Akui ketemu bos Freeport, Setnov berdalih bela kepentingan rakyat
Setnov juga menjelaskan bahwa sejauh ini sebagai pejabat negara dia patuh pada kode etik parlemen.
Ketua DPR Setya Novanto (Setnov) tetap membantah tak mencatut nama Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla. Padahal Menteri ESDM Sudirman Said sudah mengakui kalau nama yang diserahkan ke MKD adalah Setya Novanto.
"Yang pertama tentu saya melihat media, bahwa saya membawa atau mencatut nama presiden. Tapi yang jelas bahwa presiden dan wakil presiden adalah simbol negara yang harus kita hormati, yang juga harus kita lindungi apalagi presiden dan wakil presiden ini khusus terkait Freeport ini sangat perhatian," kata Setnov di Kompleks Parlemen DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (17/11).
Klarifikasi yang dijawab secara beruntun oleh Setnov seakan mengatakan bisa mencatut nama Jokowi tak masalah asal berkaitan dengan rakyat. Setnov mencoba perlahan mengalihkan pada kebutuhan rakyat.
"Jadi menurut pendapat saya, kita juga tidak akan membawa nama-nama yang bersangkutan dan beliau-beliau tentu saya sangat berhati-hati dan harus menyampaikan secara jelas apa yang disampaikan Presiden kepada saya yang intinya bahwa beliau apa yang menjadi perhatian untuk rakyat, perhatian untuk kepentingan masalah yang besar yang untuk kepentingan kesejahteraan rakyat, tentu ini menjadi hal yang harus saya sampaikan itu. Khususnya yang berkaitan dengan yang berkaitan bagi hasil yang berkaitan dengan CSR, yang khusus kepentingan untuk rakyat dan juga khususnya untuk rakyat semua," tuturnya.
Setnov juga menjelaskan bahwa pernah ada pertemuan dirinya dengan Sudirman. Namun pertemuan tersebut dia anggap sebagai sebuah permintaan Sudirman agar dia bantu.
"Yang jelas saya pernah kedatangan di mana beliau minta penjelasan di kantor kami dan menjelaskan begitu program-program ke depan dan tentu beliau minta tolong bagaimana ini supaya ini bisa diberikan adanya jalan keluar karena ini merupakan hal baik," ungkapnya.
Setnov juga menjelaskan bahwa sejauh ini sebagai pejabat negara dia patuh pada kode etik parlemen. Dia juga mengakui bahwa sebuah perusahaan harus dikelola secara transparan.
"Tapi yang jelas kalau ada berita, pertanyaan-pertanyaan tadi (dari wartawan) meminta saham, itu kita harus hati-hati, saya khususnya pimpinan DPR sangat memperhatikan kode etik di Indonesia dan kode etik di Amerika atau perusahaan Amerika di manapun. Karena itu mengandung adanya, duta besar selalu mengingatkan pada saya juga bahwa ada foreign Corruption practice act bahwa di dalam hal yang berkaitan dengan saham, itu harus hati-hati," katanya,
"Karena itu harus dinilai dan tidak gampang diberikan. Itu betul-betul harus dilihat, orang keluar dari perusahaan Rp 100 saja itu betul-betul harus dilaporkan apalagi jumlah yang besar, apalagi saham. Apalagi untuk melakukan hal-hal yang lebih jauh itu harus dilaporkan terlebih dahulu dan harus disampaikan ke yang bersangkutan," imbuhnya.