Diduga takut korupsi ketahuan, DPR naikkan Edi jadi pimpinan BPK
Masuknya kepentingan politik dalam pemilihan pimpinan BPK RI adalah untuk melancarkan kepentingan politik.
Direktur Indonesia Public Institute, Karyono Wibowo menilai terpilihnya Edi Mulyadi sebagai pimpinan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) merupakan hasil pertempuran politik. Dua kubu koalisi yakni kubu Jokowi-JK dan Koalisi Merah Putih (KMP).
"Kalau ditelusuri bisa saja kasus Edi Mulyadi ini dampak dari pertempuran pilpres. Kalau ini dipaksakan pemilihannya, pemilihan 5 calon oleh anggota DPR tadi patut diduga tidak lepas dari pertarungan politik dua kutub antara Koalisi Merah Putih dan Indonesia Hebat," ujar Karyono di Cikini, Jakarta, Minggu (21/9).
Karyono berpendapat, masuknya kepentingan politik dalam pemilihan pimpinan BPK RI adalah untuk melancarkan kepentingan politik dari masing-masing kubu. Menurutnya, kedua kubu tersebut sama-sama memperebutkan lembaga yang strategis untuk kepentingan terselubung.
"Bisa saja pemilihan itu diwarnai kepentingan 2 kutub tadi. Misalnya Nur Yassin yang terpilih juga berasal dari PKB yang merupakan kubu Indonesia Hebat. Padahal menurut saya itu semua karena BPK itu strategis. Padahal dia (BPK) harus independen baik dari politik maupun kepentingan terselubung lainnya," ungkap Karyono.
Karyono mengatakan, bila BPK tidak lepas dari kepentingan politik maka nantinya BPK akan mengalami kesulitan dalam menjalankan fungsinya mengaudit keuangan negara. "Kalau BPK tidak steril dari pemilihan kemarin maka kinerja BPK yang akan datang sulit untuk independen karena tidak lepas dari kepentingan politik sedangkan BPK harus independen," ujar Karyono.
Karyono menduga, dibalik terpilihnya Edi Mulyadi sebagai pimpinan BPK, banyak anggota DPR yang takut skandal keuangannya terungkap apabila Edi tidak dinaikkan menjadi pimpinan BPK.
"Saya khawatir dengan jabatan Edi Mulyadi tersebut dia menemukan beberapa temuan kasus sehingga dia dinaikkan supaya kasus itu tidak mencuat. Karena dulunya dia deputi investigasi tentu dia punya banyak data pengelolaan negara," tutup Karyono.