Gerindra Pecat Anggota DPRD Terlibat Korupsi Bareng Eks Gubernur Bengkulu, Penggantinya Raih 130 Suara saat Pileg
Berdasarkan aturan, PAW adalah calon yang memperoleh suara kedua terbanyak pada pemilihan legislatif 2024.

Seorang anggota DPRD Musi Rawas, Sumatera Selatan, BA, ditetapkan tersangka dan ditahan akibat diduga korupsi penerbitan izin lahan sawit yang melibatkan mantan Gubernur Bengkulu Ridwan Mukti. BA pun dipecat sebagai kader Partai Gerindra.
DPC Partai Gerindra Musi Rawas telah mengajukan calon pengganti antar waktu (PAW) ke DPD Partai Gerindra Sumsel. Berdasarkan aturan, PAW adalah calon yang memperoleh suara kedua terbanyak pada pemilihan legislatif 2024.
- Terseret Kasus Korupsi Eks Gubernur Bengkulu, Anggota DPRD Musi Rawas Ditangkap
- Duduk Perkara Kasus Korupsi Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah, Minta Setoran Anak Buah untuk Biaya Pilkada
- Gerindra Tak Bisa Buktikan Pelanggaran, MK Kandaskan Gugatan Pileg DPR di Dapil Papua Tengah
- Ada Dugaan Penggelembungan Suara di Bogor, Bawaslu Minta KPU Perbaiki Sesuai C Hasil
Berdasarkan hasil pleno KPU Musi Rawas, calon terbanyak kedua dari Partai Gerindra setelah BA adalah Septiandry Arrosyidu yang meraih 130 suara saat pileg. Mereka adalah sama-sama caleg dari daerah pemilihan V Musi Rawas.
Aturan Pengganti Kader Dipecat
Wakil Sekretaris DPD Partai Gerindra Sumsel Sri Mulyadi mengatakan, pemecatan menjadi sanksi utama bagi kader terlibat dalam kasus korupsi. Keputusan itu juga berlaku meski tindak pidana sudah lama terjadi atau sebelum menjadi kader partai.
"Ya, otomatis dipecat. Di tubuh partai tegas, siapa pun yang berhadapan dengan hukum walaupun mengedepankan asas praduga tak bersalah tetap disanksi tegas," kata Wasek DPD Partai Gerindra Sumsel Sri Mulyadi, Jumat (14/3).
Sri menyebut pemecatan masih diproses dan selanjutnya mengajukan PAW ke DPRD Musi Rawas. Nama kader yang bakal menggantikan BA adalah caleg dengan perolehan suara terbanyak kedua setelah yang bersangkutan.
"Yang jelas sesuai aturan adalah suara terbanyak kedua di dapil, sudah ada namanya tapi saya lupa," kata Sri.
Konstruksi Kasus Suap
Diberitakan sebelumnya, BA ditangkap penyidik Kejaksaan Tinggi Sumsel di salah satu hotel di Palembang, Selasa (11/3). Penangkapan BA dilakukan karena mangkir dari panggilan pemeriksaan sebagai tersangka beberapa hari lalu.
Dalam kasus ini penyidik menetapkan lima tersangka, yakni Bupati Musi Rawas periode 2005-2015 dan Gubernur Bengkulu Ridwan Mukti periode 2016-2017. Ridwan Mukti dan istrinya terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK terkait kasus suap fee proyek pembangunan peningkatan jalan di Rejang Lebong, Bengkulu.
Ridwan menerima uang Rp1 miliar dari total fee Rp4,7 miliar yang dijanjikan Kepala Perwakilan PT Statika Mitra Sarana selaku pemenang proyek bernama Jhony Wijaya.
Ridwan dan istrinya divonis delapan tahun penjara dan denda Rp400 juta oleh hakim Pengadilan Negeri (PN) Bengkulu dalam sidang yang digelar pada 11 Januari 2018 lalu. Vonis yang dijatuhkan kepada Ridwan dan istrinya tidak dijalani sepenuhnya dan bebas pada 17 November 2022.
Dalam kasus korupsi penerbitan izin lahan sawit, penyidik juga menetapkan tersangka lain, yakni ES selaku Direktur PT DAM tahun 2010, SAI mantan Kepala Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Perizinan (BPMPTP) Musi Rawas tahun 2008-2013, AM selaku Sekretaris (BPMPTP) Musi Rawas tahun 2008-2011, dan BA anggota DPRD Musi Rawas dari Partai Gerindra yang terpilih pada Pileg 2024.
Saat tindak pidana terjadi, BA menjabat Kepala Desa Mulyoharjo periode 2010-2016. Sejak ditetapkan tersangka, BA bersembunyi di Jakarta, Bengkulu, Lubuklinggau, dan Palembang.
Tersangka BA bersama empat tersangka lain menerbitkan izin penguasaan dan penggunaan lahan negara seluas 5.974,90 hektare secara tanpa hak dan melawan hukum untuk tanaman kelapa sawit PT DAM. Lahan tersebut merupakan kawasan hutan produksi dan transmigrasi.
Para tersangka dijerat Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Kemudian subsider Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Penyidik melakukan penyitaan barang bukti, berupa lahan sawit seluas 5.974,90 ha di Kecamatan BTS Ulu dan uang tunai Rp61,3 miliar dari PT DAM yang secara proaktif menyerahkan ke penyidik.