Ternyata Ini Segudang Manfaat Pagar Laut Jika Fungsinya Tak Disalahgunakan
Setelah dilakukan pembongkaran hari ini, pemerintah juga mencabut 266 sertifikat berupa SHM dan HGB yang sempat diterbitkan dalam rentang tahun 2022-2023.

Kelanjutan proyek pagar laut di Tangerang tampaknya akan mereda beberapa saat. Setelah dilakukan pembongkaran hari ini, pemerintah juga mencabut 266 sertifikat berupa SHM dan HGB yang sempat diterbitkan dalam rentang tahun 2022-2023.
Keberadaan pagar laut sepanjang 30 km itu mulanya begitu misterius. Tak diketahui siapa dalangnya. Meski nelayan mengakui sempat melihat ada yang memasang. Sampai akhirnya terungkap dua perusahaan pemilik area terpagar di pantai utara Tangerang. Yakni PT Cahya Inti Sentosa dan PT Intan Agung Makmur.
- Menteri ATR: Semua Sertifikat SHGB dan SHM Pagar Laut Tangerang Dibatalkan
- Polisi Turun Tangan, Periksa Pihak Penerbit Sertifikat HGB dan SHM Pagar Laut
- Selidik Dalang Penerbitan SHM dan HGB Pagar Laut Tangerang, Juru Ukur hingga Penandatangan Diperiksa
- Menteri Kelautan dan Perikanan Curiga Pagar Laut untuk Bentuk Reklamasi Secara Alami
Belakangan, Menteri KKP Wahyu Trenggono mengakui pemagaran dilakukan untuk menjadikan proses reklamasi secara alami. Namun dia tidak merinci apa yang kemudian dilakukan jika area reklamasi sudah terbentuk.
"Artinya memang, ini kan dilakukan proses pemagaran itu tujuannya adalah agar tanahnya itu nanti naik. Semakin lama semakin naik. Jadi kalau ada ombak datang, begitu ombak surut dia ketahan, sedimentasinya ketahan. Boleh dibilang seperti reklamasi yang alami," kata Trenggono.
Apa Sebenarnya Fungsi Pagar Laut?
Direktur Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia (SIL UI) Prof. Supriatna mengatakan fungsi pembuatan pagar laut di pesisir laut dangkal sebenarnya untuk mengurangi abrasi daro gelombang laut. Dengan adanya pagar laut maka gelombang laut (ombak) dapat dicegah.
“Fungsi dari pembuatan pagar laut di pesisir laut dangkal akan mengurangi/ melindungi abrasi pantai dari ombak dan akan terjadi sedimentasi cepat karena terhalang oleh pagar laut tersebut,” katanya, Rabu (22/1).
Fungsi lainnya adalah untuk meredam arus laut yang mulanya sejajar pantai maka dengan adanya pagar laut akan berubah. Sehingga arah dan tingginya pasang surut air laut juga akan berubah.
“Selain itu, pagar laut juga dapat meredam arus laut yang tadinya sejajar Pantai akan berubah arah. Dengan demikian juga arah dan tingginya pasang surut air laut juga akan berubah,” ungkap Guru Besar Geografi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia (FMIPA) UI itu.
Dikatakan lebih lanjut, kondisi oseanografis yang tadinya alami akan berubah dengan sedemikian rupa sesuai dengan kondisi pagar laut yang terpasang. Nilai positifnya dari terpasangnya pagar laut tersebut dapat menjaga abrasi dan mempercepat akresi.
“Dengan perubahan tutupan lahan yang cepat di daerah aliran sungai memicu terjadinya sedimentasi yang tinggi dan cepatnya pembentukan daratan di sekitar muara sungai apalagi dengan adanya pagar laut tersebut,” ujarnya.
Dia kemudian mengutip sebuah penelitian di Vietnam, sedimentasi yang cepat akan menguntungkan pemulihan hutan mangrove atau timbul daratan baru (akresi). Pagar laut oleh bambu yang disebut juga sebagai sistem pagar bambu (Cong Mai, 2021) sangat efektivitasnya dalam melindungi hutan bakau. Kemudian tinggi pagar bambu relatif lebih berpengaruh daripada pagar bambu yang lebar (Thieu & Mai, 2020).
“Pada umumnya di muara sungai besar (estuary perairan) pembuatan pagar bambu cukup efektif untuk meredam besarnya sedimentasi dan gelombang laut,” tambahnya.
Tetapi Prof. Supriatna juga mengungkapkan hal negatif bila terjadi perubahan wilayah estuary perairan secara alami. Ternyata akan berdampak pada ekosistem estury tersebut. Percampuran air tawar dan laut menjadi terganggu (salinitas), di mana di wilayah tersebut merupakan wilayah yang banyak penetasan telur ikan menjadi larva dan ikan kecil.
“Estuari dapat dianggap sebagai zona transisi atau ekotone antara habitat air tawar dan habitat lautan, tetapi banyak dari kelengkapan fisika dan biologinya yang utama tidaklah bersifat transisi, melainkan unik. Lebih jauh lagi, pemanfaatan dan penyalahgunaan zona ini oleh manusia semakin mengkhawatirkan, sehingga perlu sekali ciri-ciri estuari yang unik ini dikenal secara luas (Odum, 1971),” pungkasnya.