YLKI: Korban vaksin palsu bisa tuntut rumah sakit dan pemerintah
Masalah vaksin palsu hanyalah satu titik masalah dari fenomena pemalsuan produk-produk farmasi yang marak di Indonesia.
Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi mengatakan, walaupun pihak Kemenkes telah mengumumkan 14 rumah sakit yang terindikasi memberikan vaksin palsu, namun hal itu dirasa masih belum cukup sebagai langkah penyelesaian masalah tersebut. Dirinya menegaskan, pihak manajemen rumah sakit juga perlu bersikap terbuka, mengenai sejak tahun berapa mereka mulai memberikan vaksin-vaksin palsu tersebut kepada para pasiennya.
"Kemenkes harus bisa memaksa rumah sakit untuk membuka data dan nama-nama pasien yang menjadi korban vaksin palsu di masing-masing rumah sakit, untuk kemudian diberikan vaksinasi ulang," kata Tulus dalam pesan tertulisnya, Jumat (15/7).
Tulus juga mendesak agar pihak-pihak rumah sakit harus memberikan jaminan secara tertulis, untuk menanggung semua dampak kesehatan kepada pasien korban vaksin palsu.
"Ganti rugi tersebut bisa secara materiil dan immateriil. Jika pasien belum puas dengan jaminan yang diberikan pihak rumah sakit, pasien korban bisa melakukan gugatan pada rumah sakit bahkan pada pemerintah, baik secara individual dan atau class action," ujarnya.
Masalah vaksin palsu hanyalah satu titik masalah dari fenomena pemalsuan produk-produk farmasi di Indonesia, yang sebenarnya masih sangat marak. Oleh karena itu, Tulus menyebut jika masalah vaksin palsu ini harus menjadi titik pijak, untuk membongkar adanya fenomena obat palsu di Indonesia.
"Penguatan kelembagaan atau institusi untuk melakukan hal ini, termasuk dalam pengawasan reguler, harus dilakukan. Jika pihak Istana mengatakan bahwa Badan POM harus direstrukturisasi, ya, kembalikan peran Badan POM yang selama ini justru diamputasi Kemenkes. Sementara Kemenkes dan Dinkes tidak melakukan pengawasan yang optimal di sisi hilir," pungkasnya.