Tak sekolah, bocah ini malah curi motor dan simpan di tambang pasir
Pelaku tidak ditahan dan langsung dikembalikan kepada orang tuanya.
Kepolisian Resor Boyolali, Jawa Tengah meminta keterangan seorang anak di bawah umur yang terlibat pencurian sepeda motor. Kepala Polres Boyolali AKBP M Agung Suyono melalui Kasat Reskrim AKP Muhamad Kariri mengatakan, anak yang terlibat kasus hukum tersebut bernama Pt (11).
Setelah diminta keterangannya, dia kemudian dikembalikan ke orang tuanya. Kariri mengatakan anak tersebut mengakui telah mengambil sepeda motor AD 4847 YD milik korban Rifan Hidayat (35) warga Dukuh Bukuning RT 002/RW 003, Kiringan, Kecamatan Kota Boyolali.
Korban yang membawa sepeda motornya ke ladang tanaman jagung, atau tidak jauh dari kampungnya. Korban kaget setelah hendak pulang dari ladang sepeda motornya yang di parkir pinggiran jalan tidak ada di tempat dan melaporkan kejadian itu ke polisi.
Namun, polisi kemudian berhasil mengungkap kasus tersebut, dan mengamankan pelakunya yang ternyata anak masih di bawah umur.
"Kami minta keterangan pelaku yang masih anak-anak itu. Namun, dia kemudian dikembalikan kepada orang tua sambil menunggu penyelesaian perkara lebih lanjut," kata Kariri seperti dilansir dari Antara, Selasa (6/9).
Menurut Kariri, anak tersebut dengan polos mengaku mengambil sepeda motor tersebut karena ingin mempunyai motor sendiri. Padahal, di rumahnya ada dua unit sepeda motor, tetapi karena dia masih anak-anak dilarang mengendarai oleh orang tuanya.
Anak tersebut selama mengambil sepeda motor milik korban dengan disimpan di lokasi penambangan galian C di Kota Boyolali. Motor nopolnya tidak dilepas. Anak ini, memang sudah tidak bersekolah, dan hanya sampai kelas empat SD saja.
Menurut Kariri, kasus yang melibatkan anak di bawah umur tersebut akan diselesaikan secara diversi sesuai sistem peradilan pidana anak (SPPA). Pelaku tidak ditahan dan langsung dikembalikan kepada orang tuanya.
"Diversi ini adalah pengalihan penyelesaian perkara anak dari peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana," katanya.
Oleh karena itu, kata dia, penyelesaian perkara, penyidik akan mempertemukan pihak pengadilan, kejaksaan, Balai Pemasyarakatan (Bapas), termasuk korban.
Proses diversi ini, diatur dalam Undang Undang SPPA dengan syarat ancaman hukuman tidak sama dengan tindak pidana biasa maksimal tujuh tahun. Hukuman lebih ringan karena pelaku anak-anak di bawah umur.