Fadel dan Ade Komaruddin paling berpeluang isi kursi Ketua DPR
Sampai saat ini Golkar masih mencari sosok pengganti Setya Novanto yang baru saja mengundurkan diri.
Golongan Karya (Golkar) tengah menggodok calon pengganti Setya Novanto menjadi Ketua DPR. Ketua Komisi XI DPR, Fadel Muhammad dan Ketua Fraksi Golkar DPR, Ade Komarudin merupakan dua nama yang dikabarkan memiliki peluang besar untuk menggantikan posisi Setnov.
Fadel Muhammad mengatakan, berpacu pada pemetaan suara dapil tertinggi pada pada tahun 2014, dirinya masuk dalam perolehan dukungan tertinggi yang saat itu setara dengan Setya Novanto dan Ade Komarudin. Jika dikaitkan dengan syarat yang dipatenkan Golkar dalam rapat pimpinan, maka Fadel masuk dalam daftar nama yang berpotensi menggantikan Setya Novanto.
"Dulu, pada waktu pemilihan yang lalu, 2014 kami sudah petakan seluruhnya yang tertinggi suara dapil Fadel Muhammad yaitu saya, Ade Komaruddin, dan pak Setya Novanto. Sudah kita petakan seluruhnya itu. Sudah ada lengkap," ujar Fadel di DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (17/12).
Selain dari dukungan dapil, calon pengganti Setnov harus mendapatkan berbagai pertimbangan dari pimpinan partai Golkar yaitu Aburizal Bakrie. Mengenai hal ini, Fadel enggan berspekulasi akan peluang menjadi nomor 1 di DPR.
"Ya kita lihat perkembangan yang ada," tambahnya.
Fadel menuturkan, penentuan siapa yang layak duduk di kursi pimpinan DPR tentu melalui proses yang panjang. Kemungkinan, keputusan oleh pimpinan partai Golkar akan dilakukan pada Januari 2016.
"Tentunya kan masih lama prosesnya. Sekarang pun DPR sudah mau reses, dan kemudian sudah reses baru masuk Januari," tutup Fadel.
Diketahui, berdasarkan rapat pimpinan ke-5 yang digelar Golkar sudah memutuskan bahwa ada empat syarat yang harus dipenuhi calon pengganti mantan Ketua DPR Setya Novanto. Empat syarat yang dimaksud yaitu pertama, calon pimpinan DPR harus berada dalam struktur organisasi. Kedua, calon pimpinan DPR harus memiliki suara terbanyak daripada dapil. Ketiga, calon pimpinan DPR harus memiliki pengalaman politik, hukum dan lain-lain. Keempat, berdasarkan hak prerogatif ketua umum yaitu, Aburizal Bakrie.
Baca juga:
Rizal Ramli: Terima kasih Setya Novanto akhirnya mengundurkan diri
Tak putuskan sanksi etik, MKD dinilai tak tega pada Setnov
Fadel Muhammad sebut pengganti ketua DPR ditentukan Ical
Mundur dari Ketua DPR, Setnov dinilai mau menghindar dari sanksi MKD
Setya Novanto 'terjungkal' saat berada di puncak karier politik
-
Kapan Partai Golkar didirikan? Partai Golkar bermula dengan berdirinya Sekber Golkar di masa-masa akhir pemerintahan Presiden Soekarno. Tepatnya tahun 1964 oleh Angkatan Darat digunakan untuk menandingi pengaruh Partai Komunis Indonesia dalam kehidupan politik.
-
Kapan Prabowo tiba di Kantor DPP Partai Golkar? Prabowo tiba sekitar pukul 17.00 WIB dengan mengenakan pakaian berwarna hitam dan celana berwarna hitam.
-
Siapa yang menyambut kedatangan Prabowo di Kantor DPP Partai Golkar? Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto hingga Sekjen Partai Golkar Lodewijk Freidrich Paulus menyambut langsung kedatangan Prabowo.
-
Kenapa Partai Golkar didirikan? Partai Golkar bermula dengan berdirinya Sekber Golkar di masa-masa akhir pemerintahan Presiden Soekarno. Tepatnya tahun 1964 oleh Angkatan Darat digunakan untuk menandingi pengaruh Partai Komunis Indonesia dalam kehidupan politik.
-
Apa yang diusulkan oleh Partai Demokrat terkait penunjukan Gubernur Jakarta? Hal senada juga disampaikan Anggota Baleg Fraksi Demokrat Herman Khaeron. Dia mengatakan, pihaknya tetap mengusulkan agar Gubernur Jakarta dipilih secara langsung. "Kami berpandangan tetap, Pilgub DKI dipilih secara langsung. Bahkan wali kota juga sebaiknya dipilih langsung," kata Herman Khaeron.
-
Bagaimana Golkar merespon wacana Ridwan Kamil maju di Pilkada Jakarta? Golkar merespons wacana Ridwan Kamil bersedia maju di Pilkada DKI Jakarta karena berasumsi eks Gubernur Jakarta Anies Baswedan tidak akan maju lagi sebagai calon gubernur. Saat itu, Anies merupakan capres yang berkontestasi di Pilpres 2024. Oleh karena itu, Golkar memberikan penugasan kepada Ridwan Kamil untuk maju di Jakarta dan Jawa Barat.