Gerindra Bantah Tuduhan Mahfud MD Soal UU Pesanan
Dia menegaskan, dalam penyusunan Undang-undang usulan datang dari pemerintah dan DPR lalu dibahas bersama.
Ketua Fraksi Gerindra di DPR, Ahmad Muzani membantah pernyataan Menko Polhukam Mahfud MD terkait masih adanya pasal titipan dalam penyusunan Undang-undang. Dia menegaskan, dalam penyusunan Undang-undang usulan datang dari pemerintah dan DPR lalu dibahas bersama.
"Ya program yang disebut program titipan, kan legislasi itu kan datang dari pemerintah. Pemerintah kan juga menyusun satu rencana Undang-undang melalui daftar legislasi dan DPR juga sama menyampaikan pandangan untuk menyampaikan daftar legislasi," ungkapnya saat ditemui di Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (20/12).
-
Apa yang diklaim oleh video tentang Mahfud MD dan DPR? Video tersebut mengandung narasi bahwa Cawapres nomor urut 3 Mahfud MD bersama DPR membongkar kebusukan hakim MK saat pelaksanaan Pilpres.
-
Bagaimana cara Mahfud MD dan timnya mengajukan usulan hak angket ke DPR? "Kok angket cuma gertak-gertak, loh nunggu sidang DPR dong. Kalau enggak sidang DPR memang angket diserahkan ke mana? Diserahkan ke DPR sidang, disampaikan secara resmi. Jadi jalur hukum jalan, firm, kami yakin punya bukti-bukti yang kuat. Angket itu sudah digarap," kata Mahfud kepada wartawan di GBK, Senayan, Jakarta, Jumat (1/3).
-
Siapa yang membantah pernyataan Mahfud MD? Hal ini pun dibantah langsung oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Hadi Tjahjanto.
-
Siapa yang mengonfirmasi soal kabar pengunduran diri Mahfud MD? Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia mengaku belum mendapatkan informasi resmi terkait hal tersebut. Namun, dia mengaku mendengar kabar burung soal pengunduran diri Mahfud MD.
-
Kapan rapat mingguan TPN Ganjar-Mahfud digelar? TPN Gelar Rapat Mingguan: Mantapkan Gerakan Blusukan Ganjar-Mahfud yang Tak Bisa Dilakukan Prabowo Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud Md, menggelar rapat mingguan di Gedung High End, Jakarta Pusat, Rabu (6/12).
-
Apa yang dilakukan Ganjar Pranowo dan Mahfud MD sebelum ke MK? Pasangan nomor urut 03, Ganjar Pranowo-Mahfud MD menghadiri sidang putusan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) di Mahkamah Konstitusi (MK) pada hari ini, Senin, (22/4). Ganjar-Mahfud berangkat bersama tim hukum dari Hotel Mandarin, Jakarta Pusat serta melaksanakan doa bersama sebelum ke MK.
Sekretaris Jenderal Gerindra ini pun menjelaskan bahwa dalam penyusunan Undang-undang memang ada pertimbangan subjektif. Pertimbangan tersebut baik dari sisi DPR maupun pemerintah.
"DPR sumbernya dari komisi dan fraksi. Jadi subjektivitas pemerintah ada, subjektivitas DPR juga selalu ada. Jadi subjektivitas itu macam-macam," terang dia.
Sebagai contoh, dia menyebut RUU tentang Ibu Kota Negara (IKN). RUU tersebut merupakan usulan pemerintah dengan mempertimbangkan kepentingannya.
"Karena itu merupakan rencana pemerintah untuk memindahkan ibu kota. Misalnya begitu. Jadi saya kira pernyataan itu agak insinuatif (bersifat menyindir atau tuduhan) menurut saya. Pokoknya insinuatif," jelas dia.
"Karena pada akhirnya DPR itu lembaga politik. Lembaga politik itu berarti kompromi. Kadang-kadang kompromi tidak selalu dipertimbangkan dengan objektivitas, kadang-kadang gitu," tandasnya.
Menko Polhukam Mahfud Md mengatakan, Indonesia masih menghadapi persoalan dalam penyusunan Undang-undang. Ini disampaikan Mahfud saat memberikan sambutan dalam diskusi yang diadakan oleh Gerakan Suluh Kebangsaan dengan tema Merawat Semangat Hidup Berbangsa.
"Problem kita itu sekarang dalam membuat aturan hukum, itu sering kacau balau. Ada hukum yang dibeli, pasal-pasalnya dibuat karena pesanan, itu ada. Undang-undang yang dibuat karena pesanan, Perda juga ada. Disponsori oleh orang-orang tertentu agar ada aturan tertentu," kata Mahfud di Hotel Arya Duta, Jakarta, Kamis (19/12).
Dia pun menyebut, sekarang ini banyak aturan yang tumpang tindih antara satu dengan yang lain.
"Sehingga, Presiden sekarang membuat apa yang disebut omnibus law," jelas Mahfud.
Dia juga menyinggung soal penegakan hukum, masih dianggap tidak memenuhi unsur keadilan.
"Rasa keadilan sering ditabrak oleh formalitas-formalitas hukum. Oleh otoritas-otoritas yang mengatakan, kamu berpendapat begitu, kami kan yang memutuskan, misalnya. Lalu timbullah rasa ketidakadilan," tukasnya.
(mdk/ded)