Tindakan memanggil tersangka KPK diartikan obstruction of justice
Tindakan memanggil tersangka KPK diartikan obstruction of justice. Wakil ketua KPK, Laode M Syarif menegaskan sikap lembaga yang ia pimpin bukanlah bentuk penghinaan terhadap lembaga legislatif. Hanya saja, ujarnya, pemanggilan Miryam pada rapat Pansus menganggu proses hukum yang berlangsung.
Hubungan antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kembali memanas setelah KPK mengirim surat kepada panitia khusus (Pansus) hak angket. Isi surat tersebut tidak lain menolak menghadirkan Miryam S Haryani pada rapat Pansus hak angket.
Wakil ketua KPK, Laode M Syarif menegaskan sikap lembaga yang ia pimpin bukanlah bentuk penghinaan terhadap lembaga legislatif. Hanya saja, ujarnya, pemanggilan Miryam pada rapat Pansus mengganggu proses hukum yang berlangsung.
"KPK tidak pernah bermaksud untuk melecehkan lembaga DPR yang terhormat. KPK hanya mengutip beberapa pasal undang-undang MD3 dan undang-undang KPK. Di samping itu, KPK mengingatkan bahwa tindakan memanggil tersangka atau tahanan KPK yang sedang diperiksa di KPK dapat diartikan sebagai obstruction of justice (mengganggu proses peradilan secara utuh)," ujar Laode, Selasa (20/6).
Dia juga kembali meminta agar DPR tidak mencampuradukan proses hukum yang sedang berjalan. "Proses hukum tidak boleh dicampur-adukan dengan proses politik yang proses dan substansinya dinilai oleh mayoritas pakar hukum tata negara dan hukum administrasi negara sebagai cacat hukum," tandasnya.
Sebelumnya, anggota Pansus hak angket, Junimart Girsang mengatakan surat dari KPK tentang penolakan menghadirkan Miryam S Haryani, tersangka memberikan keterangan palsu, tersebut termasuk Contempt of Parliament atau penghinaan terhadap parlemen.
"Yang saya menggelitik dari surat KPK sudah masuk pada ancaman terhadap Pansus secara khusus dan DPR umumnya dan sudah mengarah pada contempt of parliament," kata Junimart dalam rapat Pansus, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (19/6).
Junimart mengatakan pada poin kedua dari surat KPK tersebut yang dinilainya mengarah pada penghinaan. Poin dua tersebut berbunyi 'KPK berpendapat upaya menghadirkan tersangka Miryam S Haryani dapat dikualifikasikan sebagai suatu tindakan mencegah, merintangi, menggagalkan secara langsung maupun tak langsung dalam proses penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan atau obstruction of justice (vide pasal 21 UU nomor 31 tahun 1999 jo UU nomor 20 tahun 2001) dan tersangka Miryam S Haryani saat ini sedang menjadi tahanan KPK'.
"Artinya, kita (Pansus) harus siap-siap ditangkap oleh KPK, karena Miryam juga diproses karena diduga memberikan keterangan palsu. Kedua, ada anggota dewan merintangi proses penyidikan," jelasnya.
Panitia Khusus (Pansus) hak angket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan tersangka pemberi kesaksian palsu Miryam S Haryani tak dapat hadir dalam pemanggilan yang dijadwalkan hari ini, Senin (19/6).
Kepastian itu didapat usai KPK mengirimkan surat yang berisi tak dapat mengizinkan Miryam S Haryani memenuhi pemanggilan. Surat dari KPK tersebut dibacakan oleh Wakil Ketua Pansus Dossy Iskandar.
Usai surat dibacakan, Wakil Ketua Pansus yang memimpin rapat, Dossy Iskandar menanyakan kepada anggota Pansus apakah setuju akan melakukan pemanggilan kedua terhadap Miryam S Haryani.
"Apakah disetujui melayangkan surat panggilan kedua?" tanya Dossy.
"Setuju," jawab anggota Pansus kompak.
Akhirnya Pansus menyepakati akan kembali pemanggilan kedua. Namun, tak dijelaskan kapan agenda pemanggilan kedua tersebut. Anggota Pansus Masinton Pasaribu menjelaskan, apabila sampai pemanggilan ketiga tak dipenuhi, maka penjemputan paksa dapat diperkenankan sesuai UUMD3.
Setelah pembacaan surat dari KPK, Pansus melanjutkan agenda rapat dengan meminta pendapat dari sejumlah tokoh.