Ada anggaran sendiri, Golkar tak ambil pusing soal dana saksi
Bagi Akbar, semua pihak punya kepentingan terhadap pelaksanaan Pemilu 2014 mendatang.
Ada atau tidak anggaran untuk saksi parpol di Pemilu 2014 senilai Rp 660 miliar, yang direncanakan pemerintah, bagi Partai Golkar tidak ada pengaruhnya. Sebab, partai berlambang pohon beringin itu sudah siap sejak menghadapi pesta demokrasi lima tahunan tersebut.
Hal ini diungkap Ketua Dewan Penasehat DPP Partai Golkar, Akbar Tanjung saat menghadiri acara pelatihan juru kampanye (jurkam) Partai Golkar di Surabaya, Jawa Timur, Kamis (6/2).
"Itu (anggaran saksi parpol) tidak ada pengaruhnya bagi Golkar. Karena sejak awal, Golkar selalu siap menghadapi Pemilu, termasuk soal biaya. Jadi tidak ada masalah ada atau tidak anggaran itu," kata Akbar tanpa menyebut berapa anggaran yang disiapkan partainya untuk para saksi.
Menurutnya, terkait anggaran saksi Pemilu itu, semua pihak memiliki kepentingan. Sedangkan untuk mewujudkan pemilu yang jujur, adil, bersih dan tertib, kata dia, harus ada aturan dan mekanisme yang jelas. "Kalau memang dimungkinkan, dan memang dianggarkan APBN, itu tidak ada masalah."
Tetapi, lanjut dia, jika ada keragu-raguan soal anggaran saksi itu, termasuk soal penggunaan dan pengawasannya, tentunya harus dibentuk aturan yang jelas serta mekanisme-nya bagaimana.
"Kalau memang pengawasannya diserahkan kepada partai, untuk Golkar sendiri sudah siap. Masalah itu bukan menjadi masalah bagi Golkar," tegasnya.
Sementara terkait pemenuhan kebutuhan para saksi, masih menurut Akbar, semua kader Golkar sudah siap melakukannya untuk fungsi pengawasan di semua Tempat Pemungutan Suara (TPS).
"Untuk masalah pengawasan, tidak hanya Panwas dan KPU saja, semua juga harus ikut mengawasi pelaksanaan Pemilu. Semua partai politik saya kira sama kepentingannya soal itu," tandas dia.
Sebelumnya, pemerintah berencana menggelontorkan dana Rp 660 miliar untuk saksi partai politik. Namun, rencana tersebut ditolak oleh sejumlah partai politik dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Karena mereka (Parpol dan KPK) berpendapat, dana tersebut berpotensi untuk dikorupsi hingga akhirnya dicoret dari rancangan Peraturan Presiden (Perpres). Dan hingga saat ini, rancangan Perpres itu masih berada di Kementerian Dalam Negeri.