Beda 'kiblat' soal capres, politikus ini rela mundur dari parpol
Sebut saja kader Partai Golkar dan Partai Hanura yang memilih berseberangan dengan partainya soal capres.
Jelang pelaksanaan pemilihan presiden (Pilpres) 9 Juli mendatang, konstelasi politik tanah air terus mengalami dinamika. Setelah terjadi tarik ulur soal dukungan, kini masing-masing parpol telah menentukan dukungannya kepada capres-cawapres yang dijagokannya.
Meski demikian, tak serta merta kader partai langsung manut kepada kebijakan yang dibuat sang ketua umum untuk mendukung capres yang dijagokan partai. Sejumlah kader di berbagai parpol justru terang-terangan menyeberang untuk mendukung capres yang dijagokannya secara pribadi.
Sebut saja kader Partai Golkar dan Partai Hanura. Meski Ketua Umum Golkar Aburizal Bakrie ( Ical ) memutuskan partai yang dipimpinnya mendukung pasangan Prabowo - Hatta Rajasa , nyatanya sejumlah elite dan kader Golkar lebih memilih mendukung pasangan Jokowi - Jusuf Kalla (JK).
Begitu juga dengan kader Partai Hanura. Sejumlah kader partai yang dipimpin Wiranto itu justru lebih memilih mendukung pasangan Prabowo-Hatta. Padahal, Wiranto memutuskan Hanura mendukung pasangan Jokowi-JK.
Alhasil, kisruh internal di masing-masing parpol tersebut pun terjadi. Kebijakan ketua umum nyatanya tak digubris oleh kadernya.
Tak tanggung-tanggung, mereka bahkan lebih memilih mundur dari partai ketimbang membatalkan dukungan kepada capres yang didukungnya secara pribadi. Berikut politikus yang lebih memilih mundur karena berbeda 'kiblat' soal capres dengan partainya.
-
Kapan Prabowo bertemu Jokowi? Presiden terpilih Prabowo Subianto bertemu dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana kepresidenan, Jakarta, Senin (8/7) siang.
-
Apa yang dibicarakan Prabowo dan Jokowi? Saat itu, mereka berdua membahas tentang masa depan bangsa demi mewujudkan Indonesia emas pada tahun 2045.
-
Kapan Prabowo tiba di Kantor DPP Partai Golkar? Prabowo tiba sekitar pukul 17.00 WIB dengan mengenakan pakaian berwarna hitam dan celana berwarna hitam.
-
Siapa yang menyambut kedatangan Prabowo di Kantor DPP Partai Golkar? Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto hingga Sekjen Partai Golkar Lodewijk Freidrich Paulus menyambut langsung kedatangan Prabowo.
-
Kapan Golkar dan PAN menyatakan dukungannya kepada Prabowo? Menurut Aditya Perdana, sejumlah nama bisa dipertimbangkan mendampingi Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo di Pilpres 2024, setelah Golkar dan PAN mendeklarasikan dukungan.
-
Siapa yang mengusulkan Jokowi sebagai pemimpin koalisi Prabowo-Gibran? Usulan tersebut merupakan aspirasi dan pendapat dari sejumlah pihak.
Hary Tanoesoedibjo
Hary Tanoesoedibjo memutuskan mundur dari Partai Hanura. Keputusan itu diambil setelah bos MNC itu berseberangan jalan dengan Ketua Umum Hanura Wiranto.
Harry Tanoe yang menjabat sebagai ketua Dewan Pertimbangan Partai Hanura lebih memilih mendukung pasangan capres Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. Padahal, Wiranto memutuskan Hanura mendukung pasangan Jokowi-JK.
"Ya enggak mendadak. Beliau akan resign, beliau akan berjanji untuk support ke kedua tokoh ini (Jokowi dan Prabowo)," kata Wiranto di Hotel JS Luwansa, Kuningan, Jakarta, Selasa (20/5).
Wiranto mengaku sudah melakukan pembicaraan di internal Hanura soal mundurnya Harry Tanoe.
"Begini ya saya sudah membicarakan internal Partai Hanura. Posisi HT (Hary Tanoe) kecuali sebagai pengurus Hanura, juga sebagai entrepreneur kan banyak kawan, kawannya banyak. Kebetulan akhir-akhir ini beliau kedatangan Pak Jokowi, Pak Prabowo Juga ketemu," ujarnya.
Dalam pertemuan itu, Hary Tanoe diminta bergabung baik oleh kubu Jokowi dan Prabowo. Namun, Hanura tak bisa bermain dua kaki alias harus konsisten mendukung satu calon.
"Kita tidak bisa memberi dukungan ke yang lain terkait politik. Diputuskan Pak HT akan resign," imbuhnya.
Fuad Bawazier
Selain Hary Tanoesoedibjo, kader Partai Hanura yang memilih mundur adalah Fuad Bawazier. Ketua DPP Hanura itu mundur karena lebih memilih mendukung pasangan Prabowo-Hatta.
"Iya saya mundur, ya bilang saja per hari ini," kata Fuad saat dihubungi merdeka.com, Rabu (21/5).
Mantan menteri keuangan era Soeharto ini menyatakan mengundurkan diri karena kecewa dengan Ketua Umum Wiranto . "Menurut saya kurang aspiratif, ketua umum terlalu one man show, sudah tidak bisa diajak komunikasi," kata Fuad.
Akumulasi dari sikap Wiranto itu adalah pilihannya bergabung dengan barisan pendukung pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) di Pilres 9 Juli mendatang. Fuad mengakui, Wiranto memang diberi mandat oleh Rapimnas Hanura untuk menentukan arah koalisi.
"Tapi mandat itu kan rekayasa, mereka dikumpulin dan diminta, jadi mandat itu permintaan (Wiranto)," ujarnya.
"Saya tahu Pak Jokowi orang baik, Pak JK orang baik, tapi Prabowo visi misinya jelas. Saya kan ga bisa milih dua-duanya," kata Fuad.
Fahmi Idris
Politikus senior Partai Golkar Fahmi Idris memilih mundur dari Partai Golkar setelah partainya itu berkoalisi dengan Partai Gerindra mendukung pencapresan Prabowo Subianto. Fahmi tak sepakat Golkar bergabung dengan Gerindra, dia lebih sreg mendukung pasangan Jokowi-JK.
"Saya sudah sampaikan surat kemunduran diri saya," kata Fahmi di Hotel JW Marriott Jakarta, Kamis (22/5).
Sebelumnya memang ada ancaman bagi kader Golkar yang mendukung pasangan Jokowi-JK akan diberikan sanksi. Bahkan sampai pemecatan.
Terkait sanksi itu, Wakil Ketua Umum Partai Golkar Agung Laksono berharap tidak ada sanksi bagi kader yang mendukung pasangan selain Prabowo-Hatta. Menurutnya, dukungan itu adalah hak pribadi.
"Citra partai akan memburuk dengan pemberhentian dan pemecatan," ujarnya.
Luhut Binsar Panjaitan
Luhut Binsar Panjaitan memutuskan mundur dari jabatan sebagai Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar. Keputusan tersebut menyusul perbedaan sikapnya dengan kebijakan Ketua Umum Golkar Aburizal Bakrie (Ical) yang mendukung pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa.
Luhut mundur untuk bergabung mendukung pasangan Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla (JK) di Pilpres 2014.
"Iya (mundur) bisa dibilang begitu," kata salah satu tim pers Luhut yang engan disebutkan namanya kepada merdeka.com, Rabu (21/5).
Merapatnya Luhut ke kubu Jokowi-JK hanya bersifat dukungan semata, memilih mana yang terbaik. Luhut menjamin tak akan membawa gerbong dari Golkar.
"Dukungan saja, dari hati nurani mana yang lebih baik," lanjutnya.
Selain faktor nurani, keputusan Luhut dukung Jokowi-JK juga didasarkan pada faktor elektabilitas kedua pasangan itu di sejumlah lembaga survei. Luhut mengenal dekat dengan semua peserta pilpres; Jokowi, JK, Prabowo dan Hatta.
"Jadi heran Jokowi dapat elektabilitas tinggi. Jokowi kenapa? Memang Jokowi tulus yang seperti itu," klaimnya.
Baca juga:
4 Tips Prabowo-Hatta jalani tes kesehatan
Barisan jenderal di belakang Jokowi-JK
Golkar harus siap menjadi oposisi
Sosok Prabowo di mata mantan Jenderal TNI