Kenapa Jokowi Tak Lagi Libatkan KPK dalam Pemilihan Menteri?
Keterlibatan KPK dan PPATK dinilai cukup penting untuk memilih menteri yang memiliki integritas tinggi.
Presiden Jokowi tak lama lagi akan mengumumkan menteri-menteri yang akan duduk di Kabinet Kerja Jilid II. Kabarnya, pengumuman akan berlangsung usai pelantikan presiden pada tanggal 20 Oktober 2019 mendatang atau sehari setelahnya.
Jokowi telah memilih menteri sesuai dengan kriteria yang diinginkannya. Jika tak berubah komposisi menteri yakni 45 persen dari partai politik dan 55 persen kalangan profesional. Akan tetapi pada periode kedua ini, Jokowi tak melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dalam pemilihan menteri.
-
Apa yang terjadi di Bukber Kabinet Jokowi? Bukber Kabinet Jokowi Tak Dihadiri Semua Menteri 01 & 03, Sri Mulyani: Sangat Terbatas
-
Apa yang mungkin diberikan Jokowi untuk Kabinet Prabowo? Tak hanya memberikan pendapat, mantan Wali Kota Solo tersebut juga bisa memberikan usulan nama untuk kabinet mendatang.
-
Apa yang diresmikan oleh Jokowi di Jakarta? Presiden Joko Widodo atau Jokowi meresmikan kantor tetap Federasi Sepak Bola Dunia (FIFA) Asia di Menara Mandiri 2, Jakarta, Jumat (10/11).
-
Kapan Jokowi memanggil dua menteri PKB tersebut? Presiden Joko Widodo (Jokowi) memanggil dua menteri Partai Kebangkitan Bangsa, yaitu Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Indonesia (Mendes-PDTT) Abdul Halim Iskandar dan Menaker Ida Fauziyah.
-
Apa yang dibahas Jokowi saat memanggil dua menteri PKB itu? Menurut dia, Jokowi memuji raihan suara PKB dalam Pileg 2024."Kalau yang kita baca ya, pujian presiden terhadap pencapaian PKB dan juga ucapan kekaguman kepada ketua umum kami, Gus Muhaimin, karena dalam situasi pileg PKB justru mengalami kenaikan yang signifikan," kata Maman di gedung DPR, Senayan, Jakarta Senin (18/3).
-
Apa tanggapan Jokowi soal rencana Prabowo menambah jumlah Kementerian? Jokowi mengaku tak memberi masukan kepada Prabowo soal penambahan kementerian.
Keterlibatan KPK dan PPATK dinilai cukup penting untuk memilih menteri yang memiliki integritas tinggi. Lantas kenapa Jokowi tak lagi melibatkan kedua lembaga tersebut?
Periode Pertama Libatkan KPK dan PPATK
Pada periode pertama, Presiden Jokowi meminta bantuan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dalam memilih menteri yang akan mengisi kabinetnya. Keterlibatan KPK dan PPATK untuk menyeleksi integritas dari para calon menteri.
Saat itu sikap Jokowi menuai banyak pujian lantaran melibatkan KPK dan PPATK dalam memilih menteri. Dengan begitu, diharapkan para menteri yang bergabung benar-benar orang bersih dan berintegritas.
"Nama-nama menteri sudah diserahkan ke KPK dan PPATK. Ini early warning dari KPK dan PPATK. Kalau ada hal yang tidak kami dapatkan dari ruang publik. Yang ditanya ke KPK itu masalah integritas yang nanti akan mengerucut jadi kecil," kata Deputi Tim Transisi Andi Widjajanto di Rumah Transisi, Kamis (18/9/2014).
KPK Tak Lagi Dilibatkan
Sayangnya KPK tak lagi dilibatkan pada periode kedua pemerintahan Jokowi dalam pemilihan menteri. Bukan hanya KPK tapi PPATK pun tak lagi diminta sarannya. Meski begitu, KPK berharap Jokowi menunjuk calon menteri yang berintegritas tinggi dan mempunyai rekam jejak yang bagus.
"Kita tidak diikutkan, tetapi kita berharap bahwa yang ditunjuk oleh Presiden adalah orang-orang yang mempunyai trackrecord yang bagus, dari segi integritas tidak tercela, dan kita berharap bahwa memilih yang betul-betul bersih," kata Komisioner KPK, Laode M. Syarif di Gedung ACLC, Kuningan, Jakarta, Senin (14/10).
Kata Istana
Pihak Istana buka suara terkait tak dilibatkannya KPK dalam pemilihan menteri Jokowi di periode kedua. Tenaga Ahli Kedeputian IV Kedeputian IV Kantor Staf Presiden (KSP) Ali Mochtar Ngabalin mengatakan, kewenangan dalam memilih menteri sepenuhnya hak prerogatif presiden.
Menurutnya, Jokowi memiliki hak apakah meminta pertimbangan KPK atau tidak dalam memilih para menteri di Kabinet Kerja Jilid II.
"Kalau Presiden merasa perlu, Presiden ajak bicara KPK. Kalau Presiden merasa apa yang ada dari pengetahuannya, ya sudah untuk apa tarik-tarik Presiden dalam urusan itu," kata Ngabalin, Senin (14/10).
RUU KPK
Sebelumnya, sikap Jokowi menyetujui pengesahan RUU KPK menjadi UU menuai kritikan dari masyarakat. Beberapa poin yang dinilai merugikan KPK di UU yang baru yakni; keberadaan dewan pengawas, keberadaan SP3 dan pegawai KPK yang merupakan ASN.
Atas keputusan itu, banyak pihak menilai jika Jokowi turut melemahkan KPK. Sehingga banyak desakan agar Jokowi mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) KPK. Namun hingga saat ini Jokowi belum mengeluarkan Perppu tersebut.
(mdk/dan)