengajukan permohonan kekancingan, bahkan membatalkan surat kekancingan yang sudah dimiliki warga.
Adapun penertiban yang bersifat fisik meliputi pemberian penjelasan sosialisisi kepada warga yang menempati tanah kasultanan. Sosialisasi itu baik secara tertulis maupun lisan melalui musyawarah. Penertiban fisik juga berarti melakukan pembongkaran secara paksa yang dilakukan satpol PP, Polri dan TNI. Pemkab juga dituntut melaporkan secara hukum atas penguasaan atas tanah kasultanan tanpa izin.
Sementara itu Bupati Gunung Kidul, Badingah, mengimbau agar masyarakat tidak panik atas pelaksanaan kerja sama ini. Masyarakat yang menggunakan sultan ground hanya akan diperiksa ulang perizinan. Jika ada yang tidak memiliki izin, maka pihaknya akan mengusulkan permohonan penggunaan sultan ground pada panitikismo.
"Jangan takut, adanya kerja sama ini tidak serta merta bahwa masyarakat tidak boleh menyambung hidup di atas sultan ground. Kita akan data dan mengusulkan penggunakaan SG jika masyarakat memang membutuhkan. Tapi yang menentukan izinnya itu panitikismo," ujar Badingah.
Dalam perjanjian kerja sama tersebut, disebutkan bahwa segala sumber dana operasional menggunakan dana keistimewaan dan APBD DIY. Perjanjian akan berlangsung selama 5 tahun.
Kabupaten Gunung Kidul merupakan daerah pertama yang diajak kerja sama oleh Kraton Yogyakarta dalam mengatur Sultan dan Pakualam ground. Kebijakan kerja sama ini nantinya juga akan diterapkan di kabupaten Sleman, Bantul, Kulon Progo, dan Kota Yogyakarta.
Penertiban kawasan pantai selatan ini tidak lepas dari terjadinya gelombang tinggi beberapa waktu lalu menyebabkan banyak bangunan di sepanjang pesisir selatan rusak, tak terkecuali di pantai yang masuk dalam wilayah Gunung Kidul.
Sedikit banyak, hal ini disebabkan warga yang tak mengindahkan zona aman dari bibir pantai. Sultan pun telah meminta warga yang berada di sempadan pantai untuk menjauh ke lokasi aman.
Beberapa waktu lalu, Wakil Bupati Gunung Kidul Immawan Wahyudi juga mengatakan seluruh bangunan yang berada di kawasan sempadan pantai yang sudah ambruk karena gelombang tinggi, tidak boleh didirikan kembali.
"Penataan ini didasarkan atas beberapa hal di antaranya, keamanan dan keselamatan yang artinya kawasan sempadan pantai itu seharusnya dilarang berdiri bangunan sesuai undang-undang dan Peraturan Daerah Gunung Kidul nomor 6 Tahun 2011 tentang RTRW, salah satu poinnya kawasan 100 meter merupakan kawasan sempadan pantai merupakan kawasan lindung," kata Immawan. Demikian tulis Antara.
Jika mengacu Peraturan Daerah (Perda) DIY Nomor 16 Tahun 2011 tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau Pulau Kecil, area sempadan pantai yang berjarak 200 meter dari bibir pantai harus bebas dari bangunan maupun aktivitas permanen dari masyarakat.