'Jantung kekuasaan Jokowi-JK disusupi kelompok neoliberal'
"Dalam hal ini, tiga kasus yang mencolok, Freeport, kereta cepat, dan Blok Masela," ujar Ray Rangkuti.
Konsep Nawa Cita atau sembilan agenda utama Joko Widodo-Jusuf Kalla dalam menjalankan roda pemerintahan dianggap tidak efektif selama ada pihak-pihak berpaham neoliberalisme dalam Kabinet Kerja. Salah satu program Nawa Cita yang mengagendakan Indonesia mandiri di sektor ekonomi dianggap bertentangan dengan paham neo liberal.
"Kelompok neoliberal tidak happy dengan Jokowi-JK. Di Nawa Cita yang dikehendaki ekonomi konstitusi, anti-neo liberal. Maka tidak mungkin tradisi penyokong neoliberalisme berhadapan keras dengan rezim. Mereka melakukan penyusupan ke jantung kekuasaan," kata Pengamat politik Ray Rangkuti.
Hal itu disampaikan Ray dalam diskusi bertajuk 'Gerhana Kabinet di Pusat Kuasa: Pertarungan Kelompok Liberal VS Pendukung Nawacita', di Menteng, Jakarta, Rabu (9/3).
Salah satu cara yang dilakukan dengan menyusupkan tokoh-tokoh yang berpandangan neoliberalisme di pos kementerian yang penting. Kondisi ini, lanjut Ray, telah berlangsung sejak era kepemimpinan Presiden Soeharto.
Ray menuturkan, pendukung neoliberalisme dapat diketahui dari pola kerjanya. Menurutnya, ada empat cara yang dilakukan pendukung neoliberalisme dalam menjalankan agendanya.
Yang pertama, pendukung neoliberalisme sering mengambil keputusan diam-diam, yang dianggap merugikan negara. Kedua, proses pengambilan kebijakan yang tidak diketahui publik.
"Dalam hal ini, tiga kasus yang mencolok, Freeport, kereta cepat, dan Blok Masela," ujarnya.