Beratnya Jadi Partai Oposisi di Indonesia
Alih-alih didukung rakyat, suaranya malah turun di Pemilu.
Presiden terpilih Prabowo Subianto mengajak sebanyak-banyaknya partai politik untuk gabung di pemerintahannya lima tahun ke depan.
Seluruh parpol yang punya kursi di DPR telah menyatakan sepakat untuk bergabung dengan koalisi Prabowo-Gibran. Kecuali, PDIP yang hingga kini belum menentukan sikap.
- Sosok Pria Paruh Baya Ketakutan Diberi Uang Oleh Dedi Mulyadi 'Bapak Nanti Jadi Tumbal ya'
- Beredar Isu Borong Partai di Pilkada Sulsel, Fatmawati Tegaskan Tidak Benar
- Masa Tenang Pemilu 2024, Jangan Ada Saling Serang dan Fitnah
- Demokrat Hampir 10 Tahun jadi Oposisi, Kritik AHY: Pembangunan di Indonesia Belum Merata
Analis Komunikasi Politik Hendri Satrio (Hensat) mengungkap alasan mendasar parpol menolak berada di luar pemerintahan alias oposisi.
"Faktor parpol kini menolak untuk menjadi oposisi menurut saya karena tak ada reward yang signifikan dari rakyat," kata Hensat, Minggu (1/9).
Menurut dia, parpol oposisi memang membantu masyarakat menyuarakan kritik terhadap pemerintah. Namun di sisi lain, kenyataannya suara parpol yang menjadi oposisi justru turun.
“Enggak dipilih juga,” ujar Hensat.
PKS dan Demokrat 'Korbannya'
Founder Lembaga Survei KedaiKOPI itu mencontohkan, dua partai politik yang menjadi oposisi selama masa pemerintahan Presiden Joko Widodo yaitu PKS dan Partai Demokrat.
Kedua partai itu dinilai tidak mendapatkan dukungan yang signifikan di Pemilu 2024. Padahal, selama 10 tahun pemerintahan Jokowi, kerap memberikan kritik kepada pemerintah.
"Reward dari rakyat saat menjadi oposisi terakhir didapatkan oleh PDI Perjuangan yang menang saat Pemilu 2014, setelah itu otomatis oposisi tenggelam," ujarnya.
"Lihat PKS hanya naik 3 kursi di parlemen tahun ini, Demokrat bahkan turun kursinya, itu menunjukkan bahwa menjadi oposisi belum tentu didukung penuh oleh rakyat," lanjut Hensat.
Kebutuhan Parpol
Hensat menilai, saat ini tidak ada istilah oposisi jika membicarakan politik di Indonesia. Karena, saat ini justru hanya ada istilah kekuatan di luar pemerintahan yang sering diartikan rakyat sebagai oposisi.
"Di Indonesia menurut saya tidak ada istilah oposisi, adanya kekuatan di luar pemerintahan. Tapi jika didukung oleh rakyat, harusnya suaranya parpol oposisi naik ya," sebutnya.
Meski begitu, oposisi tetap dibutuhkan oleh pemerintah. Sebab, ketiadaan oposisi menurutnya akan membuat rakyat sulit untuk menyampaikan aspirasi serta masukan untuk pemangku kebijakan.
"Tapi, jika ingin menyelamatkan parpol dari misalnya sandera politik, ya harus kadernya yang bergerak sendiri untuk menyadari akan kebutuhan oposisi itu tanpa intervensi dari penguasa, rakyat tidak bisa menyelamatkan parpol," pungkasnya.