Kisruh Partai Demokrat: Dari Jejak Pertarungan Elite dan Oligarki Parpol
Meskipun hampir semua partai politik oligarki sangat kuat, tapi pada suatu titik bisa saja menjadi tak lagi berwibawa dan tak punya aura.
Drama perebutan kepengurusan Partai Demokrat yang dibumbui gelaran Kongres Luar Biasa (KLB) di Deli Serdang, Sumatera Utara, menjadi antiklimaks dengan memilih Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko sebagai ketua umum.
Sejarah mencatat, KLB partai politik selalu menyisakan konflik internal tak berkesudahan yang penyelesaiannya bertahun-tahun. Drama selanjutnya adalah terjadi saling klaim dan saling gugat di pengadilan. Jika ini yang terjadi maka masa depan partai Demokrat menjadi suram.
-
Kapan Partai Demokrat dideklarasikan? Selanjutnya pada tanggal 17 Oktober 2002 di Jakarta Hilton Convention Center (JHCC), Partai Demokrat dideklarasikan.
-
Bagaimana Demokrat akan mendekati partai lain? Selain itu, dia menuturkan bahwa Demokrat membuka komunikasi dengan pihak manapun. Sehingga, ujarnya segala kemungkinan yang ada bakal dikaji secara mendalam.
-
Siapa yang memberi tugas khusus kepada Demokrat? Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengungkapkan Prabowo memberikan tugas khusus kepada Demokrat untuk bisa memenangkan dirinya di Jawa Timur.
-
Apa yang akan dilakukan Demokrat kedepan? Lebih lanjut, Herman menyatakan bukan tidak mungkin Demokrat ke depan akan membentuk poros baru atau bergabung dalam koalisi yang sudah ada. Segala kemunginan, ujar dia bisa saja terjadi.
-
Kapan Pemilu yang ingin dimenangkan Demokrat? Pembekalan bertujuan untuk memenangkan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
-
Bagaimana Partai Demokrat menentukan arah politiknya? "Setelah itu mungkin ke depannya baru lah akan diputuskan berdasarkan harapan masyarakat pro perubahan, pro perbaikan, yang telah meletakkan aspirasi dan harapannya kepada Demokrat selama ini,"
Kasus Partai Demokrat bukan yang pertama walaupun sumber dan relasi konfliknya berbeda. Pengamat politik Universitas Muhammadiyah Kupang Ahmad Atang menuturkan, kondisi ini memberikan gambaran bahwa manajemen pengelolaan partai politik di Indonesia masih sangat tradisional. Sehingga tidak ada mekanisme penyelesaian konflik.
Menurutnya, konflik partai politik di Indonesia selalu diawali dengan konflik elite. Kenyataan ini menunjukkan bahwa elite politik di republik ini belum dewasa dan masih labil dalam berpolitik.
Partai politik hanya institusi demokrasi untuk mewujudkan kebaikan bersama. Oleh karena itu, partai harus menjadi sarana untuk membangun kualitas demokrasi. Bukan sebaliknya, memundurkan demokrasi.
"Konflik partai merupakan bentuk dari buruknya praktik demokrasi. Oleh karena itu, jika ingin demokrasi menjadi baik di Indonesia maka harus dilakukan perbaikan terhadap partai politik," ujarnya seperti dilansir Antara, Minggu (7/3).
Langkah ini penting karena salah satu fungsinya adalah menyediakan sumber daya untuk mengisi kepemimpinan nasional. Demokrasi di Indonesia akan baik dan berkualitas maka partai politiknya harus baik dan itu jaminannya.
Penuh pertarungan
Akademisi dari Universitas Katolik Widya Mandira (Unwira) Kupang, Nusa Tenggara Timur Mikhael Raja Muda Bataona mengatakan, kemelut yang terjadi di pusaran kekuasaan partai Demokrat hingga terbelah dua saat ini, bukan sebuah peristiwa aksidental. Tapi ada rekam sejarah dalam jejak pengelolaan partai ini.
"Saya membaca kemelut partai Demokrat tidak boleh direduksi hanya pada kasus KLB hari ini, tetapi harus dicek secara kronologi jejak-jejak pertarungan dan peristiwa latar, juga variabel-variabel kunci yang bermain hingga terjadinya KLB ini," kata pengajar investigatif news dan jurnalisme konflik pada Fisip Unwira Kupang ini.
Dia mengungkit residu kongres luar biasa pergantian Anas Urbaningrum. Ketika saat ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah awal mula pecahnya partai ini.
Naiknya Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menggantikan Anas Urbaningrum, di mana orang-orang Anas kemudian dibabat habis adalah basis material atau sebab lainnya yang membuat kasus saat ini demikian parah dan panas.
Belum lagi dilanjutkan dengan kongres partai setahun silam yang disebut tidak demokratis. Kongres menetapkan AHY sebagai Ketua Umum adalah pemicu berikutnya yang turut serta menjadi variabel perusak harmoni partai berikutnya dari internal.
Jadi fenomena ini jika dikaji dari perspektif politik kekuasaan maka inilah wajah asli pertarungan kekuasaan di internal partai politik. Jamak terjadi dan biasa terjadi karena yang paling purba dalam urusan politik adalah pertarungan kekuasaan dan kepentingan. Di mana, secara ilmu, harus dipahami bahwa tidak ada entitas sosial politik yang sangat solid, bersatu padu dan utuh.
"Partai politik memang tidak mungkin solid. Partai apa pun pasti terfragmentasi dalam banyak faksi. Hanya saja bagaimana kepemimpinan-nya yang akan menentukan solid tidaknya partai tersebut."
Sebagai entitas politik, partai politik seperti Demokrat adalah bangunan megah yang hanya tampak kompak dan kokok dari luar. Tapi di dalam sebenarnya tidak seperti itu.
Dalam setiap partai politik, sudah menjadi hal wajib bahwa sepanjang waktu akan penuh dengan pertarungan, gesekan, kompetisi dan bahkan saling jegal antarfaksi.
Karena itu, fenomena KLB Demokrat ini dari kaca mata teori konflik, itu hal lumrah dan biasa. Tinggal manajemen kepemimpinan-nya, sebab bertarung antarfaksi itulah jati diri setiap organisasi politik.
"Hanya saja dalam kasus ini Demokrat sedang ketiban sial, sebab kepemimpinan-nya yang tidak mampu menyatukan faksi-faksi dalam partai tersebut," katanya.
Setiap ketua umum partai di segala level harusnya paham yang paling primer menjadi budaya dalam politik yaitu perebutan kekuasaan itu abadi.
Maka siapa pun pemimpin partai, harus sudah paham sejak awal bahwa tugasnya adalah memanajemen semua faksi yang saling berkompetisi bahkan saling jegal di internal partai untuk bersatu memberi yang terbaik bagi kemajuan partai.
Pesan politik
Kasus Demokrat juga memberi semacam pesan politik bahwa ke depannya, bisa saja akan terjadi fenomena merosot-nya aura oligarki politik di Indonesia. Karena faksi-faksi di internal partai saat ini mulai tidak lagi mengakui dan tunduk pada kekuatan elite di internal partai.
Kekuatan elite yang kadang disebut dalam aliran kritis sebagai oligarki partai politik ini harus diakui sebagai kekuatan pemersatu hampir semua partai di Indonesia.
Ketika oligarki yang umumnya telah menjelma menjadi elite dalam partai tersebut tidak lagi dihargai oleh semua faksi di internal partai maka jalan menuju perpecahan itu hanya menunggu waktu.
Menurutnya, meskipun hampir semua partai politik oligarki sangat kuat, tapi pada suatu titik bisa saja menjadi tak lagi berwibawa dan tak punya aura.
"Di mana ketika wibawa dan aura oligarki tersebut memudar maka perpecahan partai adalah konsekuensi-nya. Bahwa elite dalam tubuh birokrasi partai politik adalah sumber masalah yang potensial menghancurkan sebuah partai," ucapnya.
Bila konflik di Demokrat ini bisa terselesaikan dengan baik, bisa jadi Partai Demokrat meraih insentif elektoral pada Pemilu 2024. Tapi sebaliknya bila tidak terselesaikan, bisa saja PD tinggal kenangan.
Baca juga:
Max Sopacua: Demokrat Versi KLB Akan Didaftarkan ke Kemenkum HAM Besok
Ketum Demokrat: KLB Bukan Permasalahan AHY, Tapi Kedaulatan Partai
Max Sopacua Bantah Ada yang Temui Gatot Nurmantyo Ajak Kudeta AHY
Ketua DPD Jabar Peringatkan Pengganggu Demokrat: Kami Bisa Bikin Bandung Lautan Api
PKS: Partai Demokrat Bagian Penting Dalam Sejarah Kehidupan Demokrasi
PPP Soal Dualisme Demokrat: Kami Pernah Alami, Cukup Menyakitkan dan Melelahkan