Gagalnya manuver selamatkan Setnov di sidang MKD
Skenario ini muncul dari kubu Koalisi Merah Putih.
Setya Novanto akhirnya mundur dari posisi ketua DPR. Upaya penyelamatan gagal dilakukan kubu pendukung. Terutama mendorong pembentukan dewan panel.
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menilai banyak merasa beruntung Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) tidak memakai dewan panel. Dikhawatirkan langkah itu justru mengaburkan kebenaran.
"Oleh karenanya mereka coba mengulir-ulur waktu dengan membuka peluang membentuk dewan panel. Dengan harapan mereka bisa mencari cara untuk membebaskan Novanto dari jerit sanksi MKD," kata Lucius saat dihubungi merdeka.com, Rabu (16/12).
Dia juga mengungkapkan skenario para pendukung Setya untuk mendorong dibentuknya dewan panel mulai bergulir ketika melihat suara dari kubu yang memutuskan memberikan sanksi ringan lebih besar. Tentu saja skenario ini muncul dari kubu Koalisi Merah Putih (KMP).
"Iya saya kira skenario dari KMP tadi muncul setelah melihat komposisi anggota MKD yang tak memungkinkan kemenangan bisa mereka raih," jelasnya.
Suara penolakan dibentuknya tim panel juga dilontarkan anggota DPR dari Fraksi PAN, Ahmad Bakri. Ahmad mengaku menolak jika dibentuk Panel untuk mengadili dugaan pelanggaran kode etik Ketua DPR Setya Novanto. Menurut dia, panel butuh waktu lama untuk menentukan pelanggaran kode etik Setya Novanto.
"Ini akan membutuhkan waktu lebih lama lagi apalagi DPR akan reses," ujar Bakri di sela rapat terbuka MKD rumuskan sanksi Novanto di Kompleks Parlemen DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (16/12).
Selain itu, katanya, dalam panel nanti prosesnya bisa berbelit. Akan diputuskan lagi melanggar atau tidaknya Novanto.
"Kalau panel bisa memutuskan melanggar atau tidak melanggar. Sesuai dengan Pasal 41 tata beracara peraturan MKD mengenai panel," tuturnya.