Kasus Tom Lembong Diragukan, Kejagung: Apa Harus Ada Aliran Dana Dulu Baru Disebut Korupsi?
Kejagung juga beralasan tidak membutuhkan bukti adanya aliran dana yang mengalir ke Tom Lembong.
Kejakasaan Agung (Kejagung) mengaku sudah memiliki kecukupan alat bukti dalam menetapkan mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong sebagi tersangka kasus korupsi impor gula yang telah membuat negara rugi hingga Rp400 miliar.
Kejagung juga beralasan tidak membutuhkan bukti adanya aliran dana yang mengalir ke Tom Lembong dalam regulasi mengizinkan impor gula dari pihak swasta.
"Apakah harus ada aliran dana dulu, baru disebut sebagai tindak pidana korupsi?” kata Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar di Kejagung, Kamis (31/10).
Dia mengungkapkan, ketentuan alat bukti terjadinya suatu tindak pidana berdasarkan adanya keterangan saksi dan ahli, lalu adanya petunjuk yang mengarah kepada tersangka. Hal itu sebagaimana tertuang juga dalam padal 184 KUHAP
Selain bermodalkan dua alat bukti, Kejagung juga telah memeriksa sebanyak 90 orang saksi sebelum menetapkan Tom Lembong sebagai tersangka.
"Semuanya itu nanti tentu akan dibuka di persidangan ya biarkanlah penyidikan ini terus menyelesaikan tugasnya," ucap Harli.
Sebagaimana diketahui, resmi menetapkan mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong (TTL) alias Tom Lembong sebagai tersangka di kasus korupsi komoditas gula yang terjadi di lingkungan Kementerian Perdagangan (Kemendag) periode 2015-2023. Berdasarkan perhitungan, kerugian negara dalam perkara tersebut mencapai Rp400 miliar.
“Kerugian negara akibat importasi gula yang tidak sesuai dengan Undang-Undang, negara dirugikan sebesar Rp 400 miliar,” tutur Dirdik Jaksa Agung Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Abdul Qohar di Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa (29/10).
Menurut Qohar, Tom Lembong menyalahi Keputusan Mendag dan Menperin Nomor 257 Tahun 2004, bahwa yang diperbolehkan mengimpor gula kristal putih adalah BUMN. Namun berdasarkan persetujuan impor yang telah dikeluarkannya, impor gula malah dilakukan oleh PT AP.
“Pada bulan November sampai Desember 2015, tersangka CS selaku Direktur Pengembangan Bisnis PT PPI, Perusahaan Perdagangan Indonesia, memerintahkan staf senior manajer bahan pokok PT PPI atas nama P untuk melakukan pertemuan dengan delapan perusahaan swasta yang bergerak di bidang gula,” jelas dia.
“Padahal dalam rangka pemenuhan stok dan stabilasi harga seharusnya diimpor adalah gula impor putih secara langsung dan yang boleh melakukan impor tersebut hanya BUMN,” sambung Qohar.
Untuk kebutuhan penyidikan, terhadap keduanya dilakukan penahanan selama 20 hari ke depan di Rutan Salemba Kejagung dan di Kejari Jaksel.