Tom Lembong Pertanyakan Dua Alat Bukti Penetapan Tersangka yang Tidak Pernah Dimunculkan
Thomas Trikasih Lembong mempertanyakan soal dua alat bukti yang dijadikan landasan Kejaksaan Agung (Kejagung), menetapkan tersangka korupsi impor gula.
Thomas Trikasih Lembong mempertanyakan soal dua alat bukti yang dijadikan landasan Kejaksaan Agung (Kejagung), menetapkan tersangka korupsi impor gula. Hingga saat ini dokumen dua alat bukti tersebut juga enggan dibeberkan Kejagung.
"Di mana dokumen–dokumen atau bukti permulaan tersebut sampai dengan permohonan praperadilan ini diajukan, tidak pernah ditunjukkan dan atau dikonfirmasi kepada pemohon baik pada saat pemeriksaan sebagai saksi maupun tersangka," kata tim kuasa hukum Tom Lembong, Zaid Mushafi di PN Jakarta Selatan, Senin (18/11).
- Lawan Kejagung, Ini Pertimbangan Tom Lembong Ajukan Praperadilan usai jadi Tersangka Korupsi
- Tom Lembong Jalani Pemeriksaan Perdana Sebagai Tersangka Kasus Korupsi Impor Gula
- Kasus Tom Lembong Diragukan, Kejagung: Apa Harus Ada Aliran Dana Dulu Baru Disebut Korupsi?
- Kejagung Tetapkan Tom Lembong Tersangka Korupsi Impor Gula
Dijelaskan Zaid, dalil yang kerap dipakai oleh Kejagung ketika menetapkan Tom Lembong menjadi tersangka korupsi yakni persetujuan impor gula kristal mentah (GKM) sebanyak 105.000 ton kepada PT Angel Product (PT AP) untuk mengelola GKM menjadi gula kristal putih (GKP).
Lembong juga dianggap oleh Kejagung menugaskan PT PPI untuk melakukan pemenuhan stok gula nasional dan stabilitas harga gula melaui kerja sama impor gula dalam negeri. Di mana dalam hal ini sebanyak 300.000 gula mentah dijadikan gula putih.
"Persetujuan impor (PI) GKM ditandatangani untuk sembilan perusahaan swasta yang didalilkan termohon diberikan atas sepengetahuan dan persetujuan pemohon selaku Menteri Perdagangan," jelas Zaid.
Padahal nyatanya, Tom Lembong tidak pernah menandatangani secara langsung surat persetujuan impor gula, melainkan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri.
Pun dalam Permendag 117/2015 kebutuhan impor gula dalam rangka menjaga stabilitas kebutuhan gula dalam negeri baru diberlakukan pada 1 Januari 2016. Alhasil tidak ada kewajiban melaksanakan Rapat koordinasi dengan kementerian lain dalam menentukan kuota impor gula mentah sebagaimana yang didalilkan oleh Kejagung.
"Mengacu pada fakta yang muncul terkait bukti dan pernyataan termohon dalam Perkara ini, justru menunjukkan tidak terjadi tindak pidana korupsi yang dilakukan termohon," tegas Zaid.
Oleh karena itu, kubu Lembong meminta Kejagung melalui hakim untuk membatalkan status tersangka kliennya dari kasus korupsi impor gula, dan segera dibebaskan dari penahanannya.
Kuasa hukum akan menghadirkan Tom Lembong di muka sidang gugatan lanjutan pada Kamis (21/11).
"Ya tadi sudah didengar, kami sudah meminta untuk Pak Tom lembong hadir ya dalam persidangan," ujar kuasa hukum Lembong yang lain, Ari Yusuf Amir.
Selain Tom Lembong, Ari akan menghadirkan lima saksi ahli untuk menjelaskan bukit-bukti yang jadi dalih oleh Kejagung dalam menetapkan tersangka. Seperti ahli perdagangan gula yang nanti akan menjelaskan soal surplus gula.
Lalu ada juga saksi ahli administrasi, soal izin penandatanganan yang dijadikan Kejagung dalih Kejagung dalam menetapkan Lembong sebagai tersangka kasus korupsi impor gula.
"Kami akan menghadirkan ahli tentang hukum administrasi negara yang menjelaskan bahwa seorang menteri itu tidak menandatangani izin impor. Tapi yang menandatangani itu adalah dirjen, jadi hal-hal teknis itu dirjen, bukan menteri," beber Ari.
Lalu ada juga ahli dari pihak keuangan negara untuk merumuskan soal kerugian keuangan negara dari kasus korupsi impor gula.
"Nah tahapan-tahapan ini yang dilampaui, diloncat oleh kawan-kawan. Sehingga nanti kita bisa melihat bahwa pemeriksaan-pemeriksaan yang dilakukan selama dua minggu menunggu persidangan ini, itu pemeriksaan-pemeriksaan yang dilakukan kemudian.