Survei SMRC: Masyarakat ingin Jokowi tegas tolak revisi UU KPK
26,4 Persen warga menilai revisi UU KPK merupakan bagian dari pelemahan lembaga antirasuah.
Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) masih belum mencapai kata sepakat untuk melakukan perubahan pada Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Berdasarkan data survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), masyarakat mengapresiasi keputusan Presiden Joko Widodo menunda revisi tersebut.
Direktur Eksekutif SMRC Jayadi Hanan mengatakan, langkah tersbut mendapatkan dukungan dari 61,3 persen. Sedangkan, 24,9 persen lainnya menolak penundaan dan menilai hal tersebut tidak tepat. Tetapi, 46 persen meminta Jokowi menolak perubahan UU? KPK, sementara 38 persen menjawab tidak tahu.
"Yang menolak penundaan ini menginginkan Jokowi lebih tegas yaitu menolak revisi UU KPK. Bukan hanya menunda," katanya di kantornya, Jakarta, Minggu (17/4).
Data lain menyebutkan, 26,4 persen warga menilai revisi UU KPK merupakan bagian dari pelemahan lembaga antirasuah. Hanya 21,4 persen yang menyebut revisi itu sebagai penguatan lembaga antikorupsi dan mayoritas masyarakat menilai tidak tahu revisi tersebut melemahkan atau menguatkan KPK.
"83 persen masyarakat yang tahu revisi UU KPK ini menolak atau tidak setuju dengan pembatasan kewenangan KPK untuk melakukan penyadapan. Sementara 86 persen masyarakat tidak setuju dengan rencana penghapusan kewenangan KPK melakukan penuntutan," pungkas Jayadi.
Survei evaluasi atas kinerja Jokowi di kuartal pertama 2016 oleh SMRC dilakukan metode multistage random sampling terhadap 988 responden yang teranalisis pada 22 - 30 Maret 2016. Tingkat kepercayaan survei 95 persen dengan margin of error 3,2 persen.