'Berdebat' Ambang Batas Masuk Senayan
RUU Pemilu ditargetkan DPR rampung 2021.
Perdebatan ambang batas parlemen dalam revisi UU Pemilu mengemuka antar fraksi partai di DPR. Pemicunya, draf RUU tentang Pemilu Tahun 2020 yang menuliskan angka ambang batas 7 persen untuk seluruh tingkat legislatif pusat, provinsi, dan Kabupaten Kota. Saat ini, ambang batas untuk masuk ke DPR berada di angka 4 persen.
RUU Pemilu ditargetkan DPR rampung 2021. Partai-partai 'penghuni' Senayan mulai menyampaikan beragam usulan plus rasionalisasi soal besaran ambang batas parlemen yang ideal. Meskipun baru sebatas verbal, belum sikap resmi partai.
-
Apa yang dimaksud dengan Pantarlih Pemilu? Pantarlih Pemilu adalah singkatan dari Panitia Pemutakhiran Data Pemilih. Pantarlih Pemilu memiliki peran penting dalam proses pemutakhiran data pemilih dalam rangka penyelenggaraan pemilu. Para anggotanya juga memiliki tugas penting selama proses Pemilu.
-
Apa itu Pemilu? Pemilihan Umum atau yang biasa disingkat pemilu adalah suatu proses atau mekanisme demokratis yang digunakan untuk menentukan wakil-wakil rakyat atau pemimpin pemerintahan dengan cara memberikan suara kepada calon-calon yang bersaing.
-
Apa arti Pemilu? Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, Pemilu atau Pemilihan Umum merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat untuk memilih Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Anggota Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden serta Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
-
Bagaimana sikap Baleg terkait revisi UU MD3? Awiek memastikan, tidak ada rencana membahas revisi UU MD3. Apalagi saat ini DPR sudah memasuki masa reses. "Tapi bisa dibahas sewaktu-waktu sampai hari ini tidak ada pembahasan UU MD3 di Baleg karena besok sudah reses," tegas dia.
-
Kenapa Pemilu penting? Pemilu merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat untuk memilih Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Anggota Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden serta Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
"Partai Politik Peserta Pemilu Anggota DPR harus memenuhi ambang batas perolehan suara paling sedikit 7 (tujuh persen) dari jumlah suara sah secara nasional pada Pemilu Anggota DPR untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi anggota DPR," bunyi Pasal 217 Ayat 1.
Kemudian pada Pasal 248 Ayat 1 menjelaskan tentang Partai Politik Peserta Pemilu anggota DPRD Provinsi harus memenuhi ambang batas perolehan suara paling sedikit 7% (tujuh persen) dari jumlah suara sah secara nasional pada Pemilu Anggota DPR sebelumnya untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi anggota DPRD Provinsi.
Sejauh ini, Komisi II DPR menyiapkan 3 alternatif. Alternatif pertama adalah ambang batas parlemen minimal tujuh persen dan berlaku secara nasional. Saan mengatakan, jika pilihan ini diterapkan, maka partai yang masuk parlemen tingkat daerah mengikuti partai yang lolos ambang batas tujuh persen di nasional.
Alternatif kedua adalah ambang batas ditetapkan secara berjenjang. Untuk nasional DPR RI ditetapkan lima persen, DPRD Provinsi empat persen, dan DPRD Kabupaten/Kota tiga persen.
Alternatif terakhir adalah ambang batas DPR RI tetap empat persen. Sementara, ambang batas DPRD provinsi dan kabupaten/kota menjadi nol persen.
Peta Konfigurasi Soal Ambang Batas Parlemen
NasDem dan Golkar tampaknya setuju dengan altenatif pertama. Wakil Ketua Umum Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia mengatakan usulan ambang batas 7 persen bertujuan untuk membentuk sistem presidensial yang efektif karena didukung parlemen yang multi partai sederhana.
"Golkar berpandangan sistem presidensial ini akan efektif kalau didukung DPR yang multi partai sederhana. Supaya perjalanan pemerintahan efektif," kata Doli.
Ketua Komisi II ini mengatakan, mengapa diusulkan tujuh persen, agar tidak setiap lima tahun sekali UU Pemilu direvisi. Doli berharap, RUU Pemilu yang tengah digodok ini bisa digunakan untuk jangka panjang.
"Kenapa usulkan 7 persen? Kami menginginkan UU Pemilu sekarang ini undang-undang yang berlaku cukup lama," kata dia.
Sementara PDIP mengusulkan alternatif kedua. PDIP ingin ambang batas parlemen mulai dari tingkat DPR, DPRD Provinsi, Kabupaten/Kota dibedakan. Misalkan DPR RI dibuat lima persen, DPRD Provinsi empat persen, dan DPRD Kabupaten/Kota tiga persen.
"Jadi dari nasional, provinsi, kabupaten kota itu parlemen thresholdnya beda-beda dan ini dinginkan PDIP," ujar Saan.
Alternatif ketiga didukung 4 partai yakni PPP, PAN, PKS dan Demokrat. PPP beranggapan, jika ambang batas dinaikan maka akan semakin banyak suara pemilih yang hangus.
"Semakin kita naikkan semakin banyak suara yang hangus, hilang sia-sia," kata anggota fraksi PPP, Arwani Thomafi.
Arwani mengatakan, dengan dinaikan ambang batas juga akan mengurangi proporsionalitas pemilu di Indonesia. "Kita ini kan sistem proporsional, sistem proporsional harus menjalan proporsional tahapan pemilu kita. Kalau PT-nya dinaikkan makin banyak suara yang hangus dan makin meningkatkan disproporsionalitas.
©©2019 Merdeka.com/Arie Basuki
PKS mengusulkan ambang batas parlemen dan presiden 4-5 persen. Menurut anggota Komisi II dari PKS Mardani Ali Sera menuturkan, pihaknya tak ingin ambang batas yang tinggi menjadi penghalang.
"PKS berpendapat ambang batas untuk Presiden sama dengan ambang batas untuk Parlemen. Agar tidak ada barrier to entry (penghalang untuk masuk medan juang). PKS usul ambang batas Parlemen dan Presiden sama di angka 4-5 persen," ujar Mardani.
PKS juga berpandangan ambang batas ini hanya untuk pemilu di tingkat nasional. Ambang batas untuk pemilihan legislatif tingkat provinsi dan kabupaten/kota sebaiknya ditiadakan.
PAN juga tidak setuju jika ambang batas parlemen dinaikkan menjadi 7 persen. Anggota Komisi II DPR RI, Fraksi PAN Guspardi Gaus mengatakan, PAN tidak setuju karena peningkatan ambang batas parlemen dari empat menjadi tujuh sangat fantastis. Kenaikan ambang batas, kata Guspardi, seharusnya bertahap.
"Fraksi PAN tidak setuju kenaikan PT tujuh persen, alasannya adalah kan pertama adalah kenaikan yang sangat fantastik," katanya.
Dia mengungkapkan, ambang batas empat persen sudah ideal dan perlu dipertahankan. Namun, Guspardi menilai, kenaikan ambang batas mengancam partai-partai kecil.
Terakhir Demokrat. Demokrat menilai angka empat persen lebih realistik dan bijak diterapkan dalam Pemilu. Kepala Bakomstra DPP Partai Demokrat Ossy Dermawan berpandangan, ambang batas parlemen perlu mempertimbangkan keterwakilan suara rakyat. Ossy mengatakan, semakin besar ambang batas akan semakin besar suara rakyat yang terbuang.
"Semakin besar PT yang diberlakukan, semakin besar pula suara rakyat yang terbuang/tidak terakomodir," ucapnya.
Menurut Demokrat, keberagaman dan kemajemukan Indonesia perlu menjadi pertimbangan menetapkan ambang batas parlemen. Ossy mengatakan, perlu mempertimbangkan keterwakilan tanpa kepentingan partai politik sepihak.
Ada juga PKB yang mengusulkan ambang batas parlemen (parliamentary threshold) naik menjadi lima persen. Ketua DPP PKB Yaqut Cholil Qoumas mengatakan, lima persen sebagai angka yang moderat dibanding tujuh persen yang diusulkan NasDem dan Golkar.
Menurutnya, kenaikan ambang batas perlu agar menyederhanakan jumlah partai politik di parlemen. Supaya menstabilkan hubungan eksekutif dan legislatif.
"PKB mengusulkan setuju naik. Lima persen menjadi angka moderat untuk kenaikan ini," kata Yaqut.
Alternatif-alternatif ini belum ditetapkan secara final. Draf yang beredar juga belum final. Seperti Gerindra belum bersikap karena akan menyampaikan sikap secara resmi.
Usulan Ambang Batas Parlemen Berjenjang
Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menyarankan jika penetapan angka parliamentary threshold atau ambang batas parlemen ditetapkan secara berjenjang atau berbeda antara pusat dan daerah. Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini menerangkan maksud dari berjenjang, jika pada angka parliamentary threshold DPR RI dengan DPRD Provinsi maupun Kabupaten/Kota.
"Jadi misalkan ambang batas DPR 7 persen, untuk DPRD tingkat provinsi turun 5 persen, termasuk pada tingkat Kabupaten/Kota. Jadi ambang batas setiap tingkatan berbeda tidak dipukul secara rata," jelas Titi saat dihubungi merdeka.com, Senin (8/6).
Dia mengatakan tujuan dari berjenjang untuk meminimalisir perolehan suara yang terbuang sia-sia karena angka ambang batas yang cukup tinggi dan berlaku sama.
"Jadi bila angka itu terlalu tinggi, berdampak pada banyaknya perolehan suara yang tidak bisa dihitung, karena partainya tidak lolos ambang batas untuk menuju parlemen baik pusat atau daerah," katanya.
"Terlebih kondisi Indonesia yang karakternya beragam dapat memicu ketidakstabilan politik dan kontra produktif untuk proses politik," tambahnya.
(mdk/ray)