Tanggapan Kemenkes Soal 20 Persen Warga Tolak Vaksinasi Covid-19
Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kemenkes sekaligus Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung, dr Siti Nadia Tarmizi memandang adanya keraguan masyarakat untuk menerima vaksin dampak dari tersebarnya informasi yang tidak benar.
Berdasarkan hasil survei secara online yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) terkait kepercayaan masyarakat terhadap program vaksinasi Covid-19, masih ada 20 persen warga tak mau divaksinasi. Keengganan masyarakat untuk menerima vaksin Covid-19 pun memiliki beragam alasan, mulai dari takut akan efek sampingnya dan tak percaya dengan efektivitas vaksin tersebut.
Merespon data tersebut, Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kemenkes sekaligus Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung, dr Siti Nadia Tarmizi memandang adanya keraguan masyarakat untuk menerima vaksin dampak dari tersebarnya informasi yang tidak benar.
-
Apa yang menjadi tanda awal mula pandemi Covid-19 di Indonesia? Pada tanggal 2 Maret 2020, Indonesia melaporkan kasus pertama virus Covid-19, menandai awal dari pandemi yang memengaruhi seluruh masyarakat.
-
Kapan virus corona ditemukan? Virus virus adalah sekelompok virus yang meliputi SARS-CoV (virus korona sindrom pernafasan akut parah), MERS-CoV (sindrom pernapasan Timur Tengah coronavirus) dan SARS-CoV-2, yang menyebabkan Covid-19.
-
Apa yang terjadi pada kasus Covid-19 di Jakarta menjelang Nataru? Kasus Covid-19 meningkat di Ibu Kota menjelang Natal 2023 dan Tahun Baru 2024.
-
Kapan kasus Covid-19 pertama di Indonesia diumumkan? Presiden Jokowi mengumumkan hal ini pada 2 Maret 2020, sebagai kasus Covid-19 pertama di Indonesia.
-
Bagaimana virus Covid-19 pertama kali masuk ke Indonesia? Kasus ini terungkap setelah NT melakukan kontak dekat dengan warga negara Jepang yang juga positif Covid-19 saat diperiksa di Malaysia pada malam Valentine, 14 Februari 2020.
-
Kapan peningkatan kasus Covid-19 terjadi di Jakarta? Adapun kasus positif Covid-19 pada 27 November sampai 3 Desember mengalami kenaikan sebanyak 30 persen dibanding pekan sebelumnya, yaitu pada 20-26 November.
"Iya ini masyarakat yang masih ragu-ragu yaa karena mungkin juga banyak berita atau informasi yang tidak benar atau hoaks," kata Nadia saat dihubungi merdeka.com, Senin (2/8).
Walaupun begitu, Nadia tetap optimis untuk terus mengajak dan mengedukasi melalui tokoh-tokoh agama maupun masyarakat untuk mengikuti vaksinasi yang akan memberikan dorongan kepada masyarakat sekitarnya
"Upayanya tentunya terus edukasi yaa melalui tokoh-tokoh agama dan masyarakat kemudian juga kalau semakin banyak yang di vaksin akan mendorong yang tentunya saat in belum divaksin," ujarnya.
Sementara terkait keraguan atas efek samping vaksin Covid-19, Nadia menjelaskan bahwa vaksin tersebut yang diberikan kepada masyarakat aman dan bermanfaat untuk pencegahan penyebaran Covid-19.
Adapun, Nadia menanggapi jika ada informasi masyarakat yang meninggal dunia setelah divaksin hal tersebut belum terbukti, apakah disebabkan oleh vaksin atau tidak.
"Iya, tapi ini hanya beberapa kasus yang kurang dari 50 kasus diantara 68 juta dosis yg sudah kita suntikan. Artinya manfaat dan perlindungannya masih sangat besar," ucapnya.
Sementara terkait update vaksinasi, Nadia memastikan bahwa sampai saat ini masih cukup. Adapun bila terjadi kekurangan di beberapa daerah, karena pasokan yang terlambat pengirimannya.
"Cukup hanya, kemarin terlambat untuk distribusi. Karena pasokan dari bio farma yang terbatas," katanya.
Dihubungi secara terpisah, Dewan Pakar Ikatan Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Hermawan Saputra menyarankan kepada pemerintah lebih fokus mengajak para tokoh agama dan masyarakat lokal untuk mengikuti vaksin, ketimbang menggencarkan melalui influencer nasional.
"Cara pemerintah berkampanye kurang sistematis, seharusnya yang dilakukan itu menggunakan local influencer menggunakan tokoh agama, atau tokoh masyarakat terdekat. Karena rupanya cara kampanye kita itu masih sporadis dengan menggunakan influencer nasional tanpa secara sistematis melibatkan influencer lokal," bebernya.
Hermawan menilai penggunaan tokoh agama atau masyarakat lokal lebih efektif, karena kedekatan hubungan mereka kepada masyarakat yang terjalin lebih kuat. Sehingga hal itu juga bisa meluruskan bilamana ada informasi yang menyimpang.
"Karena para tokoh lokal itulah yang berikan pemahaman bahwa tidak benar orang meninggal karena vaksin. Boleh jadi, meninggal karena faktor lain, kalaupun meninggal boleh jadi karena bukan divaksinnya tetapi memang sebelum divaksin sudah alami (penyakit) pemberatan," ujarnya.
Oleh sebab itu, Hermawan menerangkan bahwa fungsi dari vaksin bukanlah sebagai obat dari Covid-19. Akan tetapi berguna untuk mencegah ataupun jika terpapar dampak yang diberikan lebih kecil, ketimbang belum menerima vaksin.
"Karena vaksin bukan obat, malah orang yang sudah bergejala atau terpapar malah mencari vaksin untuk menyembuhkan itulah yang harus jadi bagian edukasi yang disampaikan di tengah masyarakat," imbaunya
"Maka penting orang itu menyiapkan diri dengan baik ketika divaksin, karena vaksin itu untuk orang sehat bukan orang sakit. Nah kita itu harus jaga kesehatan, ketika vaksin, sehingga hasil yang maksimal," lanjutnya.
Hasil Survei BPS
Badan Pusat Statistik (BPS) menggelar survei online terkait kepercayaan masyarakat terhadap program vaksinasi Covid-19. Hasilnya, 20 persen warga tak mau divaksinasi.
"Itu alasannya karena khawatir dengan efek samping atau tidak percaya kepada efektivitas vaksin, itu mencapai 20 persen dari responden yang belum melakukan vaksin," kata Kepala BPS, Margo Yuwono dalam sesi teleconference, Senin (2/8).
Margo menjelaskan, dari 20 persen orang yang tak percaya vaksin tersebut, sekitar 15,8 persen di antaranya tak mau divaksinasi karena takut efek samping. Sementara 4,2 persen lainnya tidak mau karena tidak percaya efektivitas vaksin.
"Ini adalah khusus responden yang belum melakukan vaksin. Kalau ditanya alasan kenapa belum melakukan vaksin, itu sebanyak 20 persen khawatir karena efek samping dan juga tidak percaya pada efektivitas vaksin," ungkapnya.
Menurut catatan BPS, sebanyak 80 persen orang yang belum melakukan vaksin Covid-19 pun alasannya bermacam-macam. Sebanyak 32,5 persen beralasan belum bisa divaksin akibat faktor kesehatan, ibu hamil, hingga sarana dan akses jalan menuju tempat penyuntikan yang sulit.
Sementara 26,3 persen lainnya kini masih mencari lokasi yang menyediakan kuota vaksinasi. Kemudian 21,2 persen mengaku sudah terjadwal mendapati vaksin Covid-19, tapi belum waktunya. Adapun survei BPS terhadap perilaku masyarakat selama pandemi Covid-19 ini digelar untuk 212.762 responden pada periode waktu 13-20 Juli 2021.
Dari jumlah tersebut, 55,2 persen responden merupakan perempuan, dan 44,8 persen pria. Jika dipilah secara area, mayoritas atau 71,3 persen responden berasal dari wilayah Jawa dan Bali, sedangkan 28,7 persen sisanya tinggal di luar Jawa dan Bali.
Baca juga:
Percepat Herd Immunity, Pemerintah Apresiasi Keaktifan Vaksinasi Covid-19 Hippindo
225 Ribu Vaksin Sinoparhm Disalurkan ke Enam Daerah
500 Anak Usia 12-17 Tahun di Solo akan Vaksinasi Covid-19
Pemprov DKI Percepat Vaksinasi Dosis Kedua
Seorang Mahasiswi di Aceh Mual dan Muntah-Muntah Usai Disuntik Vaksin Covid-19
Pemprov DKI Terus Tingkatkan Vaksinasi Covid-19