Demonstran Berpakaian Serba Hitam Kepung DPRD Solo, Tuntut Jokowi Mundur
Para demonstran menyoroti putusan MK, upaya revisi UU Pilkada, Bawaslu, hingga statement Ketua Umum DPP Partai Golkar Bahlil Lahadiala terkait raja Jawa.
Ratusan demonstran berpakaian serba hitam mengepung Gedung DPRD Kota Solo, Senin (26/8) sore. Massa yang mengatasnamakan Gabungan Pergerakan Rakyat Amankan Konstitusi (GAPRAK) membakar ban dan menutup akses Jalan Adi Sucipto depan gedung wakil rakyat.
Para demonstran menyoroti putusan MK (Mahkamah Konstitusi), upaya revisi UU Pilkada, Bawaslu, hingga statement Ketua Umum DPP Partai Golkar Bahlil Lahadiala terkait raja Jawa.
"Pendaftaran peserta pilkada tinggal besok, 27-29 Agustus 2024. KPU RI sudah menerbitkan PKPU yang baru sebagai aturan main, mengakomodasi Putusan MK No 60 dan No 70/PUU-XXII/2024. Namun tidak ada jaminan rezim tidak akan mengakalinya lagi demi nafsu kuasanya. Kita kawal dan pastikan tidak ada lagi upaya pembegalan konstitusi, karena sebelumnya gerombolan anggota dari Baleg DPR dari faksi pendukung rezim telah berusaha membangkang dan meniadakan putusan MK," teriak koordinator aksi, Muchus Budi Rahayu.
Demonstran menyoroti sikap Bawaslu yang belum juga menerbitkan Perbawaslu. Mereka mempertanyakan bagaimana mungkin wasit bisa bekerja fair dan transparan jika aturan pelanggarannya tidak lebih dulu disepakati.
"Ini belum lagi soal provokasi penghasutan yang dilakukan Bahlil Lahadalia yang menyudutkan Raja Jawa. Pernyataan itu bisa memicu kebencian etnis dan merusak persatuan bangsa," tandasnya.
Lebih lanjut Muchus mengatakan, anggota Baleg DPR RI dari faksi pendukung rezim telah berusaha membangkang dan meniadakan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No 60/PUU-XXII/2024 tentang Ambang Batas Pencalonan Kepala Daerah dan Putusan MK No 70/PUU-XXII/2024 tentang Batas Usia Calon Peserta Pilkada.
"Berpikir dan mengangankan tindakan itu saja adalah sebuah kekejian terhadap demokrasi dan supremasi hukum, apalagi mereka telah melakukannya sehari setelah kedua putusan MK itu. DPR telah melakukan makar terhadap konstitusi mengingat Putusan MK berlaku final dan mengikat," katanya.
"Kami punya banyak pengalaman terkait inkonsistensi dan patgulipat politik rezim Jokowi. Karena itu, bersikap kritis dan mempertahankan sikap skeptis terhadap rezim, menjadi wajib hukumnya. Kami bertekad bulat terus mengawal dan memastikan tidak ada lagi upaya pembegalan konstitusi, karena sebelumnya gerombolan anggota Baleg DPR dari faksi pendukung rezim telah berusaha membangkang dan meniadakan kedua putusan MK itu," sambungnya.
Menyikapi kondisi tersebut ada sejumlah tuntutan yang disampaikan demonstran. Mereka meminta KPU RI dan dan KPU di tingkat daerah melaksanakan PKPU No10 Tahun 2024 demi penegakan demokrasi yang fair, jujur dan adil sesuai konstitusi. Mereka juga mendesak Bawaslu segera menerbitkan Perbawaslu sesuai putusan MK No 60/PUU-XXII/2024 dan Putusan MK No 70/PUU-XXII/2024 paling lambat hari ini, Senin (26 Agustus 2024) pukul 24.00 WIB.
"Mendesak Jokowi tidak menerbitkan Perppu, Dekrit atau cawe-cawe apapun atas nama kewenangan Presiden untuk mementahkan PKPU dan Perbawaslu yang mengatur seluruh tahapan pelaksanaan Pilkada Serentak 2024," ucap Muchus.
Mereka juga mendesak Bahlil Lahadalia meminta maaf secara terbuka kepada bangsa Indonesia atas penghasutan dan ujaran kebencian dengan menyerang dan merendahkan martabat Raja Jawa yang bisa memicu timbulnya kebencian terhadap salah satu suku bangsa sehingga berpotensi merusak kerukunan dan persatuan bangsa.
"Jika tuntutan ini tidak dipenuhi, kami serukan Jokowi mundur sekarang juga. Selanjutnya kami akan memelopori gerakan pembangkangan sipil secara nasional serta menolak hasil Pilkada Serentak Tahun 2024 yang dipastikan akan penuh rekayasa rezim yang ingin menghancurkan demokrasi dan masa depan bangsa," tegasnya.
"Jokowi, kami sudah tidak percaya kamu. Kita bangkit melawan atau diam tertindas," pungkasnya.
Setelah sekitar 2 jam melakukan aksi, massa yang memenuhi pintu gerbang DPRD membubarkan diri dengan tertib.
7 Petisi Solo
GAPRAK menyampaikan 7 tuntutan dan pernyataan sikap. Mereka menyebut sebagai Petisi Solo:
1. Meminta dengan hormat KPU RI dan dan KPU di tingkat daerah melaksanakan PKPU No 10 Tahun 2024 demi penegakan demokrasi yang fair, jujur dan adil sesuai konstitusi.
2. Mendesak Bawaslu segera menerbitkan Perbawaslu sesuai putusan MK No 60/PUU-XXII/2024 dan Putusan MK No 70/PUU-XXII/2024 paling lambat hari ini, Senin (26 Agustus 2024) pukul 24.00 WIB.
3. Mendesak Jokowi tidak menerbitkan Perppu, Dekrit atau cawe-cawe apa pun atas nama kewenangan Presiden untuk mementahkan PKPU dan Perbawaslu yang mengatur seluruh tahapan pelaksanaan Pilkada Serentak 2024.
4. Partai-partai politik yang pada 21 Agustus 2024 telah melakukan akrobat politik berupa upaya melawan Putusan MK No 60 dan No 70/PUU-XXII/2024, wajib meminta maaf kepada seluruh rakyat Indonesia secara terbuka karena telah dengan kesadaran penuh melakukan pembangkangan dan pengkhianatan konstitusi.
5. Mendesak kepada Saudara Bahlil Lahadalia meminta maaf secara terbuka kepada bangsa Indonesia atas penghasutan dan ujaran kebencian dengan menyerang dan merendahkan martabat Raja Jawa yang bisa memicu timbulnya kebencian terhadap salah satu suku bangsa sehingga berpotensi merusak kerukunan dan persatuan bangsa.
6. Pemilu Kepala Daerah adalah bagian dari pelaksanaan demokrasi. Rakyat bebas memilih menggunakan hati nuraninya dengan sepenuh kesadaran, kebebasan, segala intimidasi, tekanan, dan kekerasan fisik maupun psikis terhadap calon pemilih oleh siapa pun juga adalah kejahatan besar bagi kehidupan demokrasi.
7. Jika tuntutan ini tidak dipenuhi, kami serukan Jokowi mundur sekarang juga. Selanjutnya kami akan memelopori gerakan pembangkangan sipil secara nasional serta menolak hasil Pilkada Serentak Tahun 2024 yang dipastikan akan penuh rekayasa rezim yang ingin menghancurkan demokrasi dan masa depan bangsa.
"Jokowi, kami sudah tidak percaya kamu. Kita bangkit melawan atau diam tertindas," teriak koordinator aksi, Muchus Budi Rahayu saat membacakan petisi.
Aksi demonstrasi yang dimulai pukul 14.00 WIB di depan Gedung DPRD meluap hingga Jalan Adi Sucipto. Polisi harus menutup akses utama ke Bandara Adi Soemarmo itu mulai dari Tugu Wisnu Manahan hingga Gapura Mahkuta.
Selain orasi politik, massa juga membakar ban di sejumlah titik badan jalan. Sejumlah tokoh ikut berorasi, di antaranya Muhammad Taufiq yang juga bakal calon Wali Kota Solo asal PDIP dan tokoh Mega Bintang, Mudrick M Sangidoe.