Ganjar: Penempatan Hukum jadi Panglima Penting daripada Utamakan Politik
Ganjar Pranowo menyebutkan di tengah kondisi kehidupan bangsa yang tengah menurun di berbagai aspek, sudah saatnya masyarakat sipil menyusun skenario perbaikan
Politisi PDI Perjuangan Ganjar Pranowo menyebutkan di tengah kondisi kehidupan bangsa yang tengah menurun dalam berbagai aspek, sudah saatnya para pegiat masyarakat sipil menyusun skenario perbaikan agar bangsa bisa kembali tumbuh dan berkembang.
"Semua bisa diwujudkan melalui berbagai pertemuan untuk bersama menemukan formula perbaikan," kata Ganjar saat menjadi pembicara pada ajang diskusi yang diselenggarakan Forum Agenda 45 di Jakarta dilansir Antara, Selasa (10/9).
- Ganjar Deklarasi Tak Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, Pengamat: Mestinya Ada di Parlemen
- Ganjar di Sidang MK: Demokrasi Bisa Dinodai Mereka yang Hanya Peduli Kekuasaan
- Ganjar Banjir-banjiran Temui Warga Grobogan: Di Atas Politik Ada Kemanusiaan
- Ganjar Pranowo Janji Hapus Batas Usia Pelamar Kerja: Itu Hak Warga Negara
Menurut Ganjar, perbaikan demokrasi di Indonesia bisa melalui penempatan hukum sebagai panglima tertinggi, bukan lagi mengutamakan politik sebagai unsur yang utama.
Ia menilai bahwa dengan tumbuhnya berbagai forum diskusi maka diharapkan dapat mencerdaskan publik, karena sudah terbukti perbaikan bangsa kerap muncul dari kekuatan masyarakat sipil.
"Penempatan hukum sebagai panglima menjadi penting dari pada mengutamakan politik sebagai unsur utama dalam kehidupan bernegara," tuturnya.
Sementara itu, Guru Besar FH UI Prof Harkristuti Harkrisnowo mengatakan bahwa penegakan hukum berbasis viral yang saat ini sedang marak perlu diperbaiki lagi, karena ini menyalahi aturan yang semestinya.
"Apa bila sebuah kasus tidak viral para penegak hukum cenderung tidak bergerak, 'no viral no justice'. Hal seperti ini tentu tidak mudah karena pada sisi lain kita melihat kemungkinan terjadinya 'character assassination' (perusakan karakter)," ujarnya.
Ia mengatakan bahwa memang benar sebuah pemikiran mesti diakselerasi, misalnya, keputusan Mahkamah Konstitusi yang membuka peluang kepada partai politik yang semula tidak dapat ikut serta dalam Pilkada menjadi mungkin. Penegakan atau pengawasan hukum mesti dilakukan baik secara eksternal maupun internal.
Direktur Eksekutif Agenda 45 Warsito Ellwein menjelaskan bahwa pihaknya akan terus menggelar kegiatan diskusi dengan tujuan untuk mengembalikan lagi tradisi berpikir yang akhir akhir ini dirasakan menurun.
Menurut dia, warga terlalu sibuk mengurus kehidupan sehari harinya ketimbang berpikir mencari jalan keluar mengatasi kesulitan.
"Kami Forum Agenda 45 merasakan tradisi berpikir kita sedikit menurun. Kita cenderung berpikir pragmatis dan praktis. Gen Z dibuat tidak berpikir mendalam untuk menemukan solusi," tegasnya.