Tercemar limbah,warga Belu NTT diserang penyakit kulit & kelamin
Penyakit kulit itu sampai menyerang alat kelamin. Ada juga di sela-sela jari mereka keluar nanah.
Sejak beroperasinya pabrik tambang dan energi, PT Nusa Lontar Resource yang berada Dusun Aitameak Desa Ekin Sisifatuberal dan Lutarato, Kecamatan Lamaknen Selatan, Kabupaten Belu, NTT, ratusan warga mulai terjangkit penyakit kulit yang mengerikan.
Menurut Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), PT Nusa Lontar Resources mengantongi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi dari Bupati Belu tahun 2011 dengan No SK 74/HK/2011 dan memiliki luas konsensi lahan sebesar 967 KM2. Sayangnya lahan tersebut berada di area pemukiman warga di mana terletak di lerengan yang di bawahnya terdapat tiga kali yang biasa digunakan warga sebagai tempat mandi. Di duga, kali itu tercemar limbah pabrik tersebut.
Dugaan tercemarnya sungai yang disebut limbah mangan, limbah yang berasal dari pabrik pertambangan tersebut, membuat warga terserang penyakit kulit yang mengerikan. Penyakit kulit yang ditemukan adalah luka di pergelangan kaki, lutut, bibir bagian atas, telinga, kepala, buah dada, dan kulit perut. Menurut pengakuan warga, penyakit ini muncul sejak awal 2014.
"Penyakit kulit itu sampai menyerang alat kelamin. Ada juga di sela-sela jari mereka keluar nanah," ungkap Manager Kampanye Tambang dan Energi Walhi NTT, Melky Nahar saat dihubungi merdeka.com melalui telepon selulernya, Jumat (16/5).
Melky menjelaskan, bahwa Walhi NTT mencatat, sampai saat ini lebih dari 150-an warga yang terjangkit penyakit kulit tersebut, dan kemungkinan jumlah yang terjangkit bertambah. Hal ini karena kata Melky, sampai saat ini Walhi masih melakukan pendataan.
Berangkat dari permasalahan tersebut, Walhi NTT beranggapan PT Nusa Lontar Resources telah melanggar UU No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Pasal 134 ayat (2) UU No 4 Tahun 2009, tentang Minerba yang substansinya hampir sama yakni perusahaan dilarang melakukan aktivitas pertambangan di lokasi yang dilarang menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Di samping itu, Walhi beranggapan bahwa PT Nusa Lontar Resources pada rekonsiliasi IUP di Ditjen Minerba dinyatakan lulus Clean and Clear. Data itu menurut WALHI hanya hasil rekayasa karena fakta yang terjadi di lapangan, perusahaan beroperasi tepat di kawasan pemukiman warga.
Maka itu, Walhi mendesak, Pemerintah Kabupaten Belu untuk mengambil langkah cepat dengan mencabut IUP PT Nusa Lontar Resources.
Selain itu, Walhi juga meminta Dinas Kesehatan untuk secepatnya melakukan pengobatan kepada warga yang terkena penyakit kulit.
Terkait dengan warga yang mengidap penyakit tersebut, saat ini pihaknya masih berusaha untuk melakukan uji laboratorium guna memastikan apakah penyakit tersebut akibat limbah tambang atau tidak.