Tiga poin penting dalam revisi UU Terorisme, tak cuma penindakan
Revisi Undang-Undang Terorisme masih belum dirampungkan. Ada sejumlah poin masih alot dibahas antara pemerintah dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Anggota dewan ingin regulasi ke depannya tidak hanya untuk penindakan.
Revisi Undang-Undang Terorisme masih belum dirampungkan. Ada sejumlah poin masih alot dibahas antara pemerintah dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Anggota dewan ingin regulasi ke depannya tidak hanya untuk penindakan.
Ketua Pansus RUU Terorisme Muhammad Syafii mengatakan ketika menerima RUU ini, pemerintah memasang target paling lama tiga kali masa sidang atau sekitar kurang lebih tujuh bulan RUU ini bisa jadi UU. Tapi konten RUU ini, katanya, bukan untuk memberantas terorisme, tapi memberantas teroris.
"Teroris dan terorisme itu pasti berbeda. Teroris itu pelakunya, sedangkan terorisme itu keyakinan," katanya di Jakarta, Selasa (4/4).
Dari situ, lanjut Syafii, Pansus terdiri dari 10 fraksi berunding dan disepakati bahwa Pansus tidak bisa ikut keinginan pemerintah. Sehingga diperluas dengan landasan, pertama spirit pemberantasan terorisme, kedua spirit penegakan hukum, dan ketiga spirit penghormatan HAM. Dari situ konstruksi RUU berubah total.
"Dari semata-mata dar der dor (penindakan), RUU ini kemudian dibagi menjadi tiga bagian terpenting. Pertama pencegahan, kedua penindakan, ketiga penanganan, apakah itu berupa kompensasi dan rehabilitasi pasca-peristiwa terorisme," tutur Syafii.
Perubahan konstruksi ini rupanya tidak hanya memerlukan penambahan narasumber dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dan RDPU dan RDP, tapi mengejutkan pihak pemerintah. Ada 15 kali pemerintah mohon waktu untuk mengkonsolidasi pendapat, walau pada akhirnya pemerintah mendukung sepenuhnya konstruksi yang dibangun Pansus.
"Bahwa undang-undang bukan hanya untuk penindakan, tapi malah lebih pada pencegahan untuk menghilangkan reproduksi atau munculnya teroris yang baru," tuturnya.
Syafii melanjutkan, pembahasan RUU Terorisme semakin mengerucut dan diharapkan bisa secepatnya selesai dalam beberapa bulan ke depan. "UU bukan untuk menangkap atau menghukum rakyat Indonesia, karena semua peraturan, aparat, piranti hukum adalah untuk melindungi segenap anak bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia," jelasnya.
Dia menilai langkah pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dengan merangkul dan memanusiakan mantan teroris sesuai dengan spirit revisi Undang-Undang (RUU) Terorisme. Dia ingin penanganan masalah terorisme bisa berjalan sesuai kaidah kehidupan bangsa Indonesia.
"Kami dari DPR sepakat untuk terus mengawal UU ini, sehingga ketika rampung nanti UU ini bukan alat untuk membantai manusia Indonesia, tapi untuk melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia. Ini senada dengan upaya pak Suhardi Alius dan BNPT dalam menangani mantan teroris," imbuh Syafii.
Anggota Komisi III dari Fraksi Gerindra ini mengaku sempat berdialog dengan Ali Fauzi, adik bomber bom Bali, Amrozi dan Ali Imron. Ai sudah berubah dan kini aktif mengajak kombatan lainnya untuk tidak lagi menggeluti dunia terorisme.
"Dia mengatakan, mendapat perlakuan sangat manusiawi oleh aparat saat ditahan sampai di dalam penjara. Dari situ, Ali Fauzi menyadari langkah yang ditempuh selama ini salah sehingga ia kemudian kembali ke pangkuan ibu pertiwi dan mendirikan Yayasan Lingkar Perdamaian," jelasnya.
Seperti diketahui, BNPT menggandeng Yayasan Lingkar Perdamaian pimpinan mantan teroris, Ali Fauzi Manzi, dalam pembangunan TPA Plus dan renovasi Masjid Baitul Muttaqin di desa Tenggulung, Solokuro, Lamongan. Peletakan batu pertama dilakukan oleh Kepala BNPT Komjen Suhardi Alius.
Sebelum itu, BNPT telah meresmikan masjid Al Hidayah di pesantren pimpinan mantan teroris lainnya, Khairul Ghazali di Deliserdang. Rencananya, upaya serupa juga akan dilakukan di Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB).
-
Apa yang diputuskan oleh Pimpinan DPR terkait revisi UU MD3? "Setelah saya cek barusan pada Ketua Baleg bahwa itu karena existing saja. Sehingga bisa dilakukan mayoritas kita sepakat partai di parlemen untuk tidak melakukan revisi UU MD3 sampai dengan akhir periode jabatan anggota DPR saat ini," kata Dasco, saat diwawancarai di Gedung Nusantara III DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (4/4).
-
Bagaimana cara mencegah tindakan terorisme? Cara mencegah terorisme yang pertama adalah memperkenalkan ilmu pengetahuan dengan baik dan benar. Pengetahuan tentang ilmu yang baik dan benar ini harus ditekankan kepada siapa saja, terutama generasi muda.
-
Bagaimana peran Ditjen Polpum Kemendagri dalam menangani radikalisme dan terorisme? Ketua Tim Kerjasama Intelijen Timotius dalam laporannya mengatakan, Ditjen Polpum terus berperan aktif mendukung upaya penanganan radikalisme dan terorisme. Hal ini dilakukan sejalan dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme Tahun 2020-2024.
-
Dimana serangan teroris terjadi? Serangan tersebut terjadi di gedung teater Crocus City Hall yang berlokasi di Krasnogorsk, sebuah kota yang terletak di barat ibu kota Rusia, Moskow.
-
Kenapa revisi UU Kementerian Negara dibahas? Badan Legislasi DPR bersama Menpan RB Abdullah Azwar Anas, Menkum HAM Supratman Andi Agtas melakukan rapat pembahasan terkait revisi UU Kementerian Negara.
-
Kenapa Ditjen Polpum Kemendagri menggelar FGD tentang penanganan radikalisme dan terorisme? Direktorat Jenderal (Ditjen) Politik dan Pemerintahan Umum (Polpum) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menggelar Focus Group Discussion (FGD) dalam rangka Fasilitasi Penanganan Radikalisme dan Terorisme di Aula Cendrawasih, Kantor Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Provinsi Jawa Tengah, Rabu (23/8).
Baca juga:
Pansus Terorisme baru sepakati 7 dari 115 Daftar inventaris Masalah
Wiranto soal revisi UU teroris: Pelibatan TNI tak berlebihan
Revisi UU Terorisme di DPR dinilai terlalu lama
Maraknya aksi teror, revisi UU Terorisme harus dipercepat
Panja sebut RUU Terorisme kembali molor karena pemerintah tak solid