Fahri Hamzah curiga diminta mundur karena ada tekanan ke eks menteri
Fahri Hamzah tegaskan bahwa jabatan pimpinan DPR bukan hak dari partai.
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengakui bahwa yang mendesaknya melepas jabatan sebagai pimpinan DPR adalah Ketua Majelis Syuro PKS Salim Segaf Al Jufri. Fahri mengaku menolak dorongan mengundurkan diri itu, dia menuding bahwa DPP PKS melanggar peraturan DPR.
"Jika argumen saya dianggap melanggar kedisiplinan partai dan jika hal ini dituangkan secara resmi, maka DPP PKS dapat dituduh melakukan intervensi kepada kelembagaan publik," kata Fahri dalam keterangan tertulisnya, Rabu (13/1).
Fahri menuding, ada beberapa kader di DPP PKS yang masih terus melakukan penggalangan opini untuk mencopot jabatannya dari pimpinan DPR. Dalam hal ini, menurut Fahri, ada upaya menyajikan permasalahan internal partai ke muka umum.
"Sebelumnya PKS tidak mempunyai tradisi seperti ini, apalagi terkait kursi jabatan yang tidak pernah menjadi tujuan bagi siapapun kader PKS," tuturnya.
Fahri beranggapan, permintaan Salim agar dirinya mundur dari pimpinan DPR merupakan keinginan pribadi. Setelah permintaan mundur, Fahri menyebut jika Salim mengirim SMS usai pertemuan yang isinya menyerahkan sepenuhnya keputusan mundur kepada Fahri.
"Ketua Majelis Syuro sendiri, setelah mendengar penjelasan saya, lalu mengirimkan SMS bahwa beliau tidak memaksa meminta saya mundur karena mengundurkan diri merupakan hak saya dalam posisi sebagai pejabat publik yang diikat oleh hukum publik," jelas Fahri.
Fahri juga curiga jika kisruh ini karena ada tekanan terhadap mantan menteri yang sekarang punya jabatan di PKS. Sikap Fahri yang kerap mengkritik pemerintah dianggap membuat gelisah Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Memang ada kekhawatiran bahwa sikap saya akan mendatangkan tekanan kepada internal partai khususnya para mantan menteri yang sekarang menjabat di partai. Tetapi saya menjelaskan tentang berbagai pertimbangan hukum dan juga politik terkait pilihan tersebut," bebernya.
Fahri menjelaskan, bahwa dirinya tak bisa menerima pengunduran diri. Sebab dalam UU MD3 poisisi jabatan pimpinan DPR bukanlah prerogatif partai.
"Berbeda dengan UU lama di mana pimpinan DPR diisi oleh partai dengan perolehan kursi terbanyak secara berurutan. Sementara UU baru mengatur bahwa Partai mengajukan anggota nya dalam sebuah kesatuan paket yang bersifat tetap, untuk dipilih oleh paripurna. UU mengatur mekanisme pergantian Pimpinan DPR oleh Partai dengan rinci, di mana penarikan harus disertai oleh alasan yang konstitusional (pasal 87 UU MD3 ayat (2) huruf (d)," jelasnya.
Baca juga:
Apa sanksi untuk Fahri Hamzah? Ini jawaban Presiden PKS
Serangan balik Fahri Hamzah, mau dilengserkan dari pimpinan DPR
Fahri Hamzah minta Tifatul tak bertingkah seperti senior
Ini alasan Fahri Hamzah laporkan balik teman separtainya ke BDPO
Fahri Hamzah diperiksa lembaga etik, ini komentar Presiden PKS
Cerita Prabowo pernah takut dengan PKS karena jenggot dan radikal
Fadli Zon minta PKS tak politisir jabatan Fahri Hamzah di DPR
-
Apa saja jenis PPKS yang ditemukan di Jakarta? Contoh PPKS yang dijangkau adalah manusia gerobak, manusia silver, pengemis, dan badut.
-
Mengapa PKS unggul di DKI Jakarta dalam Pemilu 2024? Tercatat PKS unggul dengan perolehan 1.012.028 suara.
-
Bagaimana cara Pemprov DKI Jakarta menindak tegas PPKS? Pemprov DKI Jakarta menindak tegas para PPKS tersebut dengan melakukan razia selama 9 Februari sampai 13 Maret 2023
-
Kapan razia terhadap PPKS dilakukan? Pemprov DKI Jakarta menindak tegas para PPKS tersebut dengan melakukan razia selama 9 Februari sampai 13 Maret 2023
-
Apa yang Ramzi lakukan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur? Jadi saat ini perlu dipersiapkan. Pendaftaran sudah diterima, semua dokumen telah masuk. Terdapat beberapa masukan terkait pendaftaran calon bupati dan calon wakil bupati. Namun, masih ada beberapa dokumen yang belum lengkap. Ternyata ada beberapa berkas dari pengadilan negeri Jakarta Timur yang belum saya siapkan," jelas Ramzi.
-
Bagaimana PKS menanggapi putusan MK? Putusan Mahkamah Konstitusi terhadap sengketa Pilpres 2024, bersifat final dan mengikat, meski tak sepenuhnya sesuai dengan harapan. Putusan tersebut harus kita hormati sekaligus menjadi penanda dari ujung perjuangan konstitusional kita di Pilpres tahun 2024.