Status Gunung Agung naik jadi waspada
Status Gunung Agung naik jadi waspada. Aktivitas Gunung Agung selesai pada tanggal 27 Januari 1964 dan menyisakan kawah dengan diameter 500 meter dan kedalaman hingga 200 meter.
Sejarah mencatat sesuai data Badan Geologi bahwa Gunung Agung terakhir meletus pada 12 Maret 1963 yang berskala VEI 5 dengan tinggi kolom erupsi setinggi 8-10 kilometer di atas puncak Gunung Agung. Ledakan itu disertai aliran piroklastik yang menghancurkan beberapa desa di sekitar.
VEI merupakan skala pengukuran relatif letusan gunung. Gunung Agung dengan VEI 5 dideskripsikan mengalami erupsi sangat besar.
Saat itu letusan gunung tertinggi di Bali ini menewaskan sekitar 1.100 jiwa, yang sebagian terkena aliran lahar. Aktivitas Gunung Agung selesai pada tanggal 27 Januari 1964 dan menyisakan kawah dengan diameter 500 meter dan kedalaman hingga 200 meter.
Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho mengatakan adanya peningkatan aktivitas vulkanik Gunung Agung di Kabupaten Karangasem, Bali berdasarkan analisis data visual, instrumental dan mempertimbangkan potensi ancaman bahayanya.
"Dari data itu maka PVMBG Badan Geologi menaikkan status Gunung Agung dari Level (Normal) ke Level II (Waspada) terhitung mulai Kamis (14/9) pukul 14.00 WITA," ungkapnya, Jumat (15/9).
Lanjutnya, bahwa rekomendasi yang dikeluarkan oleh Badan Geologi antara lain masyarakat di sekitar gunung dan pengunjung agar tidak beraktivitas di dalam area kawah dan seluruh area di dalam radius 3 km dari kawah gunung atau pada elevasi 1500 meter dari permukaan laut. BNPB telah berkoordinasi dengan BPBD Provinsi Bali dan BPBD Kabupaten Karangasem terkait peningkatan status Waspada Gunung Agung. Sosialisasi akan dilakukan kepada masyarakat agar mematuhi rekomendasi.
"Rencana kontinjensi akan segera disusun untuk merencanakan segala kemungkinan jika adanya peningkatan status gunung api lebih lanjut," imbuhnya.
Seperti diketahui bahwa Pos Pengamatan Gunungapi yang berlokasi di Desa Rendang, Kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem, Bali merekam 7 kali gempa Vulkanik Dalam (VA) dengan amplitudo 2 - 6 mm, lama gempa 12 - 23 detik. 4 kali gempa Vulkanik Dangkal (VB) dengan amplitudo 3 - 6 mm dan lama gempa 7 - 13 detik. 1 kali gempa Tektonik Lokal (TL) dengan amplitudo 6 mm, S-P 4.8 detik dan lama gempa 37 detik pada Rabu (13/9) lalu.
Pada indikator gempa Vulkanik Dalam (VA) mengindikasikan proses peretakan batuan di dalam tubuh gunungapi yang diakibatkan oleh tekanan fluida magmatik dari kedalaman mulai terekam meningkat jumlahnya secara konsisten sejak 10 Agustus 2017 dengan amplituda kegempaan vulkanik berkisar antara 3 mm sampai 10 mm.
Jika dilihat pada sejarah erupsi, kata Sutopo, potensi ancaman berupa bahaya berupa jatuhan piroklastik, aliran piroklastik, dan aliran lava. Maka daerah yang berpotensi terancam jatuhan piroklastik dapat tersebar di sekeliling Gunung Agung tergantung pada arah angin.
"Dilihat dari kondisi aktivitas seperti saat ini, apabila terjadi letusan, potensi bahaya diperkirakan masih berada di area tubuh Gunung Agung yang berada di lereng Utara, Tenggara, dan Selatan gunung," jelasnya.
Sementara itu, ancaman bahaya secara langsung berada di daerah utara gunung, seperti di daerah aliran sungai Tukad Tulamben, Tukad Daya, Tukad Celagi yang berhulu di area bukaan kawah, Sungai Tukad Bumbung di Tenggara, Pati, Tukad Panglan, dan Tukad Jabah di Selatan Gunung Agung berpotensi terhadap bahaya aliran piroklastik dan lahar. Jika erupsi efusif berupa aliran lava Gunung Agung.
"Masyarakat kami himbau untuk tetap tenang dan tidak terpancing pada hal-hal yang menyesatkan. Letusan gunung bersifat slow on set. Artinya tidak seketika meletus, namun selalu mengeluarkan tanda-tanda peningkatan aktivitas vulkanik," pungkasnya.