Tom Lembong Resmi Ajukan Praperadilan, Begini Reaksi Kejagung
Tom Lembong resmi mengajukan praperadilan atas penetapan tersangka oleh Kejaksaan Agung (Kejagung).
Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong resmi mengajukan praperadilan atas penetapan tersangka oleh Kejaksaan Agung (Kejagung). Mantan Menteri Perdagangan (Mentan) periode 2016-2017 itu terseret kasus dugaan tindak pidana korupsi komoditas gula.
Kuasa hukum Tom Lembong, Ari Yusuf Amir bakal menyambangi Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan untuk mendaftarkan gugatannya pada hari ini, Selasa (5/11).
“Jam 10.00 WIB di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan,” tutur Yusuf Amir saat dikonfirmasi, Selasa (5/11).
Menurutnya, belum ada panggilan pemeriksaan lagi terhadap Tom Lembong. Terkait upaya hukum praperadilan, isi dari gugatan antara lain tentang penetapan kliennya sebagai tersangka yang dinilai tidak sah, hingga penahanan yang tidak didasarkan secara sah menurut hukum.
“Inti gugatan pra peradilannya, satu, tentang tidak sahnya penetapan Pemohon sebagai tersangka,” jelas dia.
Yusuf Amir mengulas, tidak sahnya penetapan Tom Lembong sebagai tersangka disebabkan sejumlah hal, seperti tidak diberi kesempatan untuk menunjuk penasehat hukum, penetapan tersangka yang tidak didasari pada bukti permulaan berupa minimal dua alat bukti, serta penetapan tersangka dilakukan secara sewenang-wenang dan tidak sesuai dengan hukum acara yang berlaku.
“Kedua, penahanan pemohon tidak didasarkan pada alasan yang sah menurut hukum,” Yusuf Amir menandaskan.
Reaksi Kejagung
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar mempersilakan Tom Lembong mengajukan praperadilan karena merupakan hak seorang tersangka.
"Ya silakan karena itu hak dari tersangka," ujar Harli saat dikonfirmasi.
Sebelumnya, Kejagung masih mendalami aliran dana yang masuk ke kantong tersangka Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong terkait kasus korupsi komoditas gula.
Soal penetapan tersangka, berdasarkan penerapan Pasal 2 Pasal 3 UU Tipikor pun jelas disebutkan memperkaya orang lain atau pun korporasi masuk dalam ranah korupsi.
“Ya inilah yang sedang kita dalami, karena untuk menetapkan sebagai tersangka ini kan tidak harus seseorang itu mendapat aliran dana,” tutur Dirdik Jaksa Agung Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Abdul Qohar di Kejagung, Jakarta Selatan, Kamis (31/10).
Dia menyatakan, penerapan Pasal 2 dan Pasal 3 sendiri telah merinci, bahwa setiap orang yang secara melawan hukum memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi, yang merugikan keuangan negara, maka diancam pidana maksimal 20 tahun.
“Begitu juga Pasal 3, di sana hampir setiap orang yang menguntungkan diri sendiri, orang lain, atau korporasi, dengan cara menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, sarana, jabatan yang ada padanya, yang dapat merugikan keuangan negara, diancam pidana dan seterusnya,” jelas dia.
“Artinya di dalam dua Pasal ini, seseorang tidak harus mendapatkan keuntungan. ketika memenuhi unsur bahwa dia salah satunya menguntungkan orang lain atau korporasi, akibat perbuatan melawan hukum, akibat perbuatan menyalahgunakan kewenangan yang ada padanya, karena jabatannya, dia bisa dimintai pertanggungjawaban pidana,” sambung Qohar.