Tak mau ikuti jejak Soekarno, Mega pilih tinggal di rumah dinas
Megawati memiliki rumah dinas di Jl Teuku Umar, Menteng, Jakarta Pusat yang kini sudah jadi hak miliknya.
Megawati Soekarnoputri bersama empat saudaranya, Guntur, Rachmawati, Sukmawati, dan Guruh menghabiskan masa kanak-kanak mereka di Istana Negara. Oleh Presiden Soekarno, kelima putra-putri dari pernikahannya dengan Fatmawati tersebut bahkan disekolahkan di dalam istana.
Dalam buku 'Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia', Cindy Adams menuliskan, saat Bung Karno menikah lagi dengan Hartini, dan memboyongnya ke Istana Negara, Fatmawati memilih meninggalkan kediaman resmi presiden. Fatmawati juga membawa kelima anak-anaknya.
"Dua hari setelah kelahiran Guruh Soekarnoputra, Soekarno mendatangi Fatmawati dan meminta izin untuk menikah lagi dan tetap menjadikan Fatmawati sebagai Ibu Negara. Fatmawati pun merestui Soekarno untuk menikah lagi. Meskipun demikian, Fatmawati membawa semua anak-anaknya keluar dari Istana Negara."
Sejarah pun kembali terulang, saat Megawati Soekarnoputri menjabat presiden kelima Indonesia, ia memilih untuk tidak tinggal di Istana Negara yang berada satu kompleks dengan Istana Merdeka.
Dalam situsnya, Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia menuliskan Megawati memilih tidak tinggal di Istana.
"Megawati juga memilih untuk tidak tinggal di Istana Merdeka. Sekalipun demikian Ibu Mega menggunakan Istana Negara sebagai kantornya."
Megawati memiliki rumah dinas di Jl Teuku Umar, Menteng, Jakarta Pusat. Di rumah yang kini sudah diberikan negara kepadanya itu, Megawati sering menginap.
Meski tidak menginap di Istana, Megawati dikenal sangat memperhatikan estetika Istana. Seperti dikutip dari situs Setneg, Presiden Megawati bahkan mengangkat staf khusus Kris Danubrata yang ditugasi melakukan penataan ulang interior Istana-Istana Presiden Republik Indonesia.
Hal pertama yang dilakukannya adalah melepaskan semua ukiran-ukiran Jepara dari interior Istana Merdeka dan Istana Negara kecuali Ruang Jepara yang sengaja dilestarikan sebagai bagian sejarah kepemimpinan Presiden Soeharto. Hal itu dilakukan untuk mengembalikan nuansa asli klasik Eropa pada Istana Merdeka.