4 Partai baru kompak tolak ambang batas pencalonan presiden
4 Partai baru kompak tolak ambang batas pencalonan presiden. Pansus RUU Penyelenggaraan Pemilu mengundang empat partai baru yakni Partai Idaman, Partai Perindo, Partai Solidaritas Indonesia, dan Partai Berkarya hari ini. Keempat partai ini diminta masukan terkait isu-isu krusial dalam RUU Pemilu.
Pansus RUU Penyelenggaraan Pemilu mengundang empat partai baru yakni Partai Idaman, Partai Perindo, Partai Solidaritas Indonesia, dan Partai Berkarya hari ini. Keempat partai ini diminta masukan terkait isu-isu krusial dalam RUU Pemilu di antaranya, persyaratan ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold), ambang batas parlemen (parlementary threshold), dan penambahan kursi DPR dari daerah pemilihan.
Dalam rapat itu, empat partai memiliki kesamaan pandangan bahwa ambang batas pencalonan Presiden harus dihapuskan. Ketua Umum PSI Grace Natali menegaskan partainya menolak angka ambang batas Presiden sebesar 20 persen. Persyaratan itu menghilangkan hak politik setiap orang untuk mencalonkan diri.
"Kami menolak ambang batas parpol mengajukan calon presiden untuk menciptakan pemilu yang bebas dan adil," kata Grace di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (8/2).
Berdasarkan UUD 1945 pasal 6a telah diatur ketentuan partai baru memiliki hak yang sama untuk mencalonkan presiden. Selain itu, dihapusnya ambang batas pencalonan presiden akan meningkatkan partisipasi politik masyarakat dan membuat pelaksanaan pemilu lebih baik.
"Soal presidential threshold, ini penting karena jadi bahan perdebatan, karena kita merujuk UUD 1945 pasal 6A, dengan begitu parpol baru atau lama punya hak sama dalam mencalonkan presiden," terangnya.
"Partai Demokrat di 2009 memperoleh suara 20 persen dan 2014 turun 10 persen, sebelumnya bisa PD bisa calonkan presiden, di 2014 enggak bisa, jadi tidak relevan adanya threshold," sambung Grace.
Di lokasi yang sama, Sekretaris Jenderal Partai Perindo Ahmad Rofik menuturkan, pihaknya menolak ambang batas pencalonan presiden karena amanat Mahkamah Konstitusi menginstruksikan Pemilu harus digelar serentak. Dengan mekanisme serentak, maka UU harus mengakomodir calon pemimpin tanpa syarat tertentu.
"Dulu karena pemilu dilakukan tidak serentak, karena MK mengintruksikan harus serentak maka UU harus mengakomodir tanpa syarat. Kalau tidak serentak aturan boleh dibuat agar pemilu bisa efektif dan berkualitas, dan aturan tidak bisa dipaksakan ke aturan serentak itu," tegasnya.
Perindo menduga kekuatan besar menginginkan agar salah satu calon presiden tidak bisa maju. Menurutnya, ada kepentingan oligarki politik agar salah satu parpol dalam keinginan menerapkan PT tinggi karena dalam sistem demokrasi, keadilan harus diberikan kepada siapapun.
"Perindo mencium aroma ada kekuatan besar mengangkangi calon tertentu dengan menetapkan 'presidential threshold' tinggi," paparnya.
Sementara itu, Ketua Umum Partai Berkarya Neneng A Tutty menyebut dihapuskan ambang batas pencalonan Presiden dapat memberikan kesempatan bagi putra putri bangsa untuk menjadi orang nomor satu di Indonesia.
"Karena itu ada potensi kader bangsa bisa mencalonkan diri menjadi presiden dan wakil presiden," ungkap Neneng.
Sementara, Ketua Umum Partai Idaman Rhoma Irama menganggap persyaratan ambang batas pencalonan Presiden sebesar 20 persen bertolak belakang dengan putusan MK terhadap uji materi Undang-undang Nomor 42 tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (UU Pilpres). Rhoma mendengar wacana partai baru diharuskan bersabar untuk mengusung calon presiden hingga Pilpres 2024.
Wacana ini, lanjutnya, bertentangan dengan dengan Pasal 6a ayat 2 UUD 1945 karena setiap warga berkedudukan dan hak yang sama dalam politik. Oleh karenanya, pelantun lagu 'begadang' ini meminta kepada pemerintah dan DPR untuk patuh kepada putusan MK dan kontitusi dalam membuat UU Penyelenggara Pemilu.
"Mengenai Presidential treshold, pasca putusan MK tentang keserentakkan Pileg dan Pilpres. Presidential treshold sangat bertolak belakang. Saya dengar wacana bahwa partai baru bersabar tidak mengusulkan capres tapi nanti 2024, tolong sampai kepada pembuat RUU bahwa kembali kepada kepatuhan kepada MK dan konstitusi," ujar Rhoma.