Batu sandungan Jokowi di Pilpres 2019
Joko Widodo atau akrab disapa Jokowi dinilai belum berada di zona aman. Alasannya, separuh jumlah pemilih di Indonesia masih bisa berubah pilihannya. Ada beberapa isu yang dinilai berpotensi menjegal Jokowi di pertarungan 2019.
Sejumlah lembaga survei masih menempatkan nama Joko Widodo sebagai calon terkuat jika kembali maju sebagai calon presiden di Pemilihan Presiden 2019. Rata-rata, tingkat elektabilitas Joko Widodo jelang Pemilihan Presiden 2019 cenderung naik di angka 40-45 persen. Namun, kenaikannya dinilai lamban. Sementara di belakang Joko Widodo membuntuti rival terkuatnya yakni mantan Danjen Kopassus yang kini menjadi Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto.
Joko Widodo atau akrab disapa Jokowi dinilai belum berada di zona aman. Alasannya, separuh jumlah pemilih di Indonesia masih bisa berubah pilihannya. Ada beberapa isu yang dinilai berpotensi menjegal Jokowi di pertarungan 2019. Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia Ray Rangkuti melihat isu itu sudah mulai dimainkan dan terbukti memengaruhi lambannya kenaikan elektabilitas Jokowi. Lambatnya kenaikan elektabilitas Jokowi diyakini terimbas politik suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA) di Pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2017. Jokowi kerap diserang isu komunisme hingga terlalu mengistimewakan atau memiliki orientasi pada perekonomian China.
-
Siapa yang menjadi Presiden dan Wakil Presiden di Pilpres 2019? Berdasarkan rekapitulasi KPU, hasil Pilpres 2019 menunjukkan bahwa pasangan calon 01, Joko Widodo-Ma'ruf Amin, meraih 85.607.362 suara atau 55,50%, sementara pasangan calon 02, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, meraih 68.650.239 suara atau 44,50%.
-
Bagaimana tanggapan Prabowo atas Jokowi yang memenangkan Pilpres 2014 dan 2019? Prabowo memuji Jokowi sebagai orang yang dua kali mengalahkan dirinya di Pilpres 2014 dan 2019. Ia mengaku tidak masalah karena menghormati siapapun yang menerima mandat rakyat.
-
Dimana Prabowo Subianto kalah dalam Pilpres 2019? Namun sayang, Ia kalah dari pasangan Jokowi-Ma'aruf Amin.
-
Siapa yang menggugat Presiden Jokowi? Gugatan itu dilayangkan Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) melayangkan gugatan terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
-
Bagaimana Presiden Jokowi saat ini? Presiden Jokowi fokus bekerja untuk menuntaskan agenda pemerintahan dan pembangunan sampai akhir masa jabaotan 20 Oktober 2024," kata Ari kepada wartawan, Senin (25/3).
-
Siapa saja yang ikut dalam Pilpres 2019? Peserta Pilpres 2019 adalah Joko Widodo dan Prabowo Subianto.
"Kenapa lambatnya elektabilitas Jokowi? Dugaan saya karena masih terkena imbas dari politik SARA," kata Ray di D Hotel, Jalan Sultan Agung, Setia Budi, Jakarta Selatan, Selasa (26/12).
Permainan isu SARA diyakini tidak akan terhenti dan akan dihembuskan di Pilkada serentak 2018, Pemilu hingga Pilpres 2019. Isu SARA digunakan untuk kepentingan politik karena memiliki dampak signifikan menghancurkan elektabilitas lawan politik. Selain itu, efeknya berkepanjangan. Selain efek signifikan, isu SARA banyak dipakai karena muncul suasana yang melegalkan tindakan politik SARA.
"Jadi SARA tidak bermasalah karena dianggap mengamalkan kepercayaan tertentu, ada kegamangan," ujarnya.
Pengamat politik dari Universitas Paramadina Arif Susanto melihat, konflik di masyarakat bakal terjadi hingga Pilpres 2019. Isu-isu yang digunakan beragam. Mulai dari ketidakpuasan elit politik dalam pembagian kekuasaan. Ketidakpuasan itu tergambar di 3 tahun pemerintahan Jokowi-JK di mana sikap politik dua kaki PAN antara mendukung pemerintahan dan oposisi.
Yang juga perlu disikapi adalah permainan isu jika masyarakat tidak puas dengan pembangunan yang dilakukan pemerintah. Pemicunya, ekonomi tidak merata di seluruh wilayah Indonesia.
"Ekonomi cenderung stabil 3 tahun, tapi ada kesenjangan besar. Pertumbuhan tidak diikuti dengan distribusi merata. Lebih parah kalau tidak ada kepuasan pembangunan," Arif di D Hotel, Setia Budi, Jakarta Selatan, Selasa (26/12).
Isu ketiga yang berpotensi jadi batu sandungan Jokowi adalah penilaian jika pemerintah gagal dalam penegakan hukum, HAM dan antikorupsi. Arif menyinggung buruknya kualitas penegakan hukum di Indonesia. Penyebabnya karena Presiden Joko Widodo memercayakan institusi penegak hukum dipimpin dari unsur partai politik. Contohnya, Yasonna Laoly menjadi Menteri Hukum dan HAM serta M Prasetyo di posisi Jaksa Agung. Laoly merupakan kader PDIP dan Prasetyo berasal dari Partai NasDem.
Arif juga menyoroti soal banyaknya aparatur sipil negara tersangkut kasus korupsi oleh KPK serta janji Jokowi menyelesaikan pelanggaran HAM masa lalu seperti pembunuhan aktivis Munir.
"Kesalahan Jokowi adalah mengangkat Menkum HAM dan Jaksa Agung seorang politikus. Selama itu tidak akan pernah prestasi hukumnya Jokowi bagus. Kalau mau bagi, ganti Jaksa Agung dan Menkum HAM," tegas Arif.
Terakhir, lanjut Arif, peluang konflik besar jika tidak ada institusi sosial di luar politik yang mampu memoderasi politik.
"Agama enggak lupa diseret ke politik. Jadi tidak ada institusi di luar politik yang bisa diharapkan untuk jadi jalan keluar di jalan politik," ucapnya.
Baca juga:
Agar tak gaduh, Jokowi diminta keluarkan Inpres buat ganti Airlangga di kabinet
Ketika Anies-Sandi diminta contek Jokowi-Ahok soal penataan Tanah Abang
Kata pengamat, kesalahan Jokowi ini bisa picu konflik di Pemilu 2019
Penyuap Dirjen Hubla buat identitas palsu di bank, terinspirasi Jokowi-Prabowo
Elektabilitas Jokowi bisa merosot jika lawan pakai politik identitas