TPN Ganjar-Mahfud Soal Jokowi Bilang Presiden Boleh Berpihak: Bisa Jadi Alasan Pemakzulan
Menurutnya hal itu tidak sejalan dengan semangat negara hukum yang menjamin tidak ada diskriminasi.
Tudong menegaskan Presiden Jokowi tidak boleh melakukan diskriminasi.
TPN Ganjar-Mahfud Soal Jokowi Bilang Presiden Boleh Berpihak: Bisa Jadi Alasan Pemakzulan
- TPN Ganjar-Mahfud dan Timnas AMIN Bersatu Beri Bantuan Hukum ke Butet Kartaredjasa, Ini Alasannya
- Ganjar-Mahfud Siapkan 1,6 Juta Saksi Jelang Pencoblosan untuk Cegah Kecurangan Pemilu
- TPN Pastikan Pertemuan Megawati dengan Jokowi: Setelah Ganjar Menang
- Jokowi Sebut Presiden Boleh Kampanye dan Berpihak, Ini Respons TPN Ganjar-Mahfud
Deputi Bidang Hukum TPN Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis menilai pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) soal presiden boleh berkampanye dan berpihak kepada paslon tertentu sangat merisaukan.
Sebab, dia menyebut pernyataan tersebut dapat ditafsirkan sebagai bentuk pengingkaran terhadap sifat-sifat netral yang melekat pada diri presiden, yang juga bertindak sebagai kepala negara.
"Ini saya mengutip UUD 45, sebagai presiden dan kepala negara, presiden harus berada di atas semua kelompok, di atas semua golongan, di atas semua suku, agama, dan partai politik," kata Todung, saat konferensi pers, di Media Center TPN Ganjar-Mahfud, Jakarta, Kamis (25/1).
"Ketika seseorang dipilih sebagai presiden, maka kesetiaannya menjadi kesetiaan terhadap negara, terhadap rakyat, tanpa membeda-bedakan mereka. Ini saya kasih satu hal yang sangat prinsipil yah yang harus dimiliki, karena itu melekat pada diri presiden dan kepala negara," sambungnya.
Oleh sebab itu, Tudong menegaskan Presiden Jokowi tidak boleh melakukan diskriminasi dalam menjelankan tugasnya sebagai kepala negara.
Sehingga, dia menilai aneh jika Presiden Jokowi menyebutkan bahwa presiden boleh kampanye dan memihak.
"Harap dicatat bahwa selama ini tidak pernah ada pernyataan presiden seperti yang diucapkan oleh Presiden Jokowi dalam setiap pemilihan umum dan Pilpres," tegas Todung.
Lebih lanjut, dia pun menyinggung soal pernyataan Koordinator Stafsus Presiden Ari Dwipayana yang merujuk pada Undang-undang nomor 7 Tahun 2017.
Dia mengaku, memahami pasal yang disebutkan Ari bahwa presiden itu bisa berkampanye namun sebagai pertahanan atau kembali maju dalam kontestasi pilpres.
"Nah dalam konteks ini Presiden Jokowi tidak bisa lagi ikut dalam kontestasi politik, dia tidak running dalam for the second term ya, jadi tidak ada periode ketiga," ujar dia.
"Nah dia seharusnya menahan diri untuk berada di atas semua kontestan politik ini dan kalau dia dalam konteks sekarang ini ikut kampanye, ikut memihak, potensi conflict of interest, potensi benturan kepentingan akan sangat telanjang dan kasat mata," sambungnya.
Lebih lanjut, Todung menegaskan bahwa apa yang dilakukan oleh Presiden Jokowi
Tidak adil. Menurutnya hal itu tidak sejalan dengan semangat negara hukum yang menjamin tidak ada diskriminasi.
"Kalau presiden tidak melaksanakan tugasnya, sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, maka bisa saja hal ini ditafsirkan sebagai perbuatan tercela," papar dia.
"Dan kalau ini disimpukan sebagai perbuatan tercela maka ini bisa dijadikan sebagai alasan untuk pemakzulan," imbuhnya.