Johan Budi Dukung Eks Napi Korupsi Dilarang Maju Pilkada
Selain karena eks napi korupsi sudah cacat moral, Johan Budi menyebut untuk masuk kerja di perusahaan saja diperlukan syarat yang sangat ketat, apalagi menjadi pemimpin.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengusulkan aturan tentang larangan kepala daerah eks napi koruptor masuk ke dalam peraturan KPU (PKPU) tentang Pencalonan dalam Pemilihan Kepala Daerah 2020. Hal tersebut disampaikan KPU pada rapat dengar pendapat bersama Komisi II beberapa waktu lalu.
Menanggapi hal tersebut, anggota Komisi II Johan Budi Sapto Pribowo mendukung usulan revisi PKPU nomor 3/2017 itu.
-
Apa itu Pilkada Serentak? Pilkada serentak pertama kali dilaksanakan pada tahun 2015. Pesta demokrasi ini melibatkan tingkat provinsi, kabupaten, dan kota.
-
Apa saja yang dipilih rakyat Indonesia pada Pilkada 2020? Pada Pilkada ini, rakyat Indonesia memilih:Gubernur di 9 provinsiBupati di 224 kabupatenWali kota di 37 kota
-
Kenapa Pilkada tahun 2020 menarik perhatian? Pilkada 2020 menarik perhatian karena dilaksanakan di tengah pandemi Covid-19. Pilkada di tahun tersebut dilaksanakan dengan penerapan protokol kesehatan ketat untuk menjaga keselamatan peserta dan pemilih.
-
Kapan Pilkada serentak berikutnya di Indonesia? Indonesia juga kembali akan menggelar pesta demokrasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) secara serentak di tahun 2024. Pilkada 2024 akan dilasanakan ada 27 November 2024 untuk memilih gubernur, wali kota, dan bupati.
-
Apa definisi dari Pilkada Serentak? Pilkada Serentak merujuk pada pemilihan kepala daerah yang dilaksanakan secara bersamaan di seluruh wilayah Indonesia, termasuk pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota.
-
Bagaimana Pilkada 2020 diselenggarakan di tengah pandemi? Pemilihan ini dilakukan di tengah situasi pandemi COVID-19, sehingga dilaksanakan dengan berbagai protokol kesehatan untuk meminimalkan risiko penularan.
"Nah kalau saya pribadi sebaiknya memang calon bupati, gubernur walikota jangan mantan narapidana korupsi. Ini orang yang sudah ketika diberi kesempatan memimpin, kemudian melakukan korupsi itu kan sudah cacat moral," katanya di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (7/11).
Selain karena eks napi korupsi sudah cacat moral, Johan Budi menyebut untuk masuk kerja di perusahaan saja diperlukan syarat yang sangat ketat, apalagi menjadi pemimpin.
"Kedua, untuk masuk ke perusahaan saja ada surat keterangan macam-macam kan, apalagi untuk menjadi seorang pemimpin," ujarnya.
Dengan pelarangan eks napi korupsi maju Pilkada, Johan menganggap hal itu akan memberi efek jera.
"Ketiga , menurut saya ini sebagai bagian menciptakan efek jera bagi orang yang ingin coba-coba korupsi, sehingga dia takut kalau saya korupsi gak akan bisa dicalonkan lagi," jelasnya.
Meski demikian, Johan Budi mengakui waktu yang ada saat ini sangat mepet untuk merevisi PKPU itu. Sebab, Pilkada serentak 2020 sudah di ambang mata.
"Kalau sekarang udah gak mungkin revisi UU, kan Pilkadanya 2020. Tapi yang kita bahasnya PKPUnya, kita belum tahu jawaban KPU," tandasnya.
Mendagri Serahkan Kepada Masyarakat
Mendagri Tito Karnavian menyerahkan kepada masyarakat. Menurut dia, sejauh ini larangan Napi Korupsi untuk ikut menjadi peserta pilkada masih sebatas wacana.
"Itu masih wacana. KPU mengajukan dan dibicarakan di Komisi II DPR. Prinsip dari kami terserah publik," kata Tito di Mako Brimob Kelapa 2 Depok, Rabu (6/11).
Tito mengatakan, konsep pemasyarakatan yang dahulu berbeda dengan sekarang. Saat ini telah bergeser dari konsep pembalasan menjadi konsep rehabilitasi.
"Dulu orang ditangkap masuk penjara, itu konsep pembalas, karena dia bikin susah orang maka dia harus dibuat susah dengan cara masuk penjara, maka disebut prison," ujar dia.
Tetapi, Tito menjelaskan, dalam perkembangannya teori kriminologi penjara itu fight crime not the criminal.
"Kita perangi perbuatannya bukan orangnya, sehingga yang melakukan kejahatan mereka melakukan perbuatan menyimpang, harus dikoreksi, prinsipnya adalah prinsip untuk koreksi dan rehabilitasi, maka ya di beberapa negara demokrasi namanya bukan prison tetapi correction," papar dia.
Tito lalu menyinggung dengan usulan tadi. Menurut dia, biar masyarakat yang memilih.
"Iya mau ambil prinsip mana, kalau ambil prinsip pembalasan ya dibalas hak politiknya misal tidak boleh karena masih ada yang lebih baik mungkin, tetapi kalau seandainya prinsipnya rehabilitasi koreksi, setiap orang pernah berbuat buruk dan setelah itu bisa juga dia sudah menjadi baik, kalau baik sudah terkoreksi direhab jadi baik kembali kenapa enggak dikasih kesempatan mereka memperbaiki diri dan mengabdikan diri pada rakyat," papar Tito.
Menurut dia, ke depan UU nanti akan akomodir napi korupsi atau tidak tergantung masyarakat menginginkan prinsip mana.
"Saya sebagai Mendagri enggak mau ambil sikap dulu, saya lebih dengar aspirasi publik, mau ambil prinsip pembalasan atau koreksi," ucap dia.
Reporter: Delvira Hutabarat
Sumber: Liputan6.com