'Airlangga Nakhoda Golkar yang Kurang Piawai Membaca Arah Angin'
Analis Politik dari Voxpol Research and Consulting, Pangi Syarwi menilai, kepemimpinan Airlangga Hartarto di Partai Golkar kurang memuaskan. Sebab, kursi Golkar turun enam kursi di DPR jika dibandingkan Pemilu 2014 lalu.
Analis Politik dari Voxpol Research and Consulting, Pangi Syarwi menilai, kepemimpinan Airlangga Hartarto di Partai Golkar kurang memuaskan. Sebab, kursi Golkar turun enam kursi di DPR jika dibandingkan Pemilu 2014 lalu.
Pangi merujuk hasil Pemilu Legislatif 2019. Menurutnya, PDIP, NasDem dan PKB mampu menaikkan jumlah perolehan kursi di DPR periode 2019-2024. Sementara tidak untuk Partai Golkar.
-
Bagaimana Airlangga Hartarto menjadi Ketua Umum Golkar? Airlangga Hartarto menjadi Ketua Umum Partai Golkar ke-11 sejak pertama kali dipimpin Djuhartono tahun 1964.
-
Bagaimana Airlangga Hartarto mengelola potensi konflik di dalam Partai Golkar? Lanjut Dedi, Airlangga juga mampu merawat infrastruktur partai dengan mengelola potensi konflik yang baik.
-
Apa alasan Nurdin Halid menilai Airlangga Hartarto layak memimpin Golkar? "Sangat layak, Erlangga memimpin Golkar," ujarnya kepada wartawan, Rabu (3/4). Nurdin mengaku di Pemilu 2024, Golkar perolehan kursi di DPR RI meningkat menjadi 102. Padahal di Pemilu 2019, Golkar hanya meraih 85 kursi. "Dari 85 kursi menjadi 102, itu tidak mudah. Sangat layak (memimpin kembali Golkar)," tuturnnya.
-
Apa yang diklaim Airlangga sebagai pencapaian Partai Golkar? "Dengan demikian Partai Golkar mengalami kenaikan dan dengan Partai Golkar mengalami kenaikan, Partai Golkar juga yang mendukung Pak Prabowo dan Mas Gibran bisa berkontribusi kepada kemenangan Bapak Prabowo Subianto dan Mas Gibran Rakabuming Raka," tutup Airlangga.
-
Siapa yang menyampaikan keinginan aklamasi untuk Airlangga Hartarto dalam memimpin Golkar? Untuk informasi, kabar adanya keinginan aklamasi dari DPD I dalam penunjukkan Airlangga kembali memimpin Partai Golkar disampaikan Sekretaris Jenderal DPP Partai Golkar Lodewijk F. Paulus.
-
Kenapa Partai Golkar didirikan? Partai Golkar bermula dengan berdirinya Sekber Golkar di masa-masa akhir pemerintahan Presiden Soekarno. Tepatnya tahun 1964 oleh Angkatan Darat digunakan untuk menandingi pengaruh Partai Komunis Indonesia dalam kehidupan politik.
Di sisi lain, katanya, Golkar yang tergolong partai besar justru mengalami penurunan jumlah kursi parlemen. Dalam analisis Pangi, hal itu tak terlepas dari kurang mampunya Airlangga memimpin partai yang pernah menjadi pemenang Pemilu 2004 tersebut.
"Airlangga ini memang tak ada terobosan yang dilakukan untuk menaikkan citra partai. Ibarat kapal, Golkar jika memiliki nakhoda yang bisa membawa dan memainkan isu yang diinginkan masyarakat tentu akan berlayar cepat dan menang," ujar Pangi.
Atas dasar itulah, Pangi meyakini, Jokowi kurang puas atas perolehan suara Golkar yang menjadi partai pendukungnya, malah mengalami penurunan kursi di DPR.
"Airlangga sebagai nakhoda Golkar kurang piawai membaca arah angin. Dia menjadi ketua umum yang tak ada efek ketokohannya, tak ada hasil tangan dinginnya yang bisa diakui dan dilihat," tutur akademisi dari UIN Jakarta tersebut.
Meskipun, dia mengakui, Golkar tetap memiliki kontribusi terhadap kemenangan Jokowi di Pilpres 2019. Hanya saja, katanya, peran Golkar di bawah kepemimpinan Airlangga memang kurang tampak dalam memenangkan calon presiden petahana itu.
"Jadi tangan dingin Golkar tak dominan, tak signifikan angkat kemenangan Jokowi. Di Banyak daerah justru (Jokowi) kalah," pendapat Pangi.
Baca juga:
Bamsoet Akan Temui Airlangga Untuk Maju Jadi Ketum Golkar
DPD Golkar Kalsel dan Jakarta Dukung Bamsoet Maju Ketua Umum
Isyarat Dukungan Akbar Tanjung untuk Bamsoet Jelang Munas Golkar
Pengurus DPD II Golkar Temui Bamsoet, Dukung Pencalonan Ketua Umum
Niat Maju Munas Golkar, Bamsoet Sudah Sowan ke Habibie & Akbar Tandjung
Ketum KPPG Dukung Airlangga Pimpin Golkar Sekali Lagi
Golkar NTT Nilai Tak Ada Alasan Mendasar untuk Percepatan Munas