Lawan Kejagung, Ini Pertimbangan Tom Lembong Ajukan Praperadilan usai jadi Tersangka Korupsi
Mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong mengajukan praperadilan atas setelah ditetapkan sebagai tersangka korupsi impor gula.
Mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong mengajukan praperadilan atas setelah ditetapkan sebagai tersangka korupsi impor gula. Kubu Tom Lembong ajukan gugatan ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
Kuasa Hukum Tom Lembong, Ari YusufAmir mengatakan praperadilan ini ditempuh karena merasa ada yang janggal dengan penetapan tersangka tersebut. Di antaranya, status tersangka tidak diselingi dengan dua alat bukti yang cukup dan tidak diberikan kesempatan oleh Kejagung untuk menunjuk kuasa hukum.
"Tentang tidak sahnya penetapan pemohon sebagai tersangka. Pemohon tidak diberi kesempatan menunjuk PH. Penetapan tersangka pemohon tidak didasarkan pada bukti permulaan berupa minimal 2 alat bukti," ujar Ari saat dikonfirmasi, Selasa (5/11).
Yusuf Amir beranggapan penetapan terasngka oleh kliennya itu dinilai sewena-wenang sebagaimana hukum acara yang berlaku, dengan demikian penahanan yang dilakukan oleh Kejagung dianggap tidak sah.
"Penahanan pemohon tidak didasarkan pada alasan yang sah menurut hukum," tegas dia.
Tom Lembong Tersangka
Kejaksaan Agung (Kejagung) masih mendalami aliran dana yang masuk ke kantong tersangka Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong terkait kasus korupsi komoditas gula.
Soal penetapan tersangka, berdasarkan penerapan Pasal 2 Pasal 3 UU Tipikor pun jelas disebutkan memperkaya orang lain atau pun korporasi masuk dalam ranah korupsi.
“Ya inilah yang sedang kita dalami, karena untuk menetapkan sebagai tersangka ini kan tidak harus seseorang itu mendapat aliran dana,” tutur Dirdik Jaksa Agung Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Abdul Qohar di Kejagung, Jakarta Selatan, Kamis (31/10).
Dia menyatakan, penerapan Pasal 2 dan Pasal 3 sendiri telah merinci, bahwa setiap orang yang secara melawan hukum memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi, yang merugikan keuangan negara, maka diancam pidana maksimal 20 tahun.
“Begitu juga Pasal 3, di sana hampir setiap orang yang menguntungkan diri sendiri, orang lain, atau korporasi, dengan cara menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, sarana, jabatan yang ada padanya, yang dapat merugikan keuangan negara, diancam pidana dan seterusnya,” jelas dia.
“Artinya di dalam dua Pasal ini, seseorang tidak harus mendapatkan keuntungan. ketika memenuhi unsur bahwa dia salah satunya menguntungkan orang lain atau korporasi, akibat perbuatan melawan hukum, akibat perbuatan menyalahgunakan kewenangan yang ada padanya, karena jabatannya, dia bisa dimintai pertanggungjawaban pidana,” sambung Qohar.