Gerindra sebut terlalu naif tolak revisi UU KPK demi pencitraan
Supratman mengatakan revisi tidak akan jadi diteruskan jika pemerintah menarik diri.
Partai Gerindra menjadi partai pertama yang menolak revisi UU No 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sikap Gerindra kemudian diikuti oleh Partai Demokrat dan PKS.
Namun penolakan Gerindra ini dinilai pencitraan semata. Namun hal itu dibantah politikus Gerindra, Supratman. Dia mengatakan, penilaian pencitraan atas partainya adalah sebuah alasan yang naif.
"Terlalu naif kalau pencitraan. Ini keputusan buat kebangsaan. Ini lembaga dibutuhkan negara dan sebagai kepentingan bangsa," kata Supratman di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (18/2).
"Jadi bukan soal kita mendapatkan apresiasi publik, itu penilaian publik. Kalau ada kader-kader kami (terkena kasus korupsi) tidak apa, ini konsekuensi demi kepentingan bangsa," sambung dia.
Dia mengatakan revisi tidak akan jadi diteruskan jika pemerintah menarik diri. Hal ini, bagi dia tentu berdampak baik bagi KPK dengan alasan UU yang ada sudah mengakomodir segala wewenangnya.
"Kalau pemerintah menarik diri yah tidak bisa berjalan," jelas dia.
Revisi UU bukan satu-satunya cara untuk memperbaiki kinerja KPK, nilai Supratman. Perbaikan internal adalah langkah bagus meski tanpa mengubahnya dalam pembentukan UU.
"Tapi KPK memang punya kelemahan. Tapi cara perbaikan sekarang adalah memperbaiki SOP di internal itu sendiri. Supaya tidak timbul ada kesan politisasi. Revisi saat ini tidak tepat," pungkas dia.
Pun jika revisi tetap dilakukan, harus tetap melihat sikap partai. Mekanismenya, kata dia melalui voting.
"Dengan Gerindra tidak setuju, maka mekanismenya harus diambil voting. Kalau satu orang anggota dewan tidak setuju harus diambil voting, apalagi satu fraksi yang tidak setuju," tegasnya.