Kampanye terbuka dan iklan tak efektif naikkan elektabilitas
Hanya 8 persen masyarakat yang ikut kampanye terbuka.
Hasil survei Saiful Mujani Research and Consultan (SMRC) menyebut ada beberapa cara kampanye yang dianggap tidak mampu menaikkan elektabilitas. Cara kampanye pertama yang gagal adalah menghubungi para pemilih.
Kampanye jenis ini paling sering dilakukan oleh PDIP dan Gerindra. Namun cara ini dianggap tidak konsisten dengan elektabilitas. "Elektabilitas Gerindra yang hanya 10 persen jauh di bawah PDIP," kata Direktur SMRC Djaya Hanan di Hotel Sari Pan Pacific, Jakarta, Kamis (3/4).
Cara kampanye kedua adalah dengan ikut kampanye terbuka. Masyarakat yang mengaku pernah ikut kampanye jenis ini hanya 8 persen. Dari 8 persen ini massa Golkar dan PDIP paling aktif berkampanye. "Golkar paling unggul menarik massa tapi elektabilitas di bawah PDIP," sambung dia.
Begitu dengan iklan. Meski diyakini sebagai cara ampuh menaikkan elektabilitas, namun survei ini menunjukkan hal yang berbeda. "Menurut memori pemilih Partai Golkar dan Gerindra paling banyak beriklan tapi justru PDIP yang paling banyak dipilih," ujarnya.
Hal yang kontras justru terjadi jika partai berkampanye lewat baliho, spanduk dan sejenisnya. "Kampanye dengan atribut terlihat lebih konsisten hubungannya dengan kekuatan partai. PDIP paling banyak memasang spanduk dan elektabilitas paling tinggi," kata dia lagi.
Survei ini melibatkan 2.050 responden dengan teknik complex sampling dan margin of error sekitar 2,2 persen. Survei membuat simulasi surat suara dengan pertanyaan apa partai yang dipilih bila pemilu diadakan sekarang (26-29 Maret 2014).
Hasilnya, PDIP (20,9 persen), Golkar (16,1 persen), Gerindra (10,5 persen), Demokrat (9,9 persen), PKB (8,5 persen) dan sisanya partai-partai lain.