Terdakwa kasus pajak tak bisa menolak permintaan adik ipar Jokowi
Terdakwa kasus pajak tak bisa menolak permintaan adik ipar Jokowi. Dia mengaku tidak bisa menolak permintaan Arif Budi Sulistyo terkait pengurusan pajak PT EK Prima Ekspor Indonesia dengan total tunggakan pajak Rp 78 miliar.
Mantan Kasubdit bukti permulaan cukup Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Handang Soekarno dituntut 15 tahun penjara oleh jaksa penuntut umum KPK atas penerimaan uang suap. Handang pun membela dirinya dengan menyebut ada peran adik ipar Presiden Joko Widodo, Arif Budi Sulistyo, dalam perkaranya.
Dia mengaku tidak bisa menolak permintaan Arif Budi Sulistyo terkait pengurusan pajak PT EK Prima Ekspor Indonesia dengan total tunggakan pajak Rp 78 miliar.
"Kalau itu bukan atas rekomendasi dari adik iparnya presiden, saya tidak akan rekomendasi," kata Handang usai mendengar tuntutan jaksa penuntut umum di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (21/6).
Disebutkan bahwa Arif bertemu dengan Muhammad Haniv, Kakanwil Ditjen Pajak Jakarta Khusus. Pada pertemuan itu, Arif meminta Haniv agar bisa mempertemukannya dengan Dirjen Pajak, Ken Dwijugiasteadi. Permintaan itu kemudian diteruskan oleh Haniv kepada Handang.
Handang yang menjabat sebagai eselon III mengaku tidak bisa menolak permintaan tersebut mengingat jabatan eselon II Haniv. Handang pun mempertemukan Arif dengan Ken. Namun dia bersikeras pada pertemuan itu tidak membahas permasalahan pajak PT EK Prima Ekspor Indonesia.
"Saat pertemuan tidak bahas Pak Mohan," tukas Handang.
Diketahui, Handang telah menerima suap Rp 1,9 miliar dari Ramapanicker Rajamohanan Nair sebagai direktur country PT EK Prima Ekspor Indonesia. Dari penerimaan uang itu, Handang terlebih dahulu dijanjikan uang sebesar Rp 6 miliar dari total pajak PT EK Prima Ekspor Indonesia beserta dendanya sebesar Rp 52,3 miliar di tahun 2014.
Tuntutan jaksa penuntut umum KPK kepada Handang mengacu pada dakwaan pertama yang menyebut Handang telah melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.