Cerita Sandiaga Dapat Tekanan Politik Saat Pilgub DKI 2017 dan Pilpres 2019
Sandiaga mengaku mendapatkan intimidasi dan tekanan politik saat 2017 dan 2019.
Saat Pilgub DKI 2017, Sandiaga Uno maju sebagai calon wakil gubernur berpasangan dengan Anies Baswedan
Cerita Sandiaga Dapat Tekanan Politik Saat Pilgub DKI 2017 dan Pilpres 2019
Ketua Badan Pemenangan Pemilu PPP Sandiaga Uno, merespons soal tekanan yang dialami PDI Perjuangan. Dia mengatakan, dirinya pernah mendapatkan tekanan saat Pilgub DKI 2017 dan Pilpres 2019.
Saat Pilgub DKI 2017, Sandiaga Uno maju sebagai calon wakil gubernur berpasangan dengan Anies Baswedan. Sementara, Pilpres 2019 menjadi cawapres Prabowo Subianto.
"Tentunya saya pernah mengalami karna 2017, 2019 berkampanye di bawah tekanan dan intimidasi," kata Sandiaga Uno, di kawasan Jakarta Pusat, dikutip Senin (20/11).
Namun, Sandiaga meyakini saat ini masyarakat mulai dewasa dalam mengikuti proses dinamika politik. Sehingga, proses demokrasi secara jujur dan adil dapat dilaksanakan demgan baik.
"Saya meyakini bahwa kali ini karena masyarakat mulai dewasa dan semua sudah melihat bagaimana demokrasi yang sehat itu harus demokrasi yang Luber, Jurdil ini harus kita jaga bersama-sama," ucapnya.
Sandi mengaku bersyukur, karena PPP hingga saat ini masih menjalankan amanat partai dengan semangat amar ma'ruf nahi munkar.
"Insya Allah, dari doa para ulama, para Caleg PPP dan kader, serta relawan pemenangan Ganjar-Mahfud, tetap semangat, termotivasi bekerja, terutama di 87 hari ini,"
imbuhnya.
merdeka.com
Sebelumnya, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto mengklaim ada tekanan yang dihadapi gerakan pasangan Ganjar-Mahfud. Hasto mencontohkan tekanan yang dimaksud seperti intervensi terhadap Mahkamah Konstitusi hingga merembet ke lain.
"Ya tekanan ada, apalagi ini juga berkaitan yah. Kalau kita lihat konstitusi saja bisa diintervensi, padahal lembaga yudikatif. Apalagi yang lain. Jadi berbagai sinyal-sinyal itu sudah ada," kata Hasto di Hotel Sari Pan Pacific, Jakarta Pusat, Sabtu (18/11).
Terkait dengan tekanan yang dirasakan PDIP, lanjut Hasto, pihaknya akan berkomunikasi dengan kubu pasangan Anies-Muhaimin (AMIN). Sebab, klaim Hasto, kedua belah pihak sepakat tekanan ini muncul karena ada campur tangan kekuasaan.
"Kita menyepakati dengan AMIN juga, penggunaan suatu instrumen kekuasaan. Dalam konteks ini kami juga membangun komunikasi dengan AMIN karena merasakan hal yang sama," ucap Hasto.
"Sehingga inilah yang kemudian kami luruskan supaya demokrasi berada di koridornya, demokrasi berada pada rakyat yang mengambil keputusan bukan pada elite," ujar Hasto.
Namun, PDIP tidak gentar dengan berbagai tekanan yang ada. Dia mengklaim bahwa rakyat mendukung partainya.
"Buktinya rakyat memberikan dukungan. Ketika ada tekanan pencopotan baliho Pak Ganjar - Prof Mahfud, rakyat menyediakan rumahnya. Ini kan the essenxe of people movement," ujar Hasto.
Menurutnya, ketika menghadapi tekanan-tekanan tersebut, pihaknya berupaya untuk mengoreksi suatu yang menyimpang. Hasto berkata, tekanan ini tidak terjadi jika seandainya tidak ada cara-cara manipulatif.
"Itu tidak akan terjadi kalau tidak ada suatu manipulasi yang telanjang, dan ini di suara oleh kelompok-kelompok pro demokrasi melalui MK. Ketika segala sesuatunya itu diatur dengan baik, maka tidak akan muncul sikap-sikap seperti itu. Maka kita meminta semua untuk taat dengan hukum," kata Hasto.
"Ketika kantor PDIP diserang pun kami taat dengan hukum. Bahwa kebenaran itulah nanti yang akan menang," kata Hasto.