Survei Top of Mind Indikator: Jokowi 39,9 persen, Prabowo 12,1 persen
Kemudian saat survei dilakukan simulasi semi terbuka dengan nama-nama yang diberikan, posisi perolehan elektabilitas hampir tak ada perubahan. Ada kenaikan, tapi tak signifikan. Seperti Jokowi, mendapatkan elektabilitas sebesar 51,9 persen, diikuti Prabowo 19,2 persen.
Indikator Politik Indonesia juga melakukan survei top of mind untuk melihat calon presiden potensial pilihan masyarakat. Hasilnya, nama Joko Widodo menempati urutan pertama dengan perolehan elektabilitas 39,9 persen.
Posisi berikutnya diikuti penantang abadi Jokowi yakni Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto dengan elektabilitas 12,1 persen, serta Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan 0,9 persen.
-
Siapa yang menjadi Presiden dan Wakil Presiden di Pilpres 2019? Berdasarkan rekapitulasi KPU, hasil Pilpres 2019 menunjukkan bahwa pasangan calon 01, Joko Widodo-Ma'ruf Amin, meraih 85.607.362 suara atau 55,50%, sementara pasangan calon 02, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, meraih 68.650.239 suara atau 44,50%.
-
Dimana Prabowo Subianto kalah dalam Pilpres 2019? Namun sayang, Ia kalah dari pasangan Jokowi-Ma'aruf Amin.
-
Bagaimana tanggapan Prabowo atas Jokowi yang memenangkan Pilpres 2014 dan 2019? Prabowo memuji Jokowi sebagai orang yang dua kali mengalahkan dirinya di Pilpres 2014 dan 2019. Ia mengaku tidak masalah karena menghormati siapapun yang menerima mandat rakyat.
-
Apa yang dibicarakan Prabowo dan Jokowi? Saat itu, mereka berdua membahas tentang masa depan bangsa demi mewujudkan Indonesia emas pada tahun 2045.
-
Kapan pelantikan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka sebagai Presiden dan Wakil Presiden? Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka akan dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI periode 2024-2029 pada 20 Oktober mendatang.
-
Siapa saja yang ikut dalam Pilpres 2019? Peserta Pilpres 2019 adalah Joko Widodo dan Prabowo Subianto.
Lalu ada nama TGB Zainul Majdi, dan mantan Panglima TNI Jenderal (purn) Gatot Nurmantyo yang ramai dibicarakan di media, juga Ketum Perindo Hary Tanoesoedibjo, masing-masing memiliki elektabilitas sebesar 0.7 persen. Lalu ada nama Agus Harimurti Yudhoyono, juga Susilo Bambang Yudhoyono, di bawahnya dengan elektabilitas 0.6 persen.
Saat survei dilakukan simulasi semi terbuka dengan nama-nama yang diberikan, posisi perolehan elektabilitas hampir tak ada perubahan. Ada kenaikan, tapi tak signifikan. Seperti Jokowi, mendapatkan elektabilitas sebesar 51,9 persen, diikuti Prabowo 19,2 persen, Anies Baswedan 2,2 persen, AHY 2,0 persen, dan Gatot Nurmantyo 1,7 persen.
"Anies, AHY, Gatot, selisihnya tidak signifikan, tapi antara Jokowi dengan Prabowo signifikan, Prabowo dengan yang lain signifikan," ujar Direktur Eksekutif Indikator Burhanuddin Muhtadi, di kantornya, Cikini, Jakarta Pusat, Kamis (3/5).
Survei nasional Indikator mengambil 1.200 responden yang mempunyai hak pilih dalam pemilu secara acak dengan metode multistage random sampling. Wawancara dilakukan dengan tatap muka langsung dan dilakukan quality control 20 persen dari semua sampel.
Survei dilaksanakan pada 25-31 Maret 2018, serta dilengkapi dengan data survei pada bulan Februari sebelumnya, yang memiliki responden 2020. Survei bulan Maret memiliki margin of error sebesar kurang lebih 2.9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen. Survei bulan Februari memiliki margin of error kurang lebih 2.2 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen. Survei juga ditambahkan survei opini publik dilakukan di Jawa Barat pada 5-13 Maret, dan Jawa Tengah pada 12-21 Maret. Survei opini publik menggunakan 800 responden dengan margin of error 3.5 persen.
Baca juga:
PKS sebut tak ada nama Anies, Gatot atau TGB untuk jadi cawapres Prabowo
Bawaslu belum bisa tindak kasus intimidasi di CFD: Bisa gunakan KUHP
Survei Indikator: AHY paling cocok jadi cawapres Jokowi, Anies cawapres Prabowo
Keinginan internal Golkar agar Airlangga jadi Cawapres Jokowi cukup kuat
Soal JK jadi cawapres Jokowi lagi, Golkar tunggu uji materi UU Pemilu
Bertemu Rizal Ramli, Ketua MPR bahas pilkada hingga pilpres
Polri minta seluruh kota di Indonesia larang kegiatan politik di arena CFD